NU: Fakta versus Mispersepsi

Jum'at, 11 Desember 2020 - 05:00 WIB
loading...
NU: Fakta versus Mispersepsi
Faisal Ismail (Ist)
A A A
Faisal Ismail
Guru Besar PPs FIAI, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

SUGI NUR RAHARJA (SNR) memersepsikan Nahdlatul Ulama (NU) seperti bus umum yang sopirnya mabuk, kondekturnya teler, kernetnya ugal-ugalan, dan penumpangnya kurang ajar semua. Bahkan, seluruh isi bus itu adalah liberal dan komunis. Merokok, nyanyi, buka-buka aurat dan dangdutan. SNR melanjutkan persepsi negatifnya itu dengan menuding sejumlah tokoh NU, misalnya pegiat media sosial Permadi Arya (Abu Janda), Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas, dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj. Seraya menyebut tokoh-tokoh Nahdliyyin ini, SNR dengan nada sarkastik mencibir NU, "Saya kok pusing dengerin di bus yang namanya NU ini. Ya, tadi itu, bisa jadi kernetnya Abu Janda. Bisa jadi kondekturnya Gus Yaqut. Dan, sopirnya KH Aqil Siradj. Penumpangnya liberal, sekuler, PKI di situ numpuk.”

Demikian sindiran sarkastik dan cibiran sinis penceramah SNR asal Malang, Jawa Timur, terhadap warga NU dan NU sebagai organisasi sosial keagamaan yang tersiar luas baru-baru ini. Pernyataan itu direkam di channel video YouTube milik pakar hukum tata negara Refly Harun. Kaum Nahdliyyin menilai cibiran sinis dan sarkastik SNR itu telah menusuk, melukai, menghina, dan membenci warga NU dan NU sebagai organisasi sosial keagamaan yang dipimpin oleh para kiai dan ulama. Telinga kaum Nahdliyyin panas. Emosi mereka tersulut. Perasaan mereka memijar. Martabat mereka direndahkan secara terbuka di muka publik. Mereka cepat bereaksi tapi tetap menggunakan logika dan akal sehat. Tidak main hakim sendiri. Wakil Ketua PCNU Jember Ayub Junaidi di antaranya yang melaporkan SNR ke Mapolres setempat. Mapolres Jember berkoordinasi dengan Mabes Polri Pusat mengingat rekaman dialog tersebut dilakukan di Jakarta.

Mispersepsi
Dapat dipastikan bahwa SNR telah melakukan mispersepsi yang fatal dan parah dengan mengibaratkan NU seperti pernyataannya. Fakta yang ada dan benar adalah NU dan warganya yang sekarang dipimpin oleh sopir (KH Said Agil Siradj dan jajaran pimpinannya) tidak dalam keadaan mabuk, kondekturnya tidak dalam keadaan teler dan kernetnya tidak ugal-ugalan. Cibiran SNR sangat sinis dan sarkastik dengan memvonis seluruh penumpang bus NU (seluruh warga NU) “kurang ajar semua”. Fakta yang ada dan benar adalah NU dan warganya tidak kurang ajar, tetapi tahu etika dan sopan santun politik dan sangat berpegang teguh pada visi dan misi keislaman, kebangsaan, dan keindonesiaan.

Begitu pula sindiran sarkastik dan cibiran sinis SNR yang menuding seluruh penumpang bus NU (seluruh warga NU) adalah liberal, sekuler, dan komunis sangat tidak proporsional, sangat tidak tepat dan jauh dari fakta dan kebenaran. Fakta yang ada dan benar adalah NU dan warganya tidak liberal tetapi secara konsisten berpegang pada prinsip washatiyah Islam dan menganut cara berpikir dengan menerapkan metode jalan tengah (menyelaraskan pemikiran akal dengan bimbingan wahyu/Al-Quran). NU dan warganya tidak sekuler, tetapi secara konsisten menjadikan ajaran dan nilai-nilai agama sebagai pegangan dan pengawal kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. NU dan warganya sama sekali bukan komunis tetapi secara konsisten menolak dan menentang komunisme dan gerakan politik yang menganut komunisme-marxisme-ateisme. NU ketika masih menjadi partai merupakan partai paling gigih yang menuntut pembubaran PKI yang memberontak pada negara pada 1965. Sampai sekarang NU secara konsisten menolak dan menentang komunisme dan kebangkitan komunis di negeri ini.

SNR Ditahan
PBNU mendukung penuh tindakan Bareskrim Polri yang telah menangkap dan menahan SNR itu. Dukungan NU terhadap tindakan Bareskrim Polri ini dikemukakan oleh Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia PBNU Rumadi Ahmad. Rumadi mengatakan, PBNU mendukung penuh Bareskrim Polri yang telah menangkap dan menahan SNR yang sering kali mengumbar ujaran kebencian dan penghinaan terhadap NU dan warga NU. Rumadi menilai cibiran sarkastik SNR terhadap warga NU dan NU sebagai organisasi sosial keagamaan itu tidak mencerminkan akhlakul karimah seorang muslim.

Pihak kepolisian menolak permohonan penangguhan penahanan SNR yang diajukan oleh kuasa hukumnya. Proses hukum SNR terus berjalan dan pada saatnya akan disidangkan di pengadilan. Jaksa penuntut umum tentunya akan mengajukan tuntutan hukuman berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dikenakan. Barisan Ansor Serbaguna (Banser) NU meminta pengadilan agar SNR dijatuhi hukuman maksimal untuk memberikan efek jera. Pada tahap akhir, majelis hakimlah yang akan memvonis kasus SNR ini.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1253 seconds (0.1#10.140)