Insiden Sriwijaya Air SJ 182 Harus Jadi Dasar Evaluasi Seluruh Maskapai
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kabar duka dari dunia penerbangan kembali terdengar. Kali ini akibat jatuhnya pesawat Boeing 737-500 Sriwijaya Air rute Jakarta-Pontianak dengan nomor penerbangan SJ-182 yang hilang kontak pada hari Sabtu 9 Januari 2021 pukul 14.40 WIB.
Pesawat yang berisi 50 penumpang dan 12 orang kru tersebut di perkirakan jatuh antara Pulau Laki dan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Atas kejadian ini, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) turut menyatakan duka-cita dan keprihatinan yang mendalam atas kejadian yang menimpa penerbangan Sriwijaya Air SJY 182.
(Baca juga: Sriwijaya Air Jatuh, Indonesia Bisa Dicap Tak Serius soal Keamanan Penerbangan)
"Selain itu, Fraksi PKS juga berharap operasi SAR dapat berjalan lancar yang diprioritaskan untuk evakuasi korban, setelah itu baru fokus kepada pencarian kotak hitam pesawat," ujar Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama dalam keterangannya, Minggu (10/1/2021).
(Baca Juga : Deretan Kecelakaan Pesawat Paling Tragis di Tanah Air Sejak 1997 Silam )
Suryadi menambahkan, jatuhnya pesawat itu tentunya berpotensi memukul lebih jauh industri transportasi udara yang sudah mengalami penurunan sejak adanya pandemi COVID-19 ini. Oleh sebab itu, kata dia, evakuasi korban yang diikuti dengan recovery kotak hitam pesawat harus dilakukan secara cepat.
Hal tersebut, kata dia, agar proses investigasi terhadap penyebab jatuhnya pesawat dapat segera dilakukan dan rekomendasi perbaikan dari KNKT dapat segera diberikan untuk menghindari kecelakaan lainnya. Apalagi, lanjut dia, beberapa waktu lalu Boeing sempat mengeluarkan peringatan terkait pesawat Boeing 737-500 yang telah diparkir selama tujuh hari berturut-turut rawan mengalami mati mesin di udara akibat korosi pada katup udaranya.
Selain itu, dia mengungkapkan perangkat ELT yang tidak memancarkan sinyal menjadi pertanyaan selanjutnya yang harus dijawab dalam investigasi, sebab perangkat ini seharusnya berfungsi secara otomatis ketika terjadi benturan atau apabila terendam air. "Semua ini harus dapat dipertanggungjawabkan dan dibuktikan oleh pihak maskapai bahwa terhadap pesawat tersebut telah dilakukan perawatan sebagaimana mestinya," jelasnya.
Walaupun, sambung dia, tentunya faktor-faktor lainnya seperti faktor cuaca juga harus diinvestigasi apakah turut berkonstribusi terhadap kecelakaan itu. Karena, dia mengatakan, biasanya kecelakaan pesawat merupakan rangkaian dari beberapa kejadian, sehingga tidak disebabkan oleh satu faktor saja. (Baca juga:Laporan Investigasi Sementara KNKT Ihwal Kecelakaan Sriwijaya Air SJ-182)
Selain itu, menurut dia, faktor kebijakan atau regulasi juga tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kejadian ini. "Telah banyak contoh ketidaktegasan Pemerintah terhadap maskapai penerbangan, misalnya terkait masalah kompensasi kecelakaan pesawat Lion Air JT610 yang tidak kunjung selesai hingga terjadinya kecelakaan lain pada hari ini adalah salah satu contoh lemahnya kontrol pemerintah terhadap maskapai," tuturnya.
Pesawat yang berisi 50 penumpang dan 12 orang kru tersebut di perkirakan jatuh antara Pulau Laki dan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Atas kejadian ini, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) turut menyatakan duka-cita dan keprihatinan yang mendalam atas kejadian yang menimpa penerbangan Sriwijaya Air SJY 182.
(Baca juga: Sriwijaya Air Jatuh, Indonesia Bisa Dicap Tak Serius soal Keamanan Penerbangan)
"Selain itu, Fraksi PKS juga berharap operasi SAR dapat berjalan lancar yang diprioritaskan untuk evakuasi korban, setelah itu baru fokus kepada pencarian kotak hitam pesawat," ujar Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama dalam keterangannya, Minggu (10/1/2021).
(Baca Juga : Deretan Kecelakaan Pesawat Paling Tragis di Tanah Air Sejak 1997 Silam )
Suryadi menambahkan, jatuhnya pesawat itu tentunya berpotensi memukul lebih jauh industri transportasi udara yang sudah mengalami penurunan sejak adanya pandemi COVID-19 ini. Oleh sebab itu, kata dia, evakuasi korban yang diikuti dengan recovery kotak hitam pesawat harus dilakukan secara cepat.
Hal tersebut, kata dia, agar proses investigasi terhadap penyebab jatuhnya pesawat dapat segera dilakukan dan rekomendasi perbaikan dari KNKT dapat segera diberikan untuk menghindari kecelakaan lainnya. Apalagi, lanjut dia, beberapa waktu lalu Boeing sempat mengeluarkan peringatan terkait pesawat Boeing 737-500 yang telah diparkir selama tujuh hari berturut-turut rawan mengalami mati mesin di udara akibat korosi pada katup udaranya.
Selain itu, dia mengungkapkan perangkat ELT yang tidak memancarkan sinyal menjadi pertanyaan selanjutnya yang harus dijawab dalam investigasi, sebab perangkat ini seharusnya berfungsi secara otomatis ketika terjadi benturan atau apabila terendam air. "Semua ini harus dapat dipertanggungjawabkan dan dibuktikan oleh pihak maskapai bahwa terhadap pesawat tersebut telah dilakukan perawatan sebagaimana mestinya," jelasnya.
Walaupun, sambung dia, tentunya faktor-faktor lainnya seperti faktor cuaca juga harus diinvestigasi apakah turut berkonstribusi terhadap kecelakaan itu. Karena, dia mengatakan, biasanya kecelakaan pesawat merupakan rangkaian dari beberapa kejadian, sehingga tidak disebabkan oleh satu faktor saja. (Baca juga:Laporan Investigasi Sementara KNKT Ihwal Kecelakaan Sriwijaya Air SJ-182)
Selain itu, menurut dia, faktor kebijakan atau regulasi juga tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kejadian ini. "Telah banyak contoh ketidaktegasan Pemerintah terhadap maskapai penerbangan, misalnya terkait masalah kompensasi kecelakaan pesawat Lion Air JT610 yang tidak kunjung selesai hingga terjadinya kecelakaan lain pada hari ini adalah salah satu contoh lemahnya kontrol pemerintah terhadap maskapai," tuturnya.