BPIP Dorong Generasi Indonesia Jadi Pelopor Gali Nilai-nilai Pancasila
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pembianaan Ideologi Pancasila (BPIP) mendorong Generasi Indonesia untuk menggali nilai-nilai Pancasila . Sehingga diharapkan tidak terjebak pada isu-isu yang tidak benar bahkan menyesatkan.
Direktur Pengkajian dan Materi BPIP Muhammad Sabri mengatakan, salah satu poinnya adalah penegasan Pancasila sebagai ideologi, pandangan-dunia dan dasar filosofis negara-bangsa Indonesia.
"Sejatinya saya hendak mengungkapkan dan memastikan bahwa Indonesia tidak mengenal, tidak mengakui dan tidak menerima konsep ideologi selain Pancasila dan memilih model lain di luar sistem dan bentuk NKRI yang mengandaikan kepelbagaian", ucapnya saat menjadi narasumber webinar nasional "Sekolah Pancasila" dengan tema Respiritus Pancasila: Dialog Agama dan Negara, Kamis 21 Januari 2020.
Menurutnya, Indonesia hanya mengakui dan memberlakukan bentuk NKRI yang berideologi Pancasila sebagai satu-satunya sistem final yang menyatukan seluruh bangsa Indonesia dan bentuk permanen Indonesia Raya.
"Hakikat Indonesia adalah suatu cita-cita politik untuk mempersatukan unsur-unsur tradisi dan inovasi serta berbagai etnik, agama, budaya, dan kelas sosial yang pelbagai ke dalam wadah baru bernama bangsa dan negara Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, hasrat persatuan terdorong secara negatif oleh kehendak menghadapi musuh bersama seperti terorisme, radikalisme, kolonialisme dan lainnya. Sedangkan secara positif, tercipta oleh hasrat untuk mencapai kemerdekaan dan kebahagiaan bersama seluruh rakyat Indonesia.
"Nilai Persatuan memiliki energi yang mendorong dan menguatkan falsafah dan etos budaya gotong royong masyarakat dan bangsa Indonesia," tegasnya.
"Dengan demikian, apabila ada niat, agenda, dan langkah-langkah aksi dari siapa pun dan dari kelompok mana pun yang memasarkan dan mempropagandakan aspirasi mengenai sistem dan bentuk negara Indonesia selain NKRI yang berdasar Pancasila, maka penyimpangan dan penentangan tersebut mesti segera diantisipasi, diatasi, dan dituntaskan,” sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama Direktur Eksekutif Lembaga Studi Agama dan Filsafat Iqbal Hasanuddin, M Hum menegaskan, Pancasila adalah falsafah kenegaraan yang berfokus pada dimensi sosial manusia, yaitu menjalankan kehidupan politis untuk mewujudkan kebaikan bersama.
"Dalam kerangka falsafah kenegaraan Pancasila, relasi agama dan negara tidak akan pernah tampil dalam dua wujud ekstrim yaitu negara-agama atau negara yang anti-agama.
Ia menjelaskan relasi agama dan negara merupakan menara kembar berdiri sama tinggi dan tidak mencampuri urusan masing-masing. "Dalam kerangka falsafah kenegaraan Pancasila seperti dua menara yang berdiri sama tinggi, negara dan komunitas-komunitas agama tidak saling mencampuri urusan masing-masing,” jelasnya.
"Lembaga negara dan lembaga agama saling menghormati otonomi masing-masing, keduanya mengembangkan sikap toleran satu sama lain,” tutupnya.
Sementara itu Direktur Rum Institute M. Nur Djabir menekankan kepada generasi indonesia untuk menancapkan pondasi, berkomitmen untuk menjaga Pancasila sebagai ideologi.
Direktur Pengkajian dan Materi BPIP Muhammad Sabri mengatakan, salah satu poinnya adalah penegasan Pancasila sebagai ideologi, pandangan-dunia dan dasar filosofis negara-bangsa Indonesia.
"Sejatinya saya hendak mengungkapkan dan memastikan bahwa Indonesia tidak mengenal, tidak mengakui dan tidak menerima konsep ideologi selain Pancasila dan memilih model lain di luar sistem dan bentuk NKRI yang mengandaikan kepelbagaian", ucapnya saat menjadi narasumber webinar nasional "Sekolah Pancasila" dengan tema Respiritus Pancasila: Dialog Agama dan Negara, Kamis 21 Januari 2020.
Menurutnya, Indonesia hanya mengakui dan memberlakukan bentuk NKRI yang berideologi Pancasila sebagai satu-satunya sistem final yang menyatukan seluruh bangsa Indonesia dan bentuk permanen Indonesia Raya.
"Hakikat Indonesia adalah suatu cita-cita politik untuk mempersatukan unsur-unsur tradisi dan inovasi serta berbagai etnik, agama, budaya, dan kelas sosial yang pelbagai ke dalam wadah baru bernama bangsa dan negara Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, hasrat persatuan terdorong secara negatif oleh kehendak menghadapi musuh bersama seperti terorisme, radikalisme, kolonialisme dan lainnya. Sedangkan secara positif, tercipta oleh hasrat untuk mencapai kemerdekaan dan kebahagiaan bersama seluruh rakyat Indonesia.
"Nilai Persatuan memiliki energi yang mendorong dan menguatkan falsafah dan etos budaya gotong royong masyarakat dan bangsa Indonesia," tegasnya.
"Dengan demikian, apabila ada niat, agenda, dan langkah-langkah aksi dari siapa pun dan dari kelompok mana pun yang memasarkan dan mempropagandakan aspirasi mengenai sistem dan bentuk negara Indonesia selain NKRI yang berdasar Pancasila, maka penyimpangan dan penentangan tersebut mesti segera diantisipasi, diatasi, dan dituntaskan,” sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama Direktur Eksekutif Lembaga Studi Agama dan Filsafat Iqbal Hasanuddin, M Hum menegaskan, Pancasila adalah falsafah kenegaraan yang berfokus pada dimensi sosial manusia, yaitu menjalankan kehidupan politis untuk mewujudkan kebaikan bersama.
"Dalam kerangka falsafah kenegaraan Pancasila, relasi agama dan negara tidak akan pernah tampil dalam dua wujud ekstrim yaitu negara-agama atau negara yang anti-agama.
Ia menjelaskan relasi agama dan negara merupakan menara kembar berdiri sama tinggi dan tidak mencampuri urusan masing-masing. "Dalam kerangka falsafah kenegaraan Pancasila seperti dua menara yang berdiri sama tinggi, negara dan komunitas-komunitas agama tidak saling mencampuri urusan masing-masing,” jelasnya.
"Lembaga negara dan lembaga agama saling menghormati otonomi masing-masing, keduanya mengembangkan sikap toleran satu sama lain,” tutupnya.
Sementara itu Direktur Rum Institute M. Nur Djabir menekankan kepada generasi indonesia untuk menancapkan pondasi, berkomitmen untuk menjaga Pancasila sebagai ideologi.
(mhd)