Jalan Terjal Anies, Ridwan Kamil, dan Ganjar Menuju Pilpres 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Meski kerap masuk lima besar calon presiden 2024 , tiga gubernur yakni Anies Baswedan , Ridwan Kamil , dan Ganjar Pranowo nampaknya harus melalui jalan terjal untuk dapat tiket Pilpres 2024 . Khusus bagi Anies dan Ridwan Kamil, ada aturan UU yang menyebut tidak akan ada pilkada pada 2022 dan 2023 sehingga membuat keduanya 'menganggur' dan terancam kehilangan panggung.
(Baca juga : Sebelum Rakyat Masuk Kerja di Tahun Baru, Vaksin Covid-19 Sudah Ada di 34 Provinsi )
Diketahui, masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan berakhir pada 2022. Sementara, Ridwan Kamil mengakhiri tugas gubernur Jawa Barat pada 2023. Pada tahun 2023 pula, Ganjar Pranowo akan mengakhiri masa tugasnya di periode kedua sebagai gubernur Jawa Tengah.
(Baca juga : Menjelang Sakaratul Maut, Khalifah Umar Memanggil Calon Penggantinya )
Soal Anies dan Ridwan Kamil, aturan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 bisa jadi menghambat laju keduanya menuju Pilpres 2024. Dalam Pasal 201 ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang disebutkan bahwa 'Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Wali kota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024'.
( ).
Sebelumnya, di Pasal 201 ayat (8) disebutkan bahwa 'Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024'.
Dan, di Pasal 201 ayat (10) disebutkan bahwa 'Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.
(Baca juga : 5 Fakta Pernikahan Sabina Altynbekova, Mulai Ucapkan Bismillah hingga Rahasiakan Identitas Suami )
Jika tak ada perubahan aturan terkait, tentu saja hal ini membuat Anies dan Ridwan Kamil terancam 'menganggur' dan tak lagi punya panggung politik gratis. Namun, jika ada perubahan aturan yang memungkinkan digelarnya pilkada pada 2022 dan 2023, keduanya berpeluang kembali punya panggung jelang Pilpres 2024 , dengan syarat memenangi pertarungan di pilkada tersebut.
Beberapa waktu lalu, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan, merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota, pada tahun 2021, 2022, dan 2023 tidak akan ada pilkada. Kata dia, pilkada serentak total baru dilaksanakan November 2024, seusai Pemilu April tahun yang sama.
"Jadi tidak ada pilkada pada tahun 2022 dan 2023 jika melihat peraturan yang ada di UU Nomor 10 tahun 2016. Artinya tidak ada pilkada gubernur di daerah strategis seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur," ujar Qodari menjawab pertanyaan moderator tentang dinamika politik 2021 dalam webinar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang bertajuk 'Indonesia’s Economic and Political Outlook 2021', Kamis (17/12/2020).
Akan tetapi, lanjut dia, kemungkinan di tahun 2021 akan ada pembahasan mengenai revisi Undang-undang (UU) Pilkada dan Pemilu oleh DPR. Isu yang akan dibahas di antaranya terkait kemungkinan akan diadakan lagi pilkada tahun 2022 dan 2023.
Untuk diketahui, DPR RI saat ini tengah membahas RUU Pemilu yang kemungkinan berdampak pada pencabutan sejumlah UU terkait kepemiluan, termasuk UU Nomor 10 Tahun 2016.
Terlepas dari aturan di atas, tak dipungkiri saat ini panggung politik Ganjar, Anies, dan Ridwan Kamil terbuka lebar karena ketiganya masih menyandang status sebagai kepala daerah. Terlebih, kinerja kepala daerah di masa pandemi Covid-19 kerap menjadi sorotan publik. Tapi, di saat bersamaan juga mendapat durian runtuh berupa insentif elektoral.
( ).
Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Fadhli Harahab menyatakan bahwa panggung politik nasional bagi kepala daerah cukup terbuka lebar saat ini. Fadhli menduga, era ini sudah dimulai sejak Joko Widodo (Jokowi) berhasil ke panggung nasional sebagai Presiden dengan 'jembatan' menjadi Gubernur DKI Jakarta.
