Tingkat Kesadaran Masyarakat Nyoblos Tinggi, KPU Atur Jam Kedatangan

Senin, 07 Desember 2020 - 21:02 WIB
loading...
Tingkat Kesadaran Masyarakat...
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, pantauan lapangan menunjukkan tingginya tingkat kesadaran (awareness) masyarakat soal pencoblosan Pilkada serentak. Foto/SINDOnews/Sutikno
A A A
JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) Arief Budiman mengatakan, pantauan lapangan menunjukkan tingginya tingkat kesadaran (awareness) masyarakat soal pencoblosan Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada ) serentak pada 9 Desember 2020 meningkat.

Pihaknya pun berharap kerja sama dari berbagai pihak untuk menegakkan aturan protokol kesehatan diperkuat. (Baca juga: Kematian 6 Loyalis Habib Rizieq, Muhammadiyah Prihatin dan Semua Harus Menahan Diri)

"Kita mengatur agar jam kedatangan tak bersamaan. Adanya fasilitas cuci tangan, sarung tangan ketika mencoblos sehingga terlindungi ketika pegang surat suara hingga menyentuh meja kursi. Ini perlu dikabarkan sehingga bila semua pihak mematuhi protokol kesehatan," ujar Arief, Senin (7/12/2020).

"Bagi kami, tak ada yang perlu dikhawatirkan terkait penyebaran Covid-19 pada saat kegiatan pencoblosan jika protokol kesehatan dipatuhi," tegasnya.

(Baca juga: Protokol Kesehatan Kunci Sukses Pilkada Serentak 2020)

Hal itu disampaikan Arief saat menanggapi hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terkait pelaksanaan pilkada serentak 2020.

Arief mengaku, tingginya tingkat kesadaran masyarakat soal pencoblosan pilkada 9 Desember memang meningkat, apalagi kegiatan KPU seperti distribusi logistik juga bisa disaksikan oleh masyarakat. Hal seperti ini membuat pengetahuan masyarakat akan pilkada juga meningkat.

Pihaknya juga optimistis soal tingkat partisipasi masyarakat, jika melihat tren sebelumnya. Hasil survei SMRC, rata-rata tingkat partisipasi 74%. Namun catatan KPU sejak pemilu 1999, sejak 2014, ada kenaikan partisipasi pemilu nasional. Bahkan pada Pilpres 2019 lonjakannya cukup tinggi yakni hingga 81,9 persen.

"Apakah tren kenaikan pemilu nasional ini akan terjadi juga di pemilu kepala daerah yang nuansanya berbeda? Kalau dilihat 2015, angka rata-rata partisipasi 63%. Yang serentak itu kan pilkada tahun 2015, 2017, 2018. Kami mencatat trennya juga naik. Pilkada terakhir angka rata-ratanya 72%. Memang belum mencapai target nasional, namun trennya meningkat," urai Arief.

Hal senada dikatakan oleh Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi yang meyakini bahwa pelaksanaan protokol kesehatan dapat melindungi masyarakat dari paparan virus corona. Hasil akhirnya tentu mutu demokrasi bisa meningkat meskipun dalam kondisi pandemi.

"Kami KPU berusaha seoptimal mungkin melakukan persiapan pemungutan dan penghitungan suara, termasuk dalam hal penerapan protokol kesehatan," ujarnya.

Menurut dia, harapan KPU pemilih akan betul-betul hadir ke TPS dan menggunakan hak pilihnya. Pasalnya tahapan pemungutan suara pada 9 Desember telah dilengkapi dengan penerapan protokol kesehatan.

"Alat pelindung diri (APD) maupun logistik pemilihan sesuai ketentuan diharapkan tiba di TPS paling lambat sehari sebelum hari H," katanya.

Raka mengatakan, optimisme serta ikhtiar KPU dan masyarakat diharapkan menghasilkan pesta demokrasi yang lebih bermutu. Termasuk mengenai partisipasi yang dipatok 77,5 % dapat terwujud.

"Semoga akan terwujud sebagaimana yang ditargetkan. Target itu merupakan ikhtiar sungguh sungguh dari KPU untuk menjaga dan memfasilitasi pelaksanaan/penggunaan hak pilih. Selian KPU, maka peran peserta dan pemilih juga sangat penting," tegasnya.

Sebelumnya, hasil survei SMRC memperlihatkan 92 persen warga di 270 Pilkada 2020 akan ikut memilih pada Pilkada Serentak 9 Desember nanti. Sementara yang menyatakan tidak akan ikut memilih hanya berjumlah 8 persen.

"Angka 92 persen didapat dari survei terhadap warga yang mengaku mengetahui di daerahnya akan ada Pilkada pada (Rabu) 9 Desember 2020," kata Deni.

Delapan persen warga mengaku tak akan memilih dengan alasan beragam. Sebanyak 38 persen dari mereka khawatir tertular atau menularkan Covid-19. Sebanyak 28 persen menyebut pilkada serentak tidak penting dan 27 persen mengatakan tidak ada calon yang meyakinkan.

Sementara itu, hasil survei juga menyatakan 64% warga di Indonesia berharap Pilkada serentak tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020 dengan protokol kesehatan ketat agar kepala daerah punya mandat dari rakyat. Hanya 28% yang menilai pemilihan daerah sebaiknya ditunda sampai keadaan Covid-19 terkendali dan kepala daerah ditunjuk oleh pemerintah.

"Banyak warga yang menginginkan pilkada tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat agar kepala daerah punya mandat dari rakyat sebanyak 64 persen. Daripada ditunda sampai wabah Covid-19 terkendali dan kepala daerah ditunjuk oleh pemerintah sebanyak 28 persen," kata Irvan.

Kata dia, data tersebut mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya yang mencapai 51 persen. Dukungan itu, menurut Irvan, paling banyak dipilih oleh warga dengan usia di atas 40 tahun.

"Dukungan paling tinggi berasal dari warga yang berusia di atas 40 tahun sebesar 69 persen dan paling rendah pada warga usia 21 tahun ke bawah 56 persen," ucapnya.

Deni juga menganjurkan penegakan hukum bagi pelanggar protokol kesehatan harus lebih kencang dari berbagai stakeholder pilkada terutama KPU, Bawaslu, dan pemerintah daerah.

Survei dilakukan secara nasional terhadap 1.201 responden dengan metode wawancara telepon. Sasaran responden warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas. Survei menggunakan metode random sampling dengan margin of error kurang lebih 2,9 persen.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0716 seconds (0.1#10.140)