Refly Harun: Ungkap Korupsi seperti Tabrak Tembok Tinggi Tebal, Bisa Terpental
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mengapa korupsi di Indonesia susah diberantas? Pertanyaan ini kerap muncul dalam benak banyak orang, secara sadar atau tidak sadar, akibat akutnya praktik korupsi di Tanah Air. Setelah dua menteri Presiden Jokowi ”diboyong” ke tahanan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut sedang membidik Kementerian Sekretariat Negara.
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, Mahfud MD: Mengecewakan
Seperti diberitakan, Selasa (26/1/2021) KPK memeriksa Kepala Biro Umum Kemensetneg Piping Supriatna. Dia diperiksa bersama mantan Sekretaris Kemensetneg Taufik Sukasah sebagai saksi kasus korupsi proyek servis pesawat PT Dirgantara Indonesia untuk berkas tersangka Budiman Saleh. Sementara Mantan Kepala Biro Umum Kemensetneg Indra Iskandar meminta waktu pemeriksaan Jumat (29/1/2021) besok.
(Baca: Tanggapi Cuitan Eva Sundari, Politikus PKS: Jangan Alihkan Isu Korupsi Bansos)
Pengamat hukum dan politik Refly Harun tidak terlalu heran dengan sulitnya korupsi diberantas. Dalam pengamatannya korupsi hampir selalu melibatkan jangkar-jangkar kekuasaan. Bedanya, masa Orde Lama korupsinya gila-gilaan sehingga pejabat yang korupsi langsung ketahuan.
”Pada masa Orde Baru korupsi tidak terlihat karena tidak ada penegakan hukum. Justru swasta pengusaha yang kena meskipun diyakini banyak pejabat di masa itu yang melakukan korupsi dan memungut upeti,” kata Refly dalam video berjudul GAWAT!! KORUPSI PTDI MENGALIR KE SETNEG!! di saluran youtube-nya, Rabu (27/1/2021) malam.
(Baca: Refly Harun Membayangkan Gibran Didorong Jadi Calon Gubernur Jateng)
Sementara pada masa Orde Reformasi, seperti halnya di bidang politik, Refly mengisitilahkan demokratisasi juga terjadi pada korupsi. Praktik kotor ini bukan hanya monopoli istana tetapi telah menjalar ke daerah.
Refly mengungkapkan, keterlibatan para punggawa istana dan kekuasan merupakan persoalan terbesar dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Mengungkapnya sama seperti menabrak tembok kekuasaan yang tebal dan tinggi. ”Siapa pun yang mengutak-atik area sana bisa terpental sendiri, bahkan bisa berbalik dikriminalisasi sendiri,” kata guru besar Hukum Tata Negara ini.
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, Mahfud MD: Mengecewakan
Seperti diberitakan, Selasa (26/1/2021) KPK memeriksa Kepala Biro Umum Kemensetneg Piping Supriatna. Dia diperiksa bersama mantan Sekretaris Kemensetneg Taufik Sukasah sebagai saksi kasus korupsi proyek servis pesawat PT Dirgantara Indonesia untuk berkas tersangka Budiman Saleh. Sementara Mantan Kepala Biro Umum Kemensetneg Indra Iskandar meminta waktu pemeriksaan Jumat (29/1/2021) besok.
(Baca: Tanggapi Cuitan Eva Sundari, Politikus PKS: Jangan Alihkan Isu Korupsi Bansos)
Pengamat hukum dan politik Refly Harun tidak terlalu heran dengan sulitnya korupsi diberantas. Dalam pengamatannya korupsi hampir selalu melibatkan jangkar-jangkar kekuasaan. Bedanya, masa Orde Lama korupsinya gila-gilaan sehingga pejabat yang korupsi langsung ketahuan.
”Pada masa Orde Baru korupsi tidak terlihat karena tidak ada penegakan hukum. Justru swasta pengusaha yang kena meskipun diyakini banyak pejabat di masa itu yang melakukan korupsi dan memungut upeti,” kata Refly dalam video berjudul GAWAT!! KORUPSI PTDI MENGALIR KE SETNEG!! di saluran youtube-nya, Rabu (27/1/2021) malam.
(Baca: Refly Harun Membayangkan Gibran Didorong Jadi Calon Gubernur Jateng)
Sementara pada masa Orde Reformasi, seperti halnya di bidang politik, Refly mengisitilahkan demokratisasi juga terjadi pada korupsi. Praktik kotor ini bukan hanya monopoli istana tetapi telah menjalar ke daerah.
Refly mengungkapkan, keterlibatan para punggawa istana dan kekuasan merupakan persoalan terbesar dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Mengungkapnya sama seperti menabrak tembok kekuasaan yang tebal dan tinggi. ”Siapa pun yang mengutak-atik area sana bisa terpental sendiri, bahkan bisa berbalik dikriminalisasi sendiri,” kata guru besar Hukum Tata Negara ini.
(muh)