Mengukur Peluang Megawati dan JK di Pilpres 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Publik Institut (IPI), Karyono Wibowo mengatakan dalam negara demokrasi setiap warga negara memiliki kebebasan berpendapat karena dilindungi konstitusi. Pun demikian analisis Refly Harun yang memprediksi Megawati Soekarnoputri dan Jusuf Kalla (JK) akan menjadi calon presiden pada Pilpres 2024 adalah bagian dari ekpresi demokrasi.
"Dalam konteks demokrasi, sebuah analisa atau prediksi terhadap suatu fenomena bukan persoalan benar atau salah tapi yang paling penting adalah soal kebebasan berpikir dan menyampaikan pendapat itu sendiri," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (26/1/2021).
Karyono mengatakan analisis prediktif Refly tentang nama-nama tokoh yang bakal menjadi Capres 2024 tentu berdasarkan pada teori probabilitas atau teori kemungkinan. Menurutnya, pendapat Refly yang menyebut Megawati dan JK berpeluang maju di Pilpres 2024 didasarkan pada peristiwa empirik yang menjadi landasan hipotesanya.
Baginya, usia lanjut Mega dan JK tidak menjadi penghambat untuk ikut kontestasi kembali pada pilpres yang akan datang. Fakta empiris membuktikan terpilihnya tokoh-tokoh usia di atas 70 tahun dalam pemilihan presiden, antara lain Mahatir Muhammad terpilih menjadi Perdana Menteri Malaysia pada usia 94 tahun, Donald Trump pada usia 70 tahun dan Joe Biden 78 tahun.
Dari fakta empirik tersebut, mantan Peneliti LSI Denny JA itu menilai Refly mencoba menggunakan teori probabilitas subyektif bahwa usia lanjut Mega dan JK bukan penghambat. Kemudian, dua tokoh tersebut disebut berpotensi maju kembali menjadi calon presiden.
"Sayangnya, Refly tidak menjelaskan seberapa besar kemungkinan dua tokoh tersebut maju di pilpres. Refly juga tidak membahas sejauhmana relevansi dimensi sosial politik di Malaysia dan Amerika dengan Indonesia. Tapi terlepas dari itu, soal apakah hipotesa Refly terbukti atau tidak, nanti akan diuji," tutur dia.
Lebih lanjut Karyono menjelaskan jika hanya membahas soal peluang tentu saja Mega dan JK punya peluang maju di Pilpres 2024 karena keduanya masih memiliki kekuatan politik dan pengaruh dalam mengendalikan partai. Dari segi usia juga masih memungkinkan sama seperti Mahatir, Trump dan Biden sebagaimana yang menjadi alasan Refly.
Masalahnya, kata Karyono, alasan usia dan pengaruh politik saja belum cukup untuk membuat kesimpulan dua tokoh akan maju sebagai capres. Masih ada sejumlah variabel yang mesti diperhitungkan, antara lain mempertimbangkan realitas sosial, dinamika politik, akseptabilitas dan elektabilitas yang bisa diukur melalui riset opini publik.
Selain itu, persoalan psikologis juga akan menjadi pertimbangan maju tidaknya Mega dan JK. Keduanya tentu mempertimbangkan suatu kondisi psikologis untuk menjaga marwah dan martabat sebagai tokoh bangsa. Terlebih lagi, terutama Megawati sudah sering memberikan sinyal untuk mendorong generasi muda tampil ke depan untuk memimpin bangsa ini.
"Hal itu sudah dibuktikan pada Pilpres 2014 dan 2019," beber Alumni Universitas Budi Luhur yang juga mantan Aktivis 98 itu.
Memperhatikan sejumlah variabel tersebut, lanjutnya, maka peluang dua tokoh tersebut sangat kecil untuk maju di pilpres mendatang. Ada kecenderungan kuat, kedua tokoh itu akan menjadi "king maker" dalam pertarungan Pilpres 2024. Tinggal, siapakah nanti di antara para "king maker" yang berhasil memenangkan pertarungan.