"Jadi menurutku nggak seekstrem-ekstrem amat mereka (Ganjar, Anies, dan Ridwan Kamil) bakal nganggur, nggak punya panggung politik, kalau sudah berhenti (jadi gubernur). Malah ketiganya punya banyak waktu (untuk) manuver, mengukur, menjaga ritme elektoral mereka," ujar Fadhli kepada SINDOnews, Kamis (31/12/2020).
Fadhli meyakini, Ganjar, Anies, dan Ridwan Kamil akan tetap memiliki daya magnet elektoral bagi partai-partai politik, meski mereka tak lagi mememiliki jabatan politik yang strategis. Ia percaya, kinerja dan klaim keberhasilan ketiganya sebagai kepala daerah akan tetap 'termemori' di ingatan masyarakat.
"Nah, pertanyaannya kemudian siapa yang bisa mengawal, menganalisasi ingatan publik, ya partai politik. Parpol punya fungsi di situ, supaya publik tidak lupa, oh selain ada pemilik partai, ada juga loh Ganjar, Ridwan, Anies. Termasuk nanti potret dari (lembaga) survei yang bantu," ujarnya.
(Baca Juga: Selalu Kalah Jadi Penyebab Prabowo Tak Diminati di Pilpres 2024).
Menurut Fadhli, sejauh ini hanya Ganjar Pranowo yang dapat dikatakan sebagai kader partai. Sedangkan, Anies dan Ridwan Kamil kemungkinan menjadi rebutan partai politik. "Untuk Ganjar juga harus melewati 'jalan pedang' karena di sana (PDIP) ada Mbak Puan sebagai representasi trah Bung Karno sekaligus anak biologis Megawati. Anies nggak punya partai, tapi Gerindra kalau Prabowo nggak maju lagi ya, kemungkinan dorong Sandi. Ridwan mungkin yang bebas transfer," ujar analis politik asal UIN Jakarta ini.
Sementara itu, Direktur Riset dan Program SUDRA Surya Vandiantara menyatakan, dari kajian dan riset lembaganya figur-figur seperti Ganjar, Anies, dan Ridwan Kamil memiliki peluang tinggi untuk diusung partai politik pada 2024. Hanya saja peluangnya ini 'terklaster' dengan kepala daerah yang lain, beberapa figur di internal menteri kabinet Jokowi, serta tokoh parpol.
"Jangan lupa fenomena munculnya pengusaha muda, tajir lalu terjun ke politik, kalo kita menyebutnya plutokrasi atau 'crazy rich' juga kadang mengalienasi figur-figur populer. Kita nggak nyangka kan, tahun 2019 Sandi berpasangan dengan Prabowo. Lalu sekarang banyak 'crazy rich' yang gabung kabinet," ujar Surya.
(Baca juga : Sewa Villa Ratusan Miliar, Neymar Bakal Gelar Pesta Tahun Baru Bareng Model? )
Kembali ke soal peluang Ganjar, Anies, dan Ridwan Kamil, menurutnya panggung politik ketiga kepala daerah itu cukup terbuka lebar. Ia melihat, Ganjar akan tetap menjadi pilihan utama PDI Perjuangan di 2024. Tapi, jika akhirnya restu Megawati tak diberikan kepadanya, Ganjar diyakini tak akan berpindah perahu atau parpol.
"Ganjar ini bukan setahun dua tahun di partai. Jadi secara idelogis dia cukup kuat. Pilihan PDIP ke dia karena partai ini tak bisa menyangkal bahwa elektabilitas Ganjar di puncak klasmen," katanya.
Menurut Surya, kondisi yang dialami Ganjar ini justru berbanding terbalik dengan Anies Baswedan dan Ridwan Kamil. Kedua tokoh ini harus kerja keras untuk merebut simpati partai politik.
"Anies yang paling realistis ya diusung PKS, karena Gerindra ada Prabowo dan Sandi. Tapi PKS itu kursinya nggak cukup. Bahkan untuk mencari teman koalisi aja syukur kalau ada yang mau diajak bergabung. Maka kolaborasi era Pak SBY harus dilanjutkan lagi, Demokrat-PKS dan sisir lagi jalinan koalisi yang udah berserakan," katanya.
( ).
