DPR Berhalangan Hadir, MK Tunda Sidang UU Cipta Kerja yang Digugat 3 Advokat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menunda sidang lanjutan uji materiil perkara Nomor: 108/PUU-XVIII/2020 atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ( UU Cipta Kerja ) yang dimohonkan tiga orang advokat. Penundaan sidang karena DPR berhalangan hadir dan atas permintaan kuasa Presiden.
Tiga advokat yang menjadi pemohon yakni Ignatius Supriyadi (Pemohon I), Sidik (Pemohon II), dan Janteri (Pemohon III). Rencananya pada Selasa (19/1/2021) ini MK menggelar sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Presiden.
Saat persidangan, dari kuasa Presiden (pemerintah) hadir sejumlah orang. Mereka yakni Kepala Biro Hukum Kemenko Perekonomian I Ketut Hadi Priatna, Kepala Biro Hukum Kementerian PUPR Putranta Setyanugraha, Yuli Nuryanti dari Kementerian PUPR, Kepala Biro Advokasi Kementerian Keuangan Tio Serepina Siahaan, dan Lusia Dameria dari Kementerian Keuangan.
Kemudian, Irfan Pulungan dari Kantor Staf Presiden (KSP) Fajrimei A Gofar dari KSP, Asdep pada Kementerian Sekretariat Negara Budi Setiawati, Direktur Litigasi Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Ardiansyah, Rahadi Aji, dan Erwin Fauzi dari Kementerian Hukum dan HAM.
"Dari DPR berhalangan hadir karena bertepatan dengan jadwal sidang DPR, ada surat pemberitahuan. Agenda persidangan hari ini adalah untuk mendengar Keterangan DPR dan Keterangan Presiden. DPR berhalangan. Ya, silakan dari Kuasa Presiden," kata Ketua MK Anwar Usman saat persidangan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (19/1/2021).
I Ketut Hadi Priatna mengatakan, pihaknya mewakili kuasa dari pemerintah menyampaikan permohonan penundaan sidang. Pasalnya kata Hadi, tim Pemerintah masih memerlukan waktu untuk melakukan pendalaman materi permohonan judicial review. "Mohon perkenaan Yang Mulia kiranya berkenan untuk memberikan penundaan selama satu minggu Yang Mulia," kata Hadi.
Baca Juga: UU Cipta Kerja Produk Hukum yang Positif untuk Kemaslahatan Rakyat
Ketua MK Anwar Usman kemudian menyampaikan ke pemohon yakni Ignatius Supriyadi yang hadir saat persidangan bahwa pihak DPR tidak hadir dan kuasa Presiden minta penundaan persidangan karena masih memerlukan waktu untuk pendalaman materi dari permohonan pemohon.
Hakim konstitusi Anwar mengatakan, karena MK akan melaksanakan sidang Pilkada mulai 26 Januari hingga 24 Maret, maka kemungkinan waktu dari rentang waktu tersebut dipergunakan untuk sidang Pilkada.
"Namun demikian untuk Kuasa Presiden maupun DPR dipersilakan untuk menyampaikan keterangan tertulis nanti walaupun untuk jadwal persidangan yang pasti belum bisa disampaikan pada hari ini dan nanti akan disampaikan oleh Panitera dalam kesempatan berikutnya melalui surat pemberitahuan secara resmi. Demikian, Pemohon, ya. Jelas?," ungkapnya.
Ignatius Supriyadi menyatakan, jika diperkenankan sesuai dengan permohonan pihaknya ingin segera diputuskan MK. Mengingat kata dia, saat ini edang disusun berbagai macam peraturan pelaksanaan atas UU Ciptaker. Dalam pemahaman pemohon, ujar Ignatius, jika tidak segera ada keputusan mengenai perkara ini, tentunya nanti akan berimbas atau berakibat kepada peraturan pelaksanaan yang pemahaman pemohon akan menimbulkan ketidakpastian atau mungkin kekacauan.
"Karena dalam beberapa pasal yang kami mohonkan telah jelas bahwa terdapat kesalahan rujukan dan juga materi yang memang secara kasat mata itu keliru. Sehingga perlu segera untuk memutuskan oleh Mahkamah Konstitusi, Yang Mulia, untuk menentukan apakah memang itu bertentangan dengan undang-undang (UUD 1945, red)? Sehingga nantinya peraturan pelaksanaan itu dapat selaras dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi. Demikian, Yang Mulia. Mohon pertimbangan, Yang Mulia," ujar Ignatius.
Hakim konstitusi Anwar mengatakan, permohonan yang disampaikan Ignatius Supriyadi tersebut dicatat dan nanti akan dibahas lebih lanjut oleh majelis melalui pleno. Tetapi ungkap dia, yang pasti bahwa Presiden dan DPR harus segera siap-siap memberikan tanggapan termasuk Permohonan Pemohon tadi. "Ya, baik. Dengan demikian, sidang selesai dan ditutup," katanya.
