Natal Air Mata
loading...
A
A
A
Natal 2020 adalah sukacita keselamatan tetapi juga terselip air mata penderitaan global. Melalui teks-teks Kitab Ratapan, Natal sepertinya habis dan selesai, karena sukacita dan pertolongan tak kunjung datang. Allah seolah-olah hanya menampakkan murka dan ketidakpedulian atas pandemi dan krisis.
Teologi Allah yang memegang kendali, semua baik-baik saja karena pemeliharaan Allah, Allah pasti menolong, mendadak dijungkirbalikkan. Yang ada hanya ratap tangis, penyebab-penyebab, dan akibat-akibat tanpa ada intervensi Ilahi. Yang tersisa harapan tinggal harapan, juga perasaan bersalah dan pertobatan serta ditutup dengan doa, doa, dan doa, menunggu dikabulkan Allah. Tapi Allah belum juga hadir dan bertindak.
Natal di tengah pandemi dan krisis cermin betapa manusia lemah segalanya. Ratapan menjadi natur manusia yang tak bisa disangkali. Natal adalah kesempatan untuk menjeritkan kefanaan, dan kelemahan. Meski kita berharap Natal jadi momen menyembuhkan dan memulihkan, jika harus mencicipi cawan pahit itu, Natal menyediakan empati Ilahi tentang Yesus yang menderita, untuk kesembuhan dan pemulihan kita baik di sini pun di surga kelak.
Pandemi dan krisis adalah buah dari dunia yang sudah jatuh dalam dosa yang harus kita ratapi, kita aduhi. Namun, bersamaan dengan itu pula kita meneriakkan Juru Selamat sudah datang. Natal boleh berlinang air mata duniawi, tapi iman dan pengharapan kita membuncah sukacita surgawi.
James Buchanan, seorang Kristen Puritan dalam Comfort in Affliction (1837) mengatakan, janganlah takut, karena Allah dalam Yesus yang dilahirkan itu, telah memegang kunci maut (di mana kesedihan dan air mata berada!). Selalu ada kendali Ilahi atas dunia hari-hari ini, apa pun headline dan breaking news-nya. Tentu selama kita melihat dengan cara pandang Allah dan bukan cara pandang manusia yang terbatas.
Teologi Allah yang memegang kendali, semua baik-baik saja karena pemeliharaan Allah, Allah pasti menolong, mendadak dijungkirbalikkan. Yang ada hanya ratap tangis, penyebab-penyebab, dan akibat-akibat tanpa ada intervensi Ilahi. Yang tersisa harapan tinggal harapan, juga perasaan bersalah dan pertobatan serta ditutup dengan doa, doa, dan doa, menunggu dikabulkan Allah. Tapi Allah belum juga hadir dan bertindak.
Natal di tengah pandemi dan krisis cermin betapa manusia lemah segalanya. Ratapan menjadi natur manusia yang tak bisa disangkali. Natal adalah kesempatan untuk menjeritkan kefanaan, dan kelemahan. Meski kita berharap Natal jadi momen menyembuhkan dan memulihkan, jika harus mencicipi cawan pahit itu, Natal menyediakan empati Ilahi tentang Yesus yang menderita, untuk kesembuhan dan pemulihan kita baik di sini pun di surga kelak.
Pandemi dan krisis adalah buah dari dunia yang sudah jatuh dalam dosa yang harus kita ratapi, kita aduhi. Namun, bersamaan dengan itu pula kita meneriakkan Juru Selamat sudah datang. Natal boleh berlinang air mata duniawi, tapi iman dan pengharapan kita membuncah sukacita surgawi.
James Buchanan, seorang Kristen Puritan dalam Comfort in Affliction (1837) mengatakan, janganlah takut, karena Allah dalam Yesus yang dilahirkan itu, telah memegang kunci maut (di mana kesedihan dan air mata berada!). Selalu ada kendali Ilahi atas dunia hari-hari ini, apa pun headline dan breaking news-nya. Tentu selama kita melihat dengan cara pandang Allah dan bukan cara pandang manusia yang terbatas.
(bmm)