Tata Kelola Pemerintahan Dinilai Perlu Prinsip Berpikir Secara Sistem
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tata kelola pemerintahan yang baik dan berkelanjutan dinilai memerlukan prinsip berpikir secara sistem. Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) sekaligus Direktur EMP hilir Sujono meminta pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tetap mengedepankan aspek tata kelola minerba secara berkelanjutan.
(Baca juga: Ada 314 Usulan Pemekaran, Kemendagri: Kita Masih Moratorium )
Menurut dia, tata kelola minerba yang berkelanjutan merupakan tata kelola yang mengusung tiga aspek penting yaitu Equity, Eficiency dan Sustainability. Dia menuturkan, saat ini kebijakan minerba secara nasional masih mengalami karut-marut birokrasi.
Terjadinya 'bigbang desentralisasi' akibat terjadinya reformasi merupakan salah satu penyebab karut-marut itu. Peristiwa itu mengakibatkan tata kelola minerba dijalankan oleh pemerintah daerah yang tidak sesuai dengan cita-cita UUD 1945 yang menyatakan bahwa hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(Baca juga: Kematian 6 Loyalis Habib Rizieq, Muhammadiyah Prihatin dan Semua Harus Menahan Diri)
"Kebijakan tata kelola pemerintahan, khususnya minerba, dapat ditarik kembali ke pemerintah pusat, tanpa harus menghilangkan prinsip desentralisasi. Hal ini merupakan tujuan ideal dari dasar negara kita UUD 1945 dan merupakan jalan yang mempermudah bagi pemanfaatan minerba sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat luas," ujar Sujono dalam keterangan tertulis, Senin (7/12/2020).
Disertasi Sujono berjudul Tata kelola Minerba Berkelanjutan dalam Perspektif Berpikir Sitim dan Pemodelannya. Disertasi itu menggunakan metode kualitatif berpikir sistem Soft System Methodology (SSM), yang diperkaya Social Network Analysis (SNA) dan Teori U, untuk menggambarkan keadaan tata kelola pemerintahan, khususnya minerba, berkelanjutan yang terjadi di Indonesia.
Selain pisau analisis SSM, disertasinya juga diperkuat dengan analisis kuantitatif yaitu Partial Least Square (Pls) untuk menguji seberapa baik metode tersebut berpengaruh (sering disebut sebagai mixed methode transdisipliner). Disertasi Sujono mengambil contoh tata kelola minerba berkelanjutan yang telah dilaksanakan di negara Chili.
Negara dengan hasil tambang tembaga terbesar di dunia tersebut dianggap berhasil menjalankan sistem tata kelola minerba yang berkelanjutan. Chile telah menjalankan sistem tata kelola minerba berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan, pemerintahan, komunitas dan ekonomi.
"Berdasarkan penelitian kami, sistem tata kelola minerba berkelanjutan di Chili, dapat diterapkan di Indonesia, dengan mempertajam pelaksanaan desentralisasi dan langkah aksi sesuai Theory U (Prof Otto Schammer, MIT). Hal ini merupakan rekonstruksi teori SMG (Sustainable mining governance). Sebenarnya disertasi ini titik beratnya pada tata kelola pemerintahan yang baik dengan mengambil contoh kasus di dunia minerba, sehingga penelitian ini bisa diaplikasikan pada sektor lain pemerintahan. Penyelesaian berpikir secara sisttim adalah cara terbaik untuk mengatasi keruwetan kehidupan sosial yang tidak terstruktur," jelas Sujono.
Sujono mengatakan, pemerintah telah mengambil langkah kongkrit dalam mencapai tata kelola minerba berkelanjutan. Pengesahan UU Nomor 3 minerba dan UU Omnibus Law tahun 2020 merupakan salah satu dari sekian kebijakan yang diterbitkan dalam memudahkan proses integrasi tata kelola minerba.
"Namun langkah pemerintah tersebut masih memerlukan kolaborasi bersama dari seluruh pemangku kepentingan," katanya.
Tata kelola berkelanjutan sebagai tema utama dalam penelitian ini, menurut Sujono, Doktor baru di Bidang Kebijakan Publik, juga merekomendasikan bahwa tata kelola berkelanjutan tidak hanya bisa diimplementasikan di minerba saja, tapi di beberapa bidang, seperti BUMN, bahkan dapat diterapkan di 542 pemerintah daerah.