Tiga advokat yang menjadi pemohon yakni Ignatius Supriyadi (Pemohon I), Sidik (Pemohon II), dan Janteri (Pemohon III). Rencananya pada Selasa (19/1/2021) ini MK menggelar sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Presiden.
Saat persidangan, dari kuasa Presiden (pemerintah) hadir sejumlah orang. Mereka yakni Kepala Biro Hukum Kemenko Perekonomian I Ketut Hadi Priatna, Kepala Biro Hukum Kementerian PUPR Putranta Setyanugraha, Yuli Nuryanti dari Kementerian PUPR, Kepala Biro Advokasi Kementerian Keuangan Tio Serepina Siahaan, dan Lusia Dameria dari Kementerian Keuangan.
Kemudian, Irfan Pulungan dari Kantor Staf Presiden (KSP) Fajrimei A Gofar dari KSP, Asdep pada Kementerian Sekretariat Negara Budi Setiawati, Direktur Litigasi Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Ardiansyah, Rahadi Aji, dan Erwin Fauzi dari Kementerian Hukum dan HAM.
"Dari DPR berhalangan hadir karena bertepatan dengan jadwal sidang DPR, ada surat pemberitahuan. Agenda persidangan hari ini adalah untuk mendengar Keterangan DPR dan Keterangan Presiden. DPR berhalangan. Ya, silakan dari Kuasa Presiden," kata Ketua MK Anwar Usman saat persidangan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (19/1/2021).
I Ketut Hadi Priatna mengatakan, pihaknya mewakili kuasa dari pemerintah menyampaikan permohonan penundaan sidang. Pasalnya kata Hadi, tim Pemerintah masih memerlukan waktu untuk melakukan pendalaman materi permohonan judicial review. "Mohon perkenaan Yang Mulia kiranya berkenan untuk memberikan penundaan selama satu minggu Yang Mulia," kata Hadi.
Baca Juga: UU Cipta Kerja Produk Hukum yang Positif untuk Kemaslahatan Rakyat
Ketua MK Anwar Usman kemudian menyampaikan ke pemohon yakni Ignatius Supriyadi yang hadir saat persidangan bahwa pihak DPR tidak hadir dan kuasa Presiden minta penundaan persidangan karena masih memerlukan waktu untuk pendalaman materi dari permohonan pemohon.
Hakim konstitusi Anwar mengatakan, karena MK akan melaksanakan sidang Pilkada mulai 26 Januari hingga 24 Maret, maka kemungkinan waktu dari rentang waktu tersebut dipergunakan untuk sidang Pilkada.
"Namun demikian untuk Kuasa Presiden maupun DPR dipersilakan untuk menyampaikan keterangan tertulis nanti walaupun untuk jadwal persidangan yang pasti belum bisa disampaikan pada hari ini dan nanti akan disampaikan oleh Panitera dalam kesempatan berikutnya melalui surat pemberitahuan secara resmi. Demikian, Pemohon, ya. Jelas?," ungkapnya.
Ignatius Supriyadi menyatakan, jika diperkenankan sesuai dengan permohonan pihaknya ingin segera diputuskan MK. Mengingat kata dia, saat ini edang disusun berbagai macam peraturan pelaksanaan atas UU Ciptaker. Dalam pemahaman pemohon, ujar Ignatius, jika tidak segera ada keputusan mengenai perkara ini, tentunya nanti akan berimbas atau berakibat kepada peraturan pelaksanaan yang pemahaman pemohon akan menimbulkan ketidakpastian atau mungkin kekacauan.
"Karena dalam beberapa pasal yang kami mohonkan telah jelas bahwa terdapat kesalahan rujukan dan juga materi yang memang secara kasat mata itu keliru. Sehingga perlu segera untuk memutuskan oleh Mahkamah Konstitusi, Yang Mulia, untuk menentukan apakah memang itu bertentangan dengan undang-undang (UUD 1945, red)? Sehingga nantinya peraturan pelaksanaan itu dapat selaras dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi. Demikian, Yang Mulia. Mohon pertimbangan, Yang Mulia," ujar Ignatius.
Hakim konstitusi Anwar mengatakan, permohonan yang disampaikan Ignatius Supriyadi tersebut dicatat dan nanti akan dibahas lebih lanjut oleh majelis melalui pleno. Tetapi ungkap dia, yang pasti bahwa Presiden dan DPR harus segera siap-siap memberikan tanggapan termasuk Permohonan Pemohon tadi. "Ya, baik. Dengan demikian, sidang selesai dan ditutup," katanya.
(abd)