Kebijakan Kemenhub soal Kursi Pesawat Tak Bakal Dongkrak Penumpang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan Kementerian Perhubungan ( Kemenhub ) mengizinkan pesawat komersil bisa diisi penuh penumpang dianggap kontraproduktif di tengah kasus Covid-19 yang meningkat.
Pada masa pandemi Covid-19, maskapai hanya diperbolehkan memuat 70 persen penumpang untuk setiap pesawatnya. Namun, saat pemerintah menerapkan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), Kemenhub malah melonggarkan aturan. Lewat Surat Edaran Kemenhub Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Petunjuk Pelaksana Perjalanan Orang Dalam Negeri, maskapai bisa memuat pesawat secara maksimal.
(Baca: DPR Harap Mutu Pelayanan dan Keselamatan Penerbangan Jadi Perhatian)
Maskapai hanya perlu mengosong tiga baris kursi untuk karantina penumpang yang terindikasi Covid-19. Tentu saja, penumpang harus menunjukan hasil tes rapid antigen dan polymerase chain reaction (PCR) dengan hasil negatif. Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan seharusnya yang dilakukan adalah mengurangi jumlah penumpang.
(Baca juga : Pakistan Pamer Kemampuan Tempur, Hendak Gentarkan India )
Saat ini, kasus positif Covid-19 sudah beberapa kali melewati 10.000 per hari. Kebijakan ini, menurutnya, terlihat malah membebaskan. Yang dikhawatirkan, ada orang tanpa gejala (OTG) yang lolos. Beberapa kali, penumpang yang dites Covid-19 secara acak di bandara tujuan terkonfirmasi positif.
(Baca Juga: Disiksa Hampir Mati, Pria Turki yang Dipenjara di UEA Minta Tolong PBB
Baca juga :
Beberapa waktu lalu, Pemprov Kalimantan Barat melarang maskapai AirAsia dan Batik Air terbang ke Pontianak. Sebab, pesawat kedua maskapai membawa penumpang yang positif Covid-19. Trubus menyoroti rapid test antigen yang hasilnya tidak 100 persen akurat.
“Kalau dites antigen itu tidak menjamin bahwa yang bersangkutan bebas Covid-19. Masalahnya, virusnya sendiri bermutasi. Orang-orang yang tanpa gejala dan terpapar (kemungkinan) masuk ke dalam. Penularannya akan tinggi. Satu orang terpapar bisa menularkan satu pesawat,” ujarnya saat dihubungi SINDONews, Selasa (12/1/2021).
Pada masa pandemi Covid-19, maskapai hanya diperbolehkan memuat 70 persen penumpang untuk setiap pesawatnya. Namun, saat pemerintah menerapkan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), Kemenhub malah melonggarkan aturan. Lewat Surat Edaran Kemenhub Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Petunjuk Pelaksana Perjalanan Orang Dalam Negeri, maskapai bisa memuat pesawat secara maksimal.
(Baca: DPR Harap Mutu Pelayanan dan Keselamatan Penerbangan Jadi Perhatian)
Maskapai hanya perlu mengosong tiga baris kursi untuk karantina penumpang yang terindikasi Covid-19. Tentu saja, penumpang harus menunjukan hasil tes rapid antigen dan polymerase chain reaction (PCR) dengan hasil negatif. Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan seharusnya yang dilakukan adalah mengurangi jumlah penumpang.
(Baca juga : Pakistan Pamer Kemampuan Tempur, Hendak Gentarkan India )
Saat ini, kasus positif Covid-19 sudah beberapa kali melewati 10.000 per hari. Kebijakan ini, menurutnya, terlihat malah membebaskan. Yang dikhawatirkan, ada orang tanpa gejala (OTG) yang lolos. Beberapa kali, penumpang yang dites Covid-19 secara acak di bandara tujuan terkonfirmasi positif.
(Baca Juga: Disiksa Hampir Mati, Pria Turki yang Dipenjara di UEA Minta Tolong PBB
Baca juga :
Beberapa waktu lalu, Pemprov Kalimantan Barat melarang maskapai AirAsia dan Batik Air terbang ke Pontianak. Sebab, pesawat kedua maskapai membawa penumpang yang positif Covid-19. Trubus menyoroti rapid test antigen yang hasilnya tidak 100 persen akurat.
“Kalau dites antigen itu tidak menjamin bahwa yang bersangkutan bebas Covid-19. Masalahnya, virusnya sendiri bermutasi. Orang-orang yang tanpa gejala dan terpapar (kemungkinan) masuk ke dalam. Penularannya akan tinggi. Satu orang terpapar bisa menularkan satu pesawat,” ujarnya saat dihubungi SINDONews, Selasa (12/1/2021).