Reshuffle, Antara Performa Pemerintah dan Dilema Demokrasi

Jum'at, 08 Januari 2021 - 06:10 WIB
loading...
A A A
Dilema bagi Demokrasi
Meski performa pemerintah bisa saja terdongkrak dengan kehadiran sebelas figur di pucuk pimpinan kementerian, terdapat persoalan terkait dengan substansi demokrasi kita. Sebagaimana diketahui bahwa kualitas demokrasi kita saat ini tengah mendapat sorotan tajam, terutama sekali terkait dengan penguatan oligarki dan elitisme yang cenderung mengerdilkan kelompok-kelompok (kritis) di luar pemerintahan.

Bergabungnya mantan calon wakil presiden Sandiaga Uno atas undangan presiden membuka pintu yang semakin luas bagi terciptanya sebuah koalisi turah yang melibatkan mayoritas partai dalam pemerintahan Jokowi. Fenomena ini seperti mengulang saja apa yang terjadi pada pemerintahan Gus Dur, Megawati, maupun SBY. Sebuah “Revolusi Mental” yang dulu dibayangkan ternyata tidak terjadi.

Dengan situasi kekuasaan cenderung terpusat dan melibatkan banyak partai sebuah potensi politik kartel terbuka lebar. Esensi politik kartel adalah sebuah pemerintahan di mana nilai-nilai ideologis dalam komunitas kartel itu demikian cair--bahkan bisa bertransformasi secara pragmatis--dan setiap kalangan yang terlibat di dalamnya bergerak saling mendukung dan melindungi (Katz dan Mair, 1994). Dalam situasi seperti ini, sistem pemerintahan kita berpotensi menciptakan sebuah tatanan politik tanpa kontrol yang efektif atau terabaikan.

Selain itu, dengan bergabungnya Sandiaga, maka menguaplah salah satu elemen potensial kalangan oposisi bagi pemerintahan. Dalam situasi ketika oligarki semakin menguat, maka kondisi ini akan memperburuk keadaan. Apalagi terdapat figur menteri yang memiliki catatan keras dengan kelompok-kelompok agama yang selama ini memiliki posisi sebagai oposisi kritis bagi pemerintah.

Di satu sisi, situasi semacam ini akan membawa pada stabilitas politik dan pemerintahan. Namun, di sisi lain juga akan berpotensi melemahkan checks and balances dan eksistensi kalangan kritis. Ini sungguh merupakan dilema bagi demokrasi yang sehat. Lebih dari itu, situasi ini juga akan menjadi preseden bagi sebentuk kehidupan politik elektoral yang tidak bisa dipercaya, di mana pilpres hanya sekadar “ritual demokrasi prosedural” yang berujung sia-sia (in vain).

Dengan berbagai situasi saat ini, berikut potensinya di masa datang, kehidupan demokrasi kita khususnya dari sisi substansi akan terus mendapat tantangan dan cenderung masih bersifat ritual. Hal ini terutama mengingat bahwa pada dasarnya berbagai upaya terkait membangun oposisi (sebagai pilar penting demokrasi) akan tetap terbengkalai dengan berbagai alasan pembenarannya.
(bmm)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2718 seconds (0.1#10.140)