Pencopotan Arief Budiman Bisa Bikin KPU-DKPP Terus Bersitegang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Putusan Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilu (DKPP) yang mencopot Arief Budiman dari jabatannya sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) disebut sebagai preseden tidak baik alias preseden buruk.
"Tentu ini preseden yang tidak baik. Ada ketegangan berterusan antara KPU dan DKPP," ujar anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali kepada SINDOnews, di Jakarta, Senin (18/1/2021).
Mardani berpandangan, jika berkaitan dengan penegakkan hukum dan etika maka DKPP tentu punya independensi. Tapi menurut dia, yang bisa ditempuh dalam konteks kasus Arief harusnya lebih dahulu ada dialog dan komunikasi antara kedua belah pihak.
"Dialog dan komunikasi bisa juga dijalankan agar semua penyelenggara pemilu dapat amanah menunaikan tugasnya," paparnya.
Dia mengungkapkan, berdasarkan pengakuan Arief Budiman jelas bahwa kehadirannya menemani Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik saat menggugat putusan DKPP di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam kapasitas Arief sebagai pribadi.
Di sisi yang berbeda, Mardani mengapresiasi KPU yang langsung menjalankan putusan DKPP untuk kasus Novida dan Arief. "Arief menyatakan hadir mewakili pribadi. KPU sendiri taat ketika keputusan DKPP keluar unruk kasus Novida dan kasus Arief. Langsung di eksekusi," ujar Mardani.
Dia menambahkan, boleh jadi DKPP memiliki alasan lain sehingga memutuskan memberikan peringatan keras kepada Arief dan mencopot Arief dari jabatan sebagai Ketua KPU.
Namun, menurut Mardani, alasan kehadiran Arief menemani Novida Ginting Manik saat menggugat putusan DKPP di PTUN Jakarta bukan merupakan tindakan melawan DKPP.
"DKPP boleh jadi punya alasan lain. Kalau alasan kehadiran mestinya tidak bisa dianggap melawan DKPP," ucapnya.
"Tentu ini preseden yang tidak baik. Ada ketegangan berterusan antara KPU dan DKPP," ujar anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali kepada SINDOnews, di Jakarta, Senin (18/1/2021).
Mardani berpandangan, jika berkaitan dengan penegakkan hukum dan etika maka DKPP tentu punya independensi. Tapi menurut dia, yang bisa ditempuh dalam konteks kasus Arief harusnya lebih dahulu ada dialog dan komunikasi antara kedua belah pihak.
"Dialog dan komunikasi bisa juga dijalankan agar semua penyelenggara pemilu dapat amanah menunaikan tugasnya," paparnya.
Dia mengungkapkan, berdasarkan pengakuan Arief Budiman jelas bahwa kehadirannya menemani Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik saat menggugat putusan DKPP di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam kapasitas Arief sebagai pribadi.
Di sisi yang berbeda, Mardani mengapresiasi KPU yang langsung menjalankan putusan DKPP untuk kasus Novida dan Arief. "Arief menyatakan hadir mewakili pribadi. KPU sendiri taat ketika keputusan DKPP keluar unruk kasus Novida dan kasus Arief. Langsung di eksekusi," ujar Mardani.
Dia menambahkan, boleh jadi DKPP memiliki alasan lain sehingga memutuskan memberikan peringatan keras kepada Arief dan mencopot Arief dari jabatan sebagai Ketua KPU.
Namun, menurut Mardani, alasan kehadiran Arief menemani Novida Ginting Manik saat menggugat putusan DKPP di PTUN Jakarta bukan merupakan tindakan melawan DKPP.
"DKPP boleh jadi punya alasan lain. Kalau alasan kehadiran mestinya tidak bisa dianggap melawan DKPP," ucapnya.
(dam)