Limbah Tailing Dinilai Bantu Pemerataan Pembangunan di Seluruh Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Rosa Vivien Ratnawati memandang bahwa, persoalan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dapat diselesaikan dengan memanfaatkan sebagai sumber daya.
(Baca juga: Limbah Organik di Barru Bakal Dimanfaatkan untuk Energi Terbarukan)
Menurut Rosa Vivien, dengan yang mengutamakan prinsip 3R, yaitu daur ulang (recycling), penggunaan kembali (reuse) atau produksi ulang (recycle) sehingga dapat menggantikan bahan baku (alternative material) suatu produk serta peningkatan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Hal ini dikatakan saat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melepas tailing PT Freeport Indonesia (FI) sebanyak 4.000 ton untuk digunakan sebagai material agregat infrastruktur jalan di Merauke, dari Jetty Jembatan 2 Mill Post 11 Wilayah Kerja PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika ke Dermaga Kali Tamu di Merauke, Selasa (15/12/2020).
(Baca juga: Cerita Berandal Lokajaya di atas Kanvas Limbah Kulit Sapi Seniman Tulungagung)
"Pemanfaatan tailing sebagai material agregat infrastruktur jalan seperti yang dilakukan, membuktikan bahwa limbah tailing dapat menjadi sumber daya dan mendukung program Presiden Joko Widodo untuk pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia atau yang dikenal dengan istilah 'Indonesia-Sentris' di mana pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas, terutama di wilayah Papua dan Papua Barat demi terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Rosa Vivien.
Dijelaskan Rosa, dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan Limbah B3 untuk mengurangi tingkat resiko kesehatan manusia dan lingkungan hidup serta tercapainya pembangunan yang berkelanjutan, maka Kementerian LHK mengutamakan prinsip ekonomi sirkular sebagai framework dalam kebijakan dan strategi nasional pengelolaan Limbah B3 di Indonesia.
Dalam pelepasan tailing PT Freeport Indonesia tersebut, Rosa Vivien menegaskan, pemanfaatan tailing yang digunakan oleh Pemerintah, termasuk digunakan oleh Kementerian PUPR, yang dilaksanakan ini merupakan pemanfaatan oleh Pemerintah yang pertama kali dilakukan selama berdirinya PT. Freeport Indonesia.
Lebih lanjut dikemukakan Rosa Vivien, pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun, termasuk tailing, merupakan salah satu gagasan penanganan masalah lingkungan di PT Freeport Indonesia.
"Oleh karena telah memenuhi kriteria teknis Standar nasional Indonesia (SNI) dan/atau Pedoman Teknis yang berlaku di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, maka penggunaan sebagai material agregat infrastruktur jalan dapat diakukan secara lebih luas tidak hanya terbatas di Merauke atau di lokasi internal PTFI namun secara bertahap dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia," ujarnya.
(Baca juga: Limbah Organik di Barru Bakal Dimanfaatkan untuk Energi Terbarukan)
Menurut Rosa Vivien, dengan yang mengutamakan prinsip 3R, yaitu daur ulang (recycling), penggunaan kembali (reuse) atau produksi ulang (recycle) sehingga dapat menggantikan bahan baku (alternative material) suatu produk serta peningkatan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Hal ini dikatakan saat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melepas tailing PT Freeport Indonesia (FI) sebanyak 4.000 ton untuk digunakan sebagai material agregat infrastruktur jalan di Merauke, dari Jetty Jembatan 2 Mill Post 11 Wilayah Kerja PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika ke Dermaga Kali Tamu di Merauke, Selasa (15/12/2020).
(Baca juga: Cerita Berandal Lokajaya di atas Kanvas Limbah Kulit Sapi Seniman Tulungagung)
"Pemanfaatan tailing sebagai material agregat infrastruktur jalan seperti yang dilakukan, membuktikan bahwa limbah tailing dapat menjadi sumber daya dan mendukung program Presiden Joko Widodo untuk pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia atau yang dikenal dengan istilah 'Indonesia-Sentris' di mana pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas, terutama di wilayah Papua dan Papua Barat demi terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Rosa Vivien.
Dijelaskan Rosa, dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan Limbah B3 untuk mengurangi tingkat resiko kesehatan manusia dan lingkungan hidup serta tercapainya pembangunan yang berkelanjutan, maka Kementerian LHK mengutamakan prinsip ekonomi sirkular sebagai framework dalam kebijakan dan strategi nasional pengelolaan Limbah B3 di Indonesia.
Dalam pelepasan tailing PT Freeport Indonesia tersebut, Rosa Vivien menegaskan, pemanfaatan tailing yang digunakan oleh Pemerintah, termasuk digunakan oleh Kementerian PUPR, yang dilaksanakan ini merupakan pemanfaatan oleh Pemerintah yang pertama kali dilakukan selama berdirinya PT. Freeport Indonesia.
Lebih lanjut dikemukakan Rosa Vivien, pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun, termasuk tailing, merupakan salah satu gagasan penanganan masalah lingkungan di PT Freeport Indonesia.
"Oleh karena telah memenuhi kriteria teknis Standar nasional Indonesia (SNI) dan/atau Pedoman Teknis yang berlaku di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, maka penggunaan sebagai material agregat infrastruktur jalan dapat diakukan secara lebih luas tidak hanya terbatas di Merauke atau di lokasi internal PTFI namun secara bertahap dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia," ujarnya.
(maf)