"Disertasi ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan sumber informasi bagi pemangku kepentingan dalam menjalankan sistem tata kelola pemerintahan yang berkelanjutan dalam seluruh aspeknya," tutur Sujono.
(Baca juga: Ada 314 Usulan Pemekaran, Kemendagri: Kita Masih Moratorium )
Menurut dia, tata kelola minerba yang berkelanjutan merupakan tata kelola yang mengusung tiga aspek penting yaitu Equity, Eficiency dan Sustainability. Dia menuturkan, saat ini kebijakan minerba secara nasional masih mengalami karut-marut birokrasi.
Terjadinya 'bigbang desentralisasi' akibat terjadinya reformasi merupakan salah satu penyebab karut-marut itu. Peristiwa itu mengakibatkan tata kelola minerba dijalankan oleh pemerintah daerah yang tidak sesuai dengan cita-cita UUD 1945 yang menyatakan bahwa hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(Baca juga: Kematian 6 Loyalis Habib Rizieq, Muhammadiyah Prihatin dan Semua Harus Menahan Diri)
"Kebijakan tata kelola pemerintahan, khususnya minerba, dapat ditarik kembali ke pemerintah pusat, tanpa harus menghilangkan prinsip desentralisasi. Hal ini merupakan tujuan ideal dari dasar negara kita UUD 1945 dan merupakan jalan yang mempermudah bagi pemanfaatan minerba sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat luas," ujar Sujono dalam keterangan tertulis, Senin (7/12/2020).
Disertasi Sujono berjudul Tata kelola Minerba Berkelanjutan dalam Perspektif Berpikir Sitim dan Pemodelannya. Disertasi itu menggunakan metode kualitatif berpikir sistem Soft System Methodology (SSM), yang diperkaya Social Network Analysis (SNA) dan Teori U, untuk menggambarkan keadaan tata kelola pemerintahan, khususnya minerba, berkelanjutan yang terjadi di Indonesia.
Selain pisau analisis SSM, disertasinya juga diperkuat dengan analisis kuantitatif yaitu Partial Least Square (Pls) untuk menguji seberapa baik metode tersebut berpengaruh (sering disebut sebagai mixed methode transdisipliner). Disertasi Sujono mengambil contoh tata kelola minerba berkelanjutan yang telah dilaksanakan di negara Chili.
Negara dengan hasil tambang tembaga terbesar di dunia tersebut dianggap berhasil menjalankan sistem tata kelola minerba yang berkelanjutan. Chile telah menjalankan sistem tata kelola minerba berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan, pemerintahan, komunitas dan ekonomi.
"Berdasarkan penelitian kami, sistem tata kelola minerba berkelanjutan di Chili, dapat diterapkan di Indonesia, dengan mempertajam pelaksanaan desentralisasi dan langkah aksi sesuai Theory U (Prof Otto Schammer, MIT). Hal ini merupakan rekonstruksi teori SMG (Sustainable mining governance). Sebenarnya disertasi ini titik beratnya pada tata kelola pemerintahan yang baik dengan mengambil contoh kasus di dunia minerba, sehingga penelitian ini bisa diaplikasikan pada sektor lain pemerintahan. Penyelesaian berpikir secara sisttim adalah cara terbaik untuk mengatasi keruwetan kehidupan sosial yang tidak terstruktur," jelas Sujono.
Sujono mengatakan, pemerintah telah mengambil langkah kongkrit dalam mencapai tata kelola minerba berkelanjutan. Pengesahan UU Nomor 3 minerba dan UU Omnibus Law tahun 2020 merupakan salah satu dari sekian kebijakan yang diterbitkan dalam memudahkan proses integrasi tata kelola minerba.
"Namun langkah pemerintah tersebut masih memerlukan kolaborasi bersama dari seluruh pemangku kepentingan," katanya.
Tata kelola berkelanjutan sebagai tema utama dalam penelitian ini, menurut Sujono, Doktor baru di Bidang Kebijakan Publik, juga merekomendasikan bahwa tata kelola berkelanjutan tidak hanya bisa diimplementasikan di minerba saja, tapi di beberapa bidang, seperti BUMN, bahkan dapat diterapkan di 542 pemerintah daerah.
"Disertasi ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan sumber informasi bagi pemangku kepentingan dalam menjalankan sistem tata kelola pemerintahan yang berkelanjutan dalam seluruh aspeknya," tutur Sujono.
(maf)