Pakar Hukum: Indonesia Tak Terapkan Karantina Wilayah, Sanksi PSBB Diatur Daerah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai pemerintah tidak bisa menjerat warganya yang melanggar aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ), termasuk Habib Rizieq Shihab . Hal itu ditegaskan Fickar lantaran pemerintah tidak mengambil keputusan untuk menerapkan Undang-Undang (UU) Karantina Kesehatan .
Dia menjelaskan, saksi bagi pelanggar PSBB diatur oleh pemerintah daerah (pemda), entah itu berupa Peraturan Gubernur (Pergub), Peraturan Wali Kota (Perwali), atau Peraturan Bupati (Perbup). Sebagai contoh, dia menyebut Pemprov DKI yang mencantumkan denda Rp50 juta bagi pelanggar PSBB.
"Iya pelanggar PSBB tidak bisa dipidana, pelanggaran PSBB itu diatur oleh peraturan di daerah masing-masing apakah itu Pergub, Perbup atau Perwalikot atau Perda dan ancaman hukumannya. Di DKI kan melanggar Pergub didenda Rp50 juta," kata Fickar ketika dihubungi, Sabtu (12/12/2020). ( )
Dia menjelaskan, UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan lebih tepat digunakan jika pada dasarnya pemerintah menerapkan karantina wilayah. Dalam hal itu pula, pelanggar UU Kekarantinaan Kesehatan akan dijerat hukuman 1 tahun penjara dengan denda Rp100 juta.
"Tindak pidana yang diatur dalam UU Karantina Kesehatan ditujukan pada pelanggaran terhadap penetapan karantina wilayah, sehingga subjek hukum pidananya adalah nakhoda kapal (Pasal 90), pilot (Pasal 91) sopir angkutan (Pasal 92) perusahaan pengangkutan dan orang yang menghalangi karantina wilayah (Pasal 93) dihukum 1 tahun dengan denda Rp100 juta. Kesemuanya itu adalah dalam kerangka pelanggaran karantina," katanya.
Dia menegaskan, Indonesia sama sekali tidak menerapkan peraturan ke arah sana karena lebih memilih PSBB. Menurut Fickar, sanksi dari pelanggar PSBB menjadi hak setiap Pemda untuk menentukannya. ( )
"Indonesia itu tidak menerapkan karantina wilayah, melainkan PSBB. PSBB sanksinya itu diatur daerah," ucapnya.
Dia menjelaskan, saksi bagi pelanggar PSBB diatur oleh pemerintah daerah (pemda), entah itu berupa Peraturan Gubernur (Pergub), Peraturan Wali Kota (Perwali), atau Peraturan Bupati (Perbup). Sebagai contoh, dia menyebut Pemprov DKI yang mencantumkan denda Rp50 juta bagi pelanggar PSBB.
"Iya pelanggar PSBB tidak bisa dipidana, pelanggaran PSBB itu diatur oleh peraturan di daerah masing-masing apakah itu Pergub, Perbup atau Perwalikot atau Perda dan ancaman hukumannya. Di DKI kan melanggar Pergub didenda Rp50 juta," kata Fickar ketika dihubungi, Sabtu (12/12/2020). ( )
Dia menjelaskan, UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan lebih tepat digunakan jika pada dasarnya pemerintah menerapkan karantina wilayah. Dalam hal itu pula, pelanggar UU Kekarantinaan Kesehatan akan dijerat hukuman 1 tahun penjara dengan denda Rp100 juta.
"Tindak pidana yang diatur dalam UU Karantina Kesehatan ditujukan pada pelanggaran terhadap penetapan karantina wilayah, sehingga subjek hukum pidananya adalah nakhoda kapal (Pasal 90), pilot (Pasal 91) sopir angkutan (Pasal 92) perusahaan pengangkutan dan orang yang menghalangi karantina wilayah (Pasal 93) dihukum 1 tahun dengan denda Rp100 juta. Kesemuanya itu adalah dalam kerangka pelanggaran karantina," katanya.
Dia menegaskan, Indonesia sama sekali tidak menerapkan peraturan ke arah sana karena lebih memilih PSBB. Menurut Fickar, sanksi dari pelanggar PSBB menjadi hak setiap Pemda untuk menentukannya. ( )
"Indonesia itu tidak menerapkan karantina wilayah, melainkan PSBB. PSBB sanksinya itu diatur daerah," ucapnya.
(abd)