Lain cerita dengan Anies, Ridwan Kamil justru punya peluang yang lebih besar. Pria yang akrab disapa Kang Emil berpotensi dilirik Golkar dan Nasdem. "Kalau Golkar biasanya di injury time ketua umumnya legowo. Nasdem apalagi, mereka tak punya figur pilihan, maka yang realistis ya Kang Emil itu. Jadi dari tiga figur ini aja koalisi Pak Jokowi bisa pisah ranjang pas (masuk) tahun politik, 2022 nanti," tandasnya.
(Baca juga : Sebelum Rakyat Masuk Kerja di Tahun Baru, Vaksin Covid-19 Sudah Ada di 34 Provinsi )
Diketahui, masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan berakhir pada 2022. Sementara, Ridwan Kamil mengakhiri tugas gubernur Jawa Barat pada 2023. Pada tahun 2023 pula, Ganjar Pranowo akan mengakhiri masa tugasnya di periode kedua sebagai gubernur Jawa Tengah.
(Baca juga : Menjelang Sakaratul Maut, Khalifah Umar Memanggil Calon Penggantinya )
Soal Anies dan Ridwan Kamil, aturan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 bisa jadi menghambat laju keduanya menuju Pilpres 2024. Dalam Pasal 201 ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang disebutkan bahwa 'Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Wali kota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024'.
( ).
Sebelumnya, di Pasal 201 ayat (8) disebutkan bahwa 'Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024'.
Dan, di Pasal 201 ayat (10) disebutkan bahwa 'Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.
(Baca juga : 5 Fakta Pernikahan Sabina Altynbekova, Mulai Ucapkan Bismillah hingga Rahasiakan Identitas Suami )
Jika tak ada perubahan aturan terkait, tentu saja hal ini membuat Anies dan Ridwan Kamil terancam 'menganggur' dan tak lagi punya panggung politik gratis. Namun, jika ada perubahan aturan yang memungkinkan digelarnya pilkada pada 2022 dan 2023, keduanya berpeluang kembali punya panggung jelang Pilpres 2024 , dengan syarat memenangi pertarungan di pilkada tersebut.
Beberapa waktu lalu, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan, merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota, pada tahun 2021, 2022, dan 2023 tidak akan ada pilkada. Kata dia, pilkada serentak total baru dilaksanakan November 2024, seusai Pemilu April tahun yang sama.
"Jadi tidak ada pilkada pada tahun 2022 dan 2023 jika melihat peraturan yang ada di UU Nomor 10 tahun 2016. Artinya tidak ada pilkada gubernur di daerah strategis seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur," ujar Qodari menjawab pertanyaan moderator tentang dinamika politik 2021 dalam webinar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang bertajuk 'Indonesia’s Economic and Political Outlook 2021', Kamis (17/12/2020).
Akan tetapi, lanjut dia, kemungkinan di tahun 2021 akan ada pembahasan mengenai revisi Undang-undang (UU) Pilkada dan Pemilu oleh DPR. Isu yang akan dibahas di antaranya terkait kemungkinan akan diadakan lagi pilkada tahun 2022 dan 2023.
Untuk diketahui, DPR RI saat ini tengah membahas RUU Pemilu yang kemungkinan berdampak pada pencabutan sejumlah UU terkait kepemiluan, termasuk UU Nomor 10 Tahun 2016.
Terlepas dari aturan di atas, tak dipungkiri saat ini panggung politik Ganjar, Anies, dan Ridwan Kamil terbuka lebar karena ketiganya masih menyandang status sebagai kepala daerah. Terlebih, kinerja kepala daerah di masa pandemi Covid-19 kerap menjadi sorotan publik. Tapi, di saat bersamaan juga mendapat durian runtuh berupa insentif elektoral.
( ).
Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Fadhli Harahab menyatakan bahwa panggung politik nasional bagi kepala daerah cukup terbuka lebar saat ini. Fadhli menduga, era ini sudah dimulai sejak Joko Widodo (Jokowi) berhasil ke panggung nasional sebagai Presiden dengan 'jembatan' menjadi Gubernur DKI Jakarta.
"Jadi menurutku nggak seekstrem-ekstrem amat mereka (Ganjar, Anies, dan Ridwan Kamil) bakal nganggur, nggak punya panggung politik, kalau sudah berhenti (jadi gubernur). Malah ketiganya punya banyak waktu (untuk) manuver, mengukur, menjaga ritme elektoral mereka," ujar Fadhli kepada SINDOnews, Kamis (31/12/2020).
