Korupsi Proyek Citra Satelit, KPK: Kerugian Negara Hampir Rp180 Miliar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Priyadi Kardono dan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara (Kapusfatekgan) pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ( Lapan ) Tahun 2013-2015 menyandang status tersangka.
Komsi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan keduanya bertanggung jawab dalam korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT), sebuah proyek ini merupakan kerja sama BIG dengan Lapan pada tahun 2015.
(Baca: Mantan Kepala BIG Tersangka Korupsi Pengadaan Citra Satelit)
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengungkapkan akibat ulah keduanya terkait pengadaan CSRT, merugikan negara hingga hampir Rp180 miliar.
"Diduga dalam proyek ini telah terjadi kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sekitar sejumlah Rp179,1 miliar," ujar Lili dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/1/2021).
Lili menjelaskan dalam konstruksi perkaranya, pada tahun 2015, Badan Informasi dan Geospasial (BIG) melaksanakan kerjasama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dalam Pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT).
Sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, Priyadi dan Muchlis diduga telah bersepakat untuk melakukan rekayasa yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang di tentukan oleh Pemerintah.
(Baca: Disidik KPK, Pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi BIG Diduga Dikorupsi)
Sebelum proyek mulai berjalan telah diadakan beberapa pertemuan dan koordinasi yang intensif dengan pihak-pihak tertentu di LAPAN dan perusahaan calon rekanan yang telah di tentukan sebelumnya yaitu PT Ametis Indogeo Prakarsa (AIP), dan PT Bhumi Prasaja (BP) untuk membahas persiapan pengadaan CSRT.
"Atas perintah para tersangka, penyusunan berbagai dokumen KAK (Kerangka Acuan Kerja) sebagai dasar pelaksanaan CSRT langsung melibatkan PT AIP dan PT BP agar “mengunci” spesifikasi dari peralatan CSRT tersebut," kata Lili.
Tidak hanya itu proses pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka juga diduga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses quality control (QC).
Dalam kasus ini kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Komsi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan keduanya bertanggung jawab dalam korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT), sebuah proyek ini merupakan kerja sama BIG dengan Lapan pada tahun 2015.
(Baca: Mantan Kepala BIG Tersangka Korupsi Pengadaan Citra Satelit)
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengungkapkan akibat ulah keduanya terkait pengadaan CSRT, merugikan negara hingga hampir Rp180 miliar.
"Diduga dalam proyek ini telah terjadi kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sekitar sejumlah Rp179,1 miliar," ujar Lili dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/1/2021).
Lili menjelaskan dalam konstruksi perkaranya, pada tahun 2015, Badan Informasi dan Geospasial (BIG) melaksanakan kerjasama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dalam Pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT).
Sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, Priyadi dan Muchlis diduga telah bersepakat untuk melakukan rekayasa yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang di tentukan oleh Pemerintah.
(Baca: Disidik KPK, Pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi BIG Diduga Dikorupsi)
Sebelum proyek mulai berjalan telah diadakan beberapa pertemuan dan koordinasi yang intensif dengan pihak-pihak tertentu di LAPAN dan perusahaan calon rekanan yang telah di tentukan sebelumnya yaitu PT Ametis Indogeo Prakarsa (AIP), dan PT Bhumi Prasaja (BP) untuk membahas persiapan pengadaan CSRT.
"Atas perintah para tersangka, penyusunan berbagai dokumen KAK (Kerangka Acuan Kerja) sebagai dasar pelaksanaan CSRT langsung melibatkan PT AIP dan PT BP agar “mengunci” spesifikasi dari peralatan CSRT tersebut," kata Lili.
Tidak hanya itu proses pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka juga diduga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses quality control (QC).
Dalam kasus ini kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(muh)