Periksa Eksportir Benur, KPK Konfirmasi Setoran ke Edhy Prabowo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) mencecar salah satu eksportir benih bening lobster atau benur yakni Direktur Utama PT Samudra Bahari Sukses, Willy terkait kasus suap ekspor benur.
(Baca juga: Pesan Khusus Stafsus Edhy Prabowo untuk Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono)
Willy ditelisik mengenai proses dan pelaksanaan ekspor benur yang dilakukan PT Samudra Bahari Sukses. Willy juga dicecar penyidik KPK mengenai uang yang disetorkan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melalui biaya kargo sebesar Rp 1.800 per ekor benur.
(Baca juga: Edhy Prabowo Ucapkan Selamat ke Sakti Wahyu Trenggono)
"Dikonfirmasi terkait dengan proses dan pelaksanaan ekspor benih bening lobster (BBL) yang dikerjakan oleh perusahaan saksi dan dugaan pemberian sejumlah uang dalam bentuk setoran kepada tersangka EP (Edhy Prabowo) melalui biaya kargo sebesar Rp1.800 per ekor BBL," ujar Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (28/12/2020).
(Baca juga: KPK Cecar Edhy Prabowo Terkait Pembelian Barang Mewah di Amerika)
Willy hari ini diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Chairman PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito.
Tim penyidik juga memeriksa Edhy Prabowo pada hari ini, dimana penyidik mencecar Edhy soal aliran dana yang diterima dan dikelola oleh staf khususnya Amiril Mukminin.
"Edhy Prabowo dikonfirmasi terkait dugaan penerimaan dan aliran sejumlah uang yang dikelola oleh tersangka AM (Amiril Mukminin)," kata Ali.
Tidak hanya itu, sebenarnya tim penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua eksportir benur lainnya, yakni Direktur PT Grahafoods Indo Pasifik, Chandra Astan dan Direktur PT Maradeka Karya Semesta, Untyas Anggraeni. Namun, kedua eksportir tersebut tidak memenuhi panggilan pemeriksaan.
"Kedua saksi tidak hadir dan akan akan dilakukan penjadwalan ulang," ungkapnya.
Diketahui KPK telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur lobster.
Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Baca juga: Pesan Khusus Stafsus Edhy Prabowo untuk Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono)
Willy ditelisik mengenai proses dan pelaksanaan ekspor benur yang dilakukan PT Samudra Bahari Sukses. Willy juga dicecar penyidik KPK mengenai uang yang disetorkan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melalui biaya kargo sebesar Rp 1.800 per ekor benur.
(Baca juga: Edhy Prabowo Ucapkan Selamat ke Sakti Wahyu Trenggono)
"Dikonfirmasi terkait dengan proses dan pelaksanaan ekspor benih bening lobster (BBL) yang dikerjakan oleh perusahaan saksi dan dugaan pemberian sejumlah uang dalam bentuk setoran kepada tersangka EP (Edhy Prabowo) melalui biaya kargo sebesar Rp1.800 per ekor BBL," ujar Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (28/12/2020).
(Baca juga: KPK Cecar Edhy Prabowo Terkait Pembelian Barang Mewah di Amerika)
Willy hari ini diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Chairman PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito.
Tim penyidik juga memeriksa Edhy Prabowo pada hari ini, dimana penyidik mencecar Edhy soal aliran dana yang diterima dan dikelola oleh staf khususnya Amiril Mukminin.
"Edhy Prabowo dikonfirmasi terkait dugaan penerimaan dan aliran sejumlah uang yang dikelola oleh tersangka AM (Amiril Mukminin)," kata Ali.
Tidak hanya itu, sebenarnya tim penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua eksportir benur lainnya, yakni Direktur PT Grahafoods Indo Pasifik, Chandra Astan dan Direktur PT Maradeka Karya Semesta, Untyas Anggraeni. Namun, kedua eksportir tersebut tidak memenuhi panggilan pemeriksaan.
"Kedua saksi tidak hadir dan akan akan dilakukan penjadwalan ulang," ungkapnya.
Diketahui KPK telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur lobster.
Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(maf)