Cantik dan Jilbab, Dua Kata yang Bikin Ustaz Maaher Jadi Tersangka
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polri mengungkapkan kata kunci dalam penanganan kasus ujaran kebencian dan bernuansa SARA oleh Ustaz Maaher At-Thuwailibi , sehingga ditetapkan menjadi tersangka. Di media sosial Twitter-nya, @ustadzmaaher_ menuliskan kata 'cantik' dan 'jilbab' yang dialamatkan kepada Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya .
"Jadi perlu rekan-rekan ketahui bahwasanya kata kunci dalam kasus ini yaitu kata 'cantik' dan 'jilbab'. Karena di sini dipastikan postingannya 'ia tambah cantik pakai jilbab kayak kiainya banser ini ya'," kata Awi di Jakarta, Jumat (4/12/2020).
Menurut Awi, ujaran kebencian yang disampaikan Ustaz Maaher itu dinilai terkait dengan sosol kiai atau ulama. Sehingga, pihak pelapor merasa tidak terima lantaran panutan ulamanya dinilai telah dihina oleh Maaher. ( )
"Kiai itu adalah ulama yang ditokohkan sehingga mewakili tokoh yang diutamakan gitu. Kita tahu sendiri bahwasanya ulama itu yang di utamakan di Agama Islam," ujar Awi.
Oleh sebab itu, kata Awi, ada beberapa orang yang melaporkan hal tersebut, khususnya dari banser Nahdatul Ulama (NU).
Selain itu, polisi juga telah meminta keterangan dari ahli-ahli terkait dengan ucapan dari Maaher tersebut di media sosial (medsos).
"Yang kami duga terjadi penghinaan yang menjadikan delik yang kuat untuk menghasut dan menimbulkan perpecahan antar golongan dan kelompok masyarakat. Inilah yang jadi pertimbangan kepolisian hasil koordinasi hasil verifikasi dengan ahli baik itu ahli bahasa dan ahli ITE," ujar Awi. ( )
Sebelumnya, Polri menyatakan, pihaknya saat ini telah menetapkan Ustaz Maaher sebagai tersangka. Maaher sendiri ditangkap di kediamannya di Cimanggu Wates, Kota Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 3 Desember 2020 sekitar pukul 04.00 WIB.
Berdasarkan surat penangkapan bernomor SP.Kap/184/XII/2020/Dittipidsiber, Ustaz Maaher At-Thuailibisudah ditangkap atas dasar laporan Waluyo Wasis Nugroho pada 27 November lalu.
Atas perbuatannya, Maaher disangkakan melanggar Pasal 45 ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan ancaman pidana penjara 6 tahun dan atau denda paling tinggi Rp1 miliar.
Lihat Juga: Mutasi Polri: 11 Pejabat Polda di Berbagai Daerah Mendapat Tugas Baru, 2 di Antaranya Jadi Kapolda
"Jadi perlu rekan-rekan ketahui bahwasanya kata kunci dalam kasus ini yaitu kata 'cantik' dan 'jilbab'. Karena di sini dipastikan postingannya 'ia tambah cantik pakai jilbab kayak kiainya banser ini ya'," kata Awi di Jakarta, Jumat (4/12/2020).
Menurut Awi, ujaran kebencian yang disampaikan Ustaz Maaher itu dinilai terkait dengan sosol kiai atau ulama. Sehingga, pihak pelapor merasa tidak terima lantaran panutan ulamanya dinilai telah dihina oleh Maaher. ( )
"Kiai itu adalah ulama yang ditokohkan sehingga mewakili tokoh yang diutamakan gitu. Kita tahu sendiri bahwasanya ulama itu yang di utamakan di Agama Islam," ujar Awi.
Oleh sebab itu, kata Awi, ada beberapa orang yang melaporkan hal tersebut, khususnya dari banser Nahdatul Ulama (NU).
Selain itu, polisi juga telah meminta keterangan dari ahli-ahli terkait dengan ucapan dari Maaher tersebut di media sosial (medsos).
"Yang kami duga terjadi penghinaan yang menjadikan delik yang kuat untuk menghasut dan menimbulkan perpecahan antar golongan dan kelompok masyarakat. Inilah yang jadi pertimbangan kepolisian hasil koordinasi hasil verifikasi dengan ahli baik itu ahli bahasa dan ahli ITE," ujar Awi. ( )
Sebelumnya, Polri menyatakan, pihaknya saat ini telah menetapkan Ustaz Maaher sebagai tersangka. Maaher sendiri ditangkap di kediamannya di Cimanggu Wates, Kota Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 3 Desember 2020 sekitar pukul 04.00 WIB.
Berdasarkan surat penangkapan bernomor SP.Kap/184/XII/2020/Dittipidsiber, Ustaz Maaher At-Thuailibisudah ditangkap atas dasar laporan Waluyo Wasis Nugroho pada 27 November lalu.
Atas perbuatannya, Maaher disangkakan melanggar Pasal 45 ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan ancaman pidana penjara 6 tahun dan atau denda paling tinggi Rp1 miliar.
Lihat Juga: Mutasi Polri: 11 Pejabat Polda di Berbagai Daerah Mendapat Tugas Baru, 2 di Antaranya Jadi Kapolda
(abd)