Karenanya, prediksi Refly kemungkinan besar akan meleset. Tapi sekali lagi, ini bukan soal benar atau salah. "Justru saya menduga, pernyataan Refly memiliki standar ganda. Bisa karena murni analisis terlepas benar atau salah, bisa juga sengaja untuk mendorong Mega dan JK maju karena ada motif politik tertentu atau sekadar mencari sensasi untuk menambah follower dan viewer," pungkas dia.
"Dalam konteks demokrasi, sebuah analisa atau prediksi terhadap suatu fenomena bukan persoalan benar atau salah tapi yang paling penting adalah soal kebebasan berpikir dan menyampaikan pendapat itu sendiri," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (26/1/2021).
Karyono mengatakan analisis prediktif Refly tentang nama-nama tokoh yang bakal menjadi Capres 2024 tentu berdasarkan pada teori probabilitas atau teori kemungkinan. Menurutnya, pendapat Refly yang menyebut Megawati dan JK berpeluang maju di Pilpres 2024 didasarkan pada peristiwa empirik yang menjadi landasan hipotesanya.
Baginya, usia lanjut Mega dan JK tidak menjadi penghambat untuk ikut kontestasi kembali pada pilpres yang akan datang. Fakta empiris membuktikan terpilihnya tokoh-tokoh usia di atas 70 tahun dalam pemilihan presiden, antara lain Mahatir Muhammad terpilih menjadi Perdana Menteri Malaysia pada usia 94 tahun, Donald Trump pada usia 70 tahun dan Joe Biden 78 tahun.
Dari fakta empirik tersebut, mantan Peneliti LSI Denny JA itu menilai Refly mencoba menggunakan teori probabilitas subyektif bahwa usia lanjut Mega dan JK bukan penghambat. Kemudian, dua tokoh tersebut disebut berpotensi maju kembali menjadi calon presiden.
"Sayangnya, Refly tidak menjelaskan seberapa besar kemungkinan dua tokoh tersebut maju di pilpres. Refly juga tidak membahas sejauhmana relevansi dimensi sosial politik di Malaysia dan Amerika dengan Indonesia. Tapi terlepas dari itu, soal apakah hipotesa Refly terbukti atau tidak, nanti akan diuji," tutur dia.
Lebih lanjut Karyono menjelaskan jika hanya membahas soal peluang tentu saja Mega dan JK punya peluang maju di Pilpres 2024 karena keduanya masih memiliki kekuatan politik dan pengaruh dalam mengendalikan partai. Dari segi usia juga masih memungkinkan sama seperti Mahatir, Trump dan Biden sebagaimana yang menjadi alasan Refly.
Masalahnya, kata Karyono, alasan usia dan pengaruh politik saja belum cukup untuk membuat kesimpulan dua tokoh akan maju sebagai capres. Masih ada sejumlah variabel yang mesti diperhitungkan, antara lain mempertimbangkan realitas sosial, dinamika politik, akseptabilitas dan elektabilitas yang bisa diukur melalui riset opini publik.
Selain itu, persoalan psikologis juga akan menjadi pertimbangan maju tidaknya Mega dan JK. Keduanya tentu mempertimbangkan suatu kondisi psikologis untuk menjaga marwah dan martabat sebagai tokoh bangsa. Terlebih lagi, terutama Megawati sudah sering memberikan sinyal untuk mendorong generasi muda tampil ke depan untuk memimpin bangsa ini.
"Hal itu sudah dibuktikan pada Pilpres 2014 dan 2019," beber Alumni Universitas Budi Luhur yang juga mantan Aktivis 98 itu.
Memperhatikan sejumlah variabel tersebut, lanjutnya, maka peluang dua tokoh tersebut sangat kecil untuk maju di pilpres mendatang. Ada kecenderungan kuat, kedua tokoh itu akan menjadi "king maker" dalam pertarungan Pilpres 2024. Tinggal, siapakah nanti di antara para "king maker" yang berhasil memenangkan pertarungan.
Karenanya, prediksi Refly kemungkinan besar akan meleset. Tapi sekali lagi, ini bukan soal benar atau salah. "Justru saya menduga, pernyataan Refly memiliki standar ganda. Bisa karena murni analisis terlepas benar atau salah, bisa juga sengaja untuk mendorong Mega dan JK maju karena ada motif politik tertentu atau sekadar mencari sensasi untuk menambah follower dan viewer," pungkas dia.
(kri)