Blusukan Risma yang Memunculkan Pro Kontra

Minggu, 10 Januari 2021 - 15:15 WIB
loading...
Blusukan Risma yang Memunculkan Pro Kontra
Mensos Tri Rismaharini. Foto/Arif Julianto
A A A
JAKARTA - Blusukan yang dilakukan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini atau Risma di wilayah Jakarta menuai pro dan kontra netizen di media sosial. Apakah gaya-gaya blusukan, seperti yang dilakukan Risma dan juga Joko Widodo (Jokowi), masih disukai masyarakat?

(Baca juga : Berpotensi Nyapres di 2024, Empat Perempuan Ini Akan Ikuti Jejak Megawati? )

"Ya, karena memang masyarakat itu suka ketemu langsung dengan calon pemimpin yang dinilai akan maju," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno kepada SINDOnews, Jumat (8/1/2021).

Menurut Adi, dari dulu masyarakat lebih suka bertemu langsung dengan calon pemimpin atau calon presiden. "Ya diskusi, ketemu Presiden dianggap dekat dengan mereka. Cuma kan yang bisa menerjemahkan blusukan itu Jokowi. Terlepas membangun citra atau tidak, langsung turun ke got, ke gorong-gorong," katanya.

( ).

Blusukan Risma yang Memunculkan Pro Kontra

Dia berpendapat, blusukan Jokowi adalah suatu tipe kepemimpinan yang nyaris tidak pernah terlihat pada pemimpin sebelumnya. "Ini bukan soal blusukan enggak blusukan. Tapi intinya, masyarakat itu memang suka sama calon pemimpin yang bisa bertemu langsung dengan mereka lah kira-kira," imbuhnya.

(Baca juga : PKS Calonkan Kader Sendiri di Pilpres 2024, Mungkinkah? )

Lebih lanjut dia mengatakan, blusukan itu adalah hikmah dari demokrasi. "Agar elite kakinya itu nyentuh ke tanah, tidak berjarak dengan masyarakat. Kan selama ini masyarakat sama elite berjarak, dengan demokrasi ini kan elite ini dipaksa untuk merakyat, elite ini dipaksa untuk turun ke bawah, kalau enggak turun ke bawah enggak dipilih sekarang," tuturnya.

( ).

Dia menambahkan, dari sekian ratusan ribu model dan metode kampanye, yang paling disukai masyarakat itu bertemu langsung dengan calon. "Ini yang kemudian bisa menjelaskan kenapa blusukan itu paling banyak diminati," pungkasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menuturkan bahwa orientasi ketertarikan publik sudah tidak lagi bernilai harapan. "Berbeda dengan saat awal popularitas blusukan dibawa Jokowi tempo lalu, hari ini orientasinya sudah mobilisasi politik, dan blusukan hanya sebatas ilustrasi kepedulian, bukan kepedulian yang benar-benar terjadi. Terlebih jika tidak berdampak kepada masyarakat," ujar Dedi Kurnia Syah secara terpisah.

(Baca juga : Cinta Pandangan Pertama, Pertemuan Georgina dan Ronaldo Mirip Sinetron )

Dedi menambahkan, pasca-Pilpres 2019 sampai saat ini, loyalis tokoh potensial masih tersegmentasi, antara pro Jokowi beserta afiliasinya dan penolak Jokowi. "Dalam kondisi ini blusukan tidak lagi signifikan, tentu karena faktor kelelahan publik atau kebosanan terhadap simbol kepedulian melalui blusukan yang tidak berdampak," pungkasnya.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1387 seconds (0.1#10.140)