LPI sebagai Sumber Pembiayaan Alternatif

Jum'at, 29 Januari 2021 - 06:30 WIB
loading...
LPI sebagai Sumber Pembiayaan Alternatif
Pemerintah membentuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF) untuk meningkatkan pembiayaan pembangunan dalam negeri. (Ilustrasi: SINDONews/Wawan Bastian)
A A A
BERBAGAI upaya ditempuh pemerintah untuk meningkatkan pembiayaan pembangunan di negeri ini. Salah satunya membentuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF). Lembaga yang resmi dihadirkan pada 14 Desember tahun lalu dengan payung hukum Peraturan Pemerintah (Permen) Nomor 74/2020 diberi nama Indonesia investment authority (IIA). Ke depan, pemerintah berharap IIA menjadi sebuah alternatif sumber pembiayaan bagi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan.

Sebelum menetapkan siapa gerangan yang bakal menakhodai IIA, Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlebih dulu melantik lima orang sebagai anggota Dewan Pengawas (DP) LPI. Adapun struktur DP terdiri atas dua orang wakil dari pemerintah dan tiga orang berasal dari kalangan profesional yang tidak diragukan lagi kiprahnya selama ini. Lima orang yang kini menjabat DP adalah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sebagai ketua sekaligus merangkap anggota, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Haryanto Sahari, Darwin Cyril Noerhadi, dan Yozua Makes sebagai anggota.

Lalu, seperti apa rekam jejak ketiga anggota DP dari kalangan profesional itu? Rekam jejak yang terlibat dalam pengelolaan IIA adalah sangat penting sebab berkaitan dengan kepercayaan dari dunia internasional. Kiprah Haryanto Sahari sebagai akuntan publik tak diragukan lagi sebab lebih dari 30 tahun menggeluti profesi itu. Pernah menjabat sebagai country senior partner of PricewaterhouseCoopers Indonesia, dan memimpin inisiatif audit dari sejumlah perusahaan besar di Indonesia.

Selanjutnya, Darwin Cyril Noerhadi pernah menakhodai Bursa Efek Indonesia (BEI). Sejumlah jabatan penting pada sektor keuangan telah dijalani dan menjadi petinggi pada beberapa perusahaan besar, di antaranya Direktur Keuangan Medco Energi dan partner di bidang corporate finance pada PricewaterhouseCoopers Indonesia. Begitupula Yozua Makes, yang pendiri dan managing partner dari firma hukum Makes & Partners dan memiliki pengalaman dalam transaksi merger dan akuisisi, penanaman modal asing dan berbagai transaksi komersial antarnegara.

Untuk itu, Presiden Jokowi usai melantik DP meminta agar dewan direksi sudah terbentuk minggu depan. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, telah membeberkan dua kriteria khusus untuk duduk sebagai dewan direksi IIA, yakni harus independen dan paham pasar modal. Saat ini telah bermunculan sejumlah nama, di antaranya Gita Wirjawan, mantan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan mantan Menteri Perdagangan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menyusul, Rizal Gozali selaku managing director Credit Suisse–bank investasi dari Swiss. Lalu, Arif Budiman pernah berkiprah di PT Pertamina sebagai direktur keuangan. Thomas Lembong mantan kepala BKPM dan pernah menjabat menteri perdagangan. Terdengar pula nama Pandu Patria Sjahrir, putra dari ekonom Sjahrir yang tercatat sebagai komisaris BEI.

Setidaknya terdapat empat alasan dari pemerintah dalam menghadirkan LPI, sebagaimana dibeberkan Menkeu, Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI. Pertama, guna mengejar kebutuhan anggaran pembangunan infrastruktur. Dalam RPJM 2020–2024, target pembiayaan infrastruktur mencapai sekitar Rp6.445 triliun. Dibutuhkan sejumlah inovasi untuk meraih nilai anggaran yang cukup besar itu. Kedua, mitra investor yang kuat. Selama ini, banyak investor baik dalam negeri maupun dalam negeri berminat tanam investasi, namun tidak terealisasi karena tanpa mitra strategis calon investor. Ketiga, sumber pendapatan negara. Pemerintah meyakini LPI bisa menumbang dividen maksimal 30% kepada negara. Dengan catatan akumulasi laba LPI ditahan mencapai 50% dari modal awal. Keempat, sebagai motor pertumbuhan ekonomi.

Sebagai modal awal, pemerintah membekali dana Rp15 triliun dan akan ditingkatkan menjadi Rp75 triliun secara bertahap yang bersumber dari APBN. Saat ini, sebagaimana diklaim Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartatro, LPI sudah mengantongi komitmen investasi dari sejumlah lembaga keuangan internasional dari Amerika Serikat dan Jepang senilai USD6 miliar atau setara Rp84,6 triliun dengan nilai kurs Rp14.100 per dolar AS.

Keberadaan LPI pada sejumlah negara telah berkembang baik, di antaranya di Rusia yang dikenal dengan nama Russian Direct Investment Fund. LPI terbentuk atas mandat UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja, yang sempat mendapat protes keras secara masif dari masyarakat, terutama kalangan pekerja, sesaat setelah disahkan DPR.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1296 seconds (0.1#10.140)