Fadhli meyakini, Ganjar, Anies, dan Ridwan Kamil akan tetap memiliki daya magnet elektoral bagi partai-partai politik, meski mereka tak lagi mememiliki jabatan politik yang strategis. Ia percaya, kinerja dan klaim keberhasilan ketiganya sebagai kepala daerah akan tetap 'termemori' di ingatan masyarakat.
"Nah, pertanyaannya kemudian siapa yang bisa mengawal, menganalisasi ingatan publik, ya partai politik. Parpol punya fungsi di situ, supaya publik tidak lupa, oh selain ada pemilik partai, ada juga loh Ganjar, Ridwan, Anies. Termasuk nanti potret dari (lembaga) survei yang bantu," ujarnya.
(Baca Juga: Selalu Kalah Jadi Penyebab Prabowo Tak Diminati di Pilpres 2024).
Menurut Fadhli, sejauh ini hanya Ganjar Pranowo yang dapat dikatakan sebagai kader partai. Sedangkan, Anies dan Ridwan Kamil kemungkinan menjadi rebutan partai politik. "Untuk Ganjar juga harus melewati 'jalan pedang' karena di sana (PDIP) ada Mbak Puan sebagai representasi trah Bung Karno sekaligus anak biologis Megawati. Anies nggak punya partai, tapi Gerindra kalau Prabowo nggak maju lagi ya, kemungkinan dorong Sandi. Ridwan mungkin yang bebas transfer," ujar analis politik asal UIN Jakarta ini.
Sementara itu, Direktur Riset dan Program SUDRA Surya Vandiantara menyatakan, dari kajian dan riset lembaganya figur-figur seperti Ganjar, Anies, dan Ridwan Kamil memiliki peluang tinggi untuk diusung partai politik pada 2024. Hanya saja peluangnya ini 'terklaster' dengan kepala daerah yang lain, beberapa figur di internal menteri kabinet Jokowi, serta tokoh parpol.
"Jangan lupa fenomena munculnya pengusaha muda, tajir lalu terjun ke politik, kalo kita menyebutnya plutokrasi atau 'crazy rich' juga kadang mengalienasi figur-figur populer. Kita nggak nyangka kan, tahun 2019 Sandi berpasangan dengan Prabowo. Lalu sekarang banyak 'crazy rich' yang gabung kabinet," ujar Surya.
(Baca juga : Sewa Villa Ratusan Miliar, Neymar Bakal Gelar Pesta Tahun Baru Bareng Model? )
Kembali ke soal peluang Ganjar, Anies, dan Ridwan Kamil, menurutnya panggung politik ketiga kepala daerah itu cukup terbuka lebar. Ia melihat, Ganjar akan tetap menjadi pilihan utama PDI Perjuangan di 2024. Tapi, jika akhirnya restu Megawati tak diberikan kepadanya, Ganjar diyakini tak akan berpindah perahu atau parpol.
"Ganjar ini bukan setahun dua tahun di partai. Jadi secara idelogis dia cukup kuat. Pilihan PDIP ke dia karena partai ini tak bisa menyangkal bahwa elektabilitas Ganjar di puncak klasmen," katanya.
Menurut Surya, kondisi yang dialami Ganjar ini justru berbanding terbalik dengan Anies Baswedan dan Ridwan Kamil. Kedua tokoh ini harus kerja keras untuk merebut simpati partai politik.
"Anies yang paling realistis ya diusung PKS, karena Gerindra ada Prabowo dan Sandi. Tapi PKS itu kursinya nggak cukup. Bahkan untuk mencari teman koalisi aja syukur kalau ada yang mau diajak bergabung. Maka kolaborasi era Pak SBY harus dilanjutkan lagi, Demokrat-PKS dan sisir lagi jalinan koalisi yang udah berserakan," katanya.
( ).
Lain cerita dengan Anies, Ridwan Kamil justru punya peluang yang lebih besar. Pria yang akrab disapa Kang Emil berpotensi dilirik Golkar dan Nasdem. "Kalau Golkar biasanya di injury time ketua umumnya legowo. Nasdem apalagi, mereka tak punya figur pilihan, maka yang realistis ya Kang Emil itu. Jadi dari tiga figur ini aja koalisi Pak Jokowi bisa pisah ranjang pas (masuk) tahun politik, 2022 nanti," tandasnya.
(zik)