Jokowi Minta Masyarakat Berdamai dengan Corona, Politikus PDIP Ingatkan 2 Aspek Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat meminta agar masyarakat berdamai dengan COVID-19 atau virus Corona yang kemudian banyak diimplementasikan dengan upaya 'herd immunity' atau kekebalan kelompok. Banyak pihak pun memprediksi ke pernyataan itu mengarah herd immunity untuk memutus penyebaran virus ini.
Anggota Komisi IX DPR, Muchamad Nabil Haroen menilai bahwa pernyataan berdamai dengan Corona bisa dilihat dari dua perspektif. Pertama bahwa pemerintah harus lebih serius dan fokus dalam penanganan COVID-19.
"Kita masih melihat ada beberapa hal yang masih inkonsisten dan tidak terkoordinasi misal kebijakan antar kementerian yang tidak sinkron. Jadi, masyarakat menjadi bingung," ujar Nabil kepada SINDOnews, Senin (11/5/2020).
Kedua, lanjut Gus Nabil sapaan akrabnya, Presiden Jokowi menyampaikan itu dalam konteks agar masyarakat Indonesia bersiap pada tahapan-tahapan yang lebih luas dari penanganan COVID-19. Menurutnya, memang banyak prediksi kapan COVID-19 akan berakhir tapi tidak ada yang bisa memastikan.
"Maka diperlukan kesiapan bersama, untuk kasus yang terburuk. Di antara persiapan itu, dengan menjaga ketahanan di lingkup terkecil, yakni keluarga dan lingkungan sekitar," tutur dia.
Bicara apakah pemerintah sudah maksimal menangani virus ini, Politikus PDIP ini berpendapat bahwa kita memang tengah melalui periode yang tidak mudah. Untuk itu, pemerintah harus mengkoreksi banyak hal terkait dengan strategi, kebijakan maupun eksekusi program dari kementrian masing-masing. Koordinasi antar kementerian harus lebih rapi dengan eksekusi yang lebih baik dan sesuai dengan kepentingan rakyat.
Gus Nabil mengingatkan harus ada perbaikan, misalnya kita butuh lebih banyak tes. Jika dibandingkan dengan Vietnam, Indonesia tertinggal sangat jauh. "Vietnam mengklaim sukses mengendalikan penularan COVID-19. Negara ini memeriksa 22 orang per 1.000 penduduk dengan PCR, sedangkan Indonesia memeriksa 0,2 orang per 1.000 penduduk. Ini yang harus dikejar," tandasnya.
Menurut Gus Nabil, di antara yang menjadi penting yakni transparansi data sampai dengan membuka kurva yang berbasis data epidemiologis. Ini usulan dan pernyataan yang dia terima dari pakar epidemiologis. Karena menurutnya, jika data tidak terbuka, siapapun tidak akan bisa memprediksi secara pasti, selain pembiaran.
"Selain memang pemerintah harus bekerja keras lagi untuk memperbanyak tes, memperketat physical distancing, dan sembari mengatur agar sirkulasi ekonomi kerakyatan tetap berjalan," ucap Ketua Umum PP Pagar Nusa Nahdlatul Ulama (NU) itu.
Anggota Komisi IX DPR, Muchamad