PDIP Ingin Pilkada Digelar 2024, Kerugian bagi Anies Baswedan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menginginkan agar pemiilihan kepala daerah (Pilkada) serentak dilaksanakan pada tahun 2024.
Sikap partai berlambang banteng moncong putih ini berbeda dengan mayoritas fraksi di DPR yang menginginkan agar keserentakan Pilkada digelar pada 2022 seperti yang mencuat dalam draf RUU Pemilu yang akan dibahas oleh DPR.
Menanggapi hal ini, Direktur Riset Indonesian Presidential Studies (IPS), Arman Salam menilai, sikap PDIP ini sangat berbau politis, mengingat ada sekitar 200-an lebih daerah yang akan memiliki Plt (pelaksana tugas) sampai pemilihan," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Kamis (28/1/2021).
Arman menganggap, posisi Plt kepala daerah cukup strategis dalam pertarungan pemilihan presiden maupun legislatif. Menurut dia, semua pihak tahu bahwa posisi Plt akan ditunjuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sehingga bisa saja siapa yang ditempatkan sebagai Plt dikalkulasikan menguntungkan penguasa, baik capres maupun partai yang berkuasa saat ini.
Menurut Arman, keinginan PDIP agar pilkada serentak dilaksanakan 2024, dalam strategi politik mungkin sah-sah saja. Namun tentunya kurang elok sebagai petarung yang jantan. Terlebih masalah teknis yang pasti muncul, baik dari pelaksana maupun masyarakat atau pemilih juga harus menjadi pertimbangan serius.Baca juga: Alasan PDIP Kenapa Pilkada Serentak Dilaksanakan 2024
Sebagai pelajaran, Arman mengungkapkan, Pemilu 2019 yang lalu banyak penyelenggara pemilu yang kekelahan, sehingga memakan banyak korban, terlebih jika Pilkada 2024 masih dibayangi ancaman pandemi Covid-19 sehingga bisa menimbulkan masalah baru, baik dari penyelenggara maupun pemilih.
Keinginan PDIP agar Pilkada digelar 2024 juga merugikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang masa jabatannya habis pada 2022. Apabila itu terjadi Anies tidak lagi menjadi incumbentdan akan kehilangan "panggung"
Lulusan kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) ini menyatakan, temuan IPS dalam survei nasional akhir tahun 2020 yaitu ada tiga syarat wajib yang harus dimiliki oleh calon presiden atau calon kepala daerah yang akan bertarung, yakni pengenalan, kesukaan, kepantasan dan dukungan.
"Hal ini hanya jika calon memiliki panggung cantelan politik yang erat kaitannya dengan aneka media sehingga calon bisa terus tampil dan terus dikenal publik," tuturnya.
Lihat Juga: Eks Relawan Anies-Sandi Ramai-ramai Dukungan Ridwan Kamil-Suswono di Pilkada Jakarta 2024
Sikap partai berlambang banteng moncong putih ini berbeda dengan mayoritas fraksi di DPR yang menginginkan agar keserentakan Pilkada digelar pada 2022 seperti yang mencuat dalam draf RUU Pemilu yang akan dibahas oleh DPR.
Menanggapi hal ini, Direktur Riset Indonesian Presidential Studies (IPS), Arman Salam menilai, sikap PDIP ini sangat berbau politis, mengingat ada sekitar 200-an lebih daerah yang akan memiliki Plt (pelaksana tugas) sampai pemilihan," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Kamis (28/1/2021).
Arman menganggap, posisi Plt kepala daerah cukup strategis dalam pertarungan pemilihan presiden maupun legislatif. Menurut dia, semua pihak tahu bahwa posisi Plt akan ditunjuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sehingga bisa saja siapa yang ditempatkan sebagai Plt dikalkulasikan menguntungkan penguasa, baik capres maupun partai yang berkuasa saat ini.
Menurut Arman, keinginan PDIP agar pilkada serentak dilaksanakan 2024, dalam strategi politik mungkin sah-sah saja. Namun tentunya kurang elok sebagai petarung yang jantan. Terlebih masalah teknis yang pasti muncul, baik dari pelaksana maupun masyarakat atau pemilih juga harus menjadi pertimbangan serius.Baca juga: Alasan PDIP Kenapa Pilkada Serentak Dilaksanakan 2024
Sebagai pelajaran, Arman mengungkapkan, Pemilu 2019 yang lalu banyak penyelenggara pemilu yang kekelahan, sehingga memakan banyak korban, terlebih jika Pilkada 2024 masih dibayangi ancaman pandemi Covid-19 sehingga bisa menimbulkan masalah baru, baik dari penyelenggara maupun pemilih.
Keinginan PDIP agar Pilkada digelar 2024 juga merugikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang masa jabatannya habis pada 2022. Apabila itu terjadi Anies tidak lagi menjadi incumbentdan akan kehilangan "panggung"
Lulusan kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) ini menyatakan, temuan IPS dalam survei nasional akhir tahun 2020 yaitu ada tiga syarat wajib yang harus dimiliki oleh calon presiden atau calon kepala daerah yang akan bertarung, yakni pengenalan, kesukaan, kepantasan dan dukungan.
"Hal ini hanya jika calon memiliki panggung cantelan politik yang erat kaitannya dengan aneka media sehingga calon bisa terus tampil dan terus dikenal publik," tuturnya.
Lihat Juga: Eks Relawan Anies-Sandi Ramai-ramai Dukungan Ridwan Kamil-Suswono di Pilkada Jakarta 2024
(dam)