Mungkinkah Prabowo-Puan Berduet di 2024? Begini Hitung-hitungannya
loading...
A
A
A
Namun, kabar baiknya adalah kondisi Pilpres 2009 dengan saat ini jauh berbeda. Statistik hasil pemilu berikut ini layak membuat PDIP dan Gerindra menepuk dada. Saat Mega-Prabowo maju di Pilpres 2009, PDIP saat itu bukan partai pemenang pemilu.
Demokrat dengan SBY terlalu digdaya dengan perolehan suara pemilu legislatif (pileg) sebesar 20,85%. Demokrat menguasai 150 dari 560 kursi DPR. PDIP saat itu hanya nomor tiga perolehan suara pileg (14,03%) dan hanya mendapatkan 95 kursi DPR. Beda cerita dengan kondisi sekarang. PDIP saat ini merajai parlemen dengan 128 kursi dengan perolehan suara Pileg 2019 sebesar 19,33%.
Gerindra pun demikian. Di Pileg 2009 partai ini tergolong medioker, hanya ada di urutan 8 dengan perolehan suara 4,46%. Jumlah kursi di DPR hanya 26 buah. Namun, kekuatan Gerindra kini jauh berbeda. Pada Pileg 2019 partai ini berada di posisi 3 perolehan suara (12,57%) dan meraup 78 kursi parlemen.
Lantas, apakah statistik mentereng kedua partai ini bisa jadi garansi dalam memenangi pertarungan Pilpres 2024?
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai, duet Prabowo-Puan secara matematika sangat mungkin terwujud, bahkan juga berpeluang memenangi pertarungan. Namun, dia mengingatkan politik bukan semata angka matematis atau statistik.
“Politik bukan soal matematika, jadi itu bukan jaminan. Apalagi, PDIP-Gerindra bila disatukan pernah memiliki sejarah kalah,” ujarnya kepada SINDONews, Sabtu (5/12/2020).
Kans untuk menang kian mendapat tantangan lantaran Prabowo pada 2024 nanti bisa jadi akan kehilangan pemilih yang dalam dua pilpres terakhir menjadi pendukung setianya.
Pemilih dari kalangan umat Islam, terutama pendukung atau sinpatisan gerakan Aksi 212, berpotensi hengkang lantaran kecewa Prabowo bergabung ke pemerintahan Jokowi.
Faktor lain yang juga bisa menjadi kelemahan adalah faktor Prabowo yang sering disebut tidak punya hoki di pilpres. Dalam tiga kali percobaan dia selalu gagal. Pilpres 2024 adalah pertarungan keempat bagi mantan Danjen Kopassus itu. “Selain koalisi PDIP-Gerindra punya sejarah kalah, fakta lain adalah Prabowo sendiri di pilpres kalah terus,” ujar Hendri.
Demokrat dengan SBY terlalu digdaya dengan perolehan suara pemilu legislatif (pileg) sebesar 20,85%. Demokrat menguasai 150 dari 560 kursi DPR. PDIP saat itu hanya nomor tiga perolehan suara pileg (14,03%) dan hanya mendapatkan 95 kursi DPR. Beda cerita dengan kondisi sekarang. PDIP saat ini merajai parlemen dengan 128 kursi dengan perolehan suara Pileg 2019 sebesar 19,33%.
Gerindra pun demikian. Di Pileg 2009 partai ini tergolong medioker, hanya ada di urutan 8 dengan perolehan suara 4,46%. Jumlah kursi di DPR hanya 26 buah. Namun, kekuatan Gerindra kini jauh berbeda. Pada Pileg 2019 partai ini berada di posisi 3 perolehan suara (12,57%) dan meraup 78 kursi parlemen.
Lantas, apakah statistik mentereng kedua partai ini bisa jadi garansi dalam memenangi pertarungan Pilpres 2024?
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai, duet Prabowo-Puan secara matematika sangat mungkin terwujud, bahkan juga berpeluang memenangi pertarungan. Namun, dia mengingatkan politik bukan semata angka matematis atau statistik.
“Politik bukan soal matematika, jadi itu bukan jaminan. Apalagi, PDIP-Gerindra bila disatukan pernah memiliki sejarah kalah,” ujarnya kepada SINDONews, Sabtu (5/12/2020).
Kans untuk menang kian mendapat tantangan lantaran Prabowo pada 2024 nanti bisa jadi akan kehilangan pemilih yang dalam dua pilpres terakhir menjadi pendukung setianya.
Pemilih dari kalangan umat Islam, terutama pendukung atau sinpatisan gerakan Aksi 212, berpotensi hengkang lantaran kecewa Prabowo bergabung ke pemerintahan Jokowi.
Faktor lain yang juga bisa menjadi kelemahan adalah faktor Prabowo yang sering disebut tidak punya hoki di pilpres. Dalam tiga kali percobaan dia selalu gagal. Pilpres 2024 adalah pertarungan keempat bagi mantan Danjen Kopassus itu. “Selain koalisi PDIP-Gerindra punya sejarah kalah, fakta lain adalah Prabowo sendiri di pilpres kalah terus,” ujar Hendri.
(dam)