Bahas Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme saat Pandemi Corona Dinilai Tidak Tepat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam memberantas aksi terorisme yang ramai belakangan ini, dinilai waktunya tidak tepat dan belum mendesak. Apalagi negara saat ini sedang berat menghadapi pandemi Covid-19.
"Rakyat kini sudah susah, jangan kita tambahi masalah lagi. Kami melihat pembahasan Perpres Tugas TNI dalam pemberantasan aksi terorisme sikonnya belum tepat dan belum mendesak," ungkap pakar hukum kepolisian Universitas Bhayangkara Jakarta, Edi Hasibuan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/5/2020).
Menurut mantan anggota Kompolnas ini, bicara masalah hukum, ranah penegakan hukum jelas adalah tugas kepolisian, dan kalau itu dilakukan TNI akuntabilitasnya sulit dipertangungjawabkan secara secara hukum. Terlebih warga sipil tidak bisa menggugat militer ketika ada tindakannya yang melanggar hukum.
Dosen Hukum dan HAM ini menjelaskan, perpres sebagai regulasi turunan seharusnya tidak melebihi kewenangan seperti yang diatur dalam Pasal 431 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang tindak pidana terorisme, dimana isinya TNI dalam mengatasi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang.
"Kami mengusulkan dalam perpres yang bagus malah perlu diatur kriteria dan skala ancaman kapan militer dilibatkan dalam penanganan terorisme," ungkap Edi. (Baca juga: Rancangan Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme Dinilai Berbahaya)
Ia melanjutkan, sesuai Pasal 30 UUD 1945, TNI adalah alat pertahanan yang melakukan operasi perang dan militer. Selain perang, TNI hanya bisa jika ada kehendak politik negara. Artinya, pelibatan TNI dalam operasi militer harus berdasarkan pada Keputusan Presiden setelah dikonsultasikan dengan DPR. "Kami melihat, jika perpres ini disetujui peranan TNI akan dikukuhkan secara permanen memberantas terorisme di luar kerangka ciminal justice system (CJS)," katanya.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kepolisian Indonesia (Lemkapi) ini mengingatkan, penyelesaian hukum di luar sistem hukum pidana yang sudah ada sangat membahayakan hak-hak warga sipil, karena tidak memiliki proses hukum yang jelas.
Karena itu, Edi menilai pembahasan Perpres keterlibatan TNI saat negara menghadapi Covid- 19 belum tepat dan waktunya juga belum mendesak."Saran kami, demi Indonesia yang menjunjung tinggi HAM dan ketika negara menghadapi Covid-9, sebaiknya Presiden menunda dulu pembahasan Perpres ini," tegas Edi. (Baca juga: erpres Pelibatan TNI Berantas Terorisme, Perlu Dipertegas Batasan dan Perannya )
Apalagi selama ini dirinya melihat kerja sama dan koordinasi Polri dan TNI sudah bagus dalam memberantas aksi terorisme di beberapa titik rawan, seperti di Poso, Sulteng beberapa waktu lalu. "Kita bangga dengan pengabdian Polri dan TNI selama ini," tutupnya.
Lihat Juga: Profil Susilo Adi Purwantoro, Pati TNI Jenderal Bintang Dua Wakil Rektor Universitas Pertahanan
"Rakyat kini sudah susah, jangan kita tambahi masalah lagi. Kami melihat pembahasan Perpres Tugas TNI dalam pemberantasan aksi terorisme sikonnya belum tepat dan belum mendesak," ungkap pakar hukum kepolisian Universitas Bhayangkara Jakarta, Edi Hasibuan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/5/2020).
Menurut mantan anggota Kompolnas ini, bicara masalah hukum, ranah penegakan hukum jelas adalah tugas kepolisian, dan kalau itu dilakukan TNI akuntabilitasnya sulit dipertangungjawabkan secara secara hukum. Terlebih warga sipil tidak bisa menggugat militer ketika ada tindakannya yang melanggar hukum.
Dosen Hukum dan HAM ini menjelaskan, perpres sebagai regulasi turunan seharusnya tidak melebihi kewenangan seperti yang diatur dalam Pasal 431 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang tindak pidana terorisme, dimana isinya TNI dalam mengatasi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang.
"Kami mengusulkan dalam perpres yang bagus malah perlu diatur kriteria dan skala ancaman kapan militer dilibatkan dalam penanganan terorisme," ungkap Edi. (Baca juga: Rancangan Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme Dinilai Berbahaya)
Ia melanjutkan, sesuai Pasal 30 UUD 1945, TNI adalah alat pertahanan yang melakukan operasi perang dan militer. Selain perang, TNI hanya bisa jika ada kehendak politik negara. Artinya, pelibatan TNI dalam operasi militer harus berdasarkan pada Keputusan Presiden setelah dikonsultasikan dengan DPR. "Kami melihat, jika perpres ini disetujui peranan TNI akan dikukuhkan secara permanen memberantas terorisme di luar kerangka ciminal justice system (CJS)," katanya.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kepolisian Indonesia (Lemkapi) ini mengingatkan, penyelesaian hukum di luar sistem hukum pidana yang sudah ada sangat membahayakan hak-hak warga sipil, karena tidak memiliki proses hukum yang jelas.
Karena itu, Edi menilai pembahasan Perpres keterlibatan TNI saat negara menghadapi Covid- 19 belum tepat dan waktunya juga belum mendesak."Saran kami, demi Indonesia yang menjunjung tinggi HAM dan ketika negara menghadapi Covid-9, sebaiknya Presiden menunda dulu pembahasan Perpres ini," tegas Edi. (Baca juga: erpres Pelibatan TNI Berantas Terorisme, Perlu Dipertegas Batasan dan Perannya )
Apalagi selama ini dirinya melihat kerja sama dan koordinasi Polri dan TNI sudah bagus dalam memberantas aksi terorisme di beberapa titik rawan, seperti di Poso, Sulteng beberapa waktu lalu. "Kita bangga dengan pengabdian Polri dan TNI selama ini," tutupnya.
Lihat Juga: Profil Susilo Adi Purwantoro, Pati TNI Jenderal Bintang Dua Wakil Rektor Universitas Pertahanan
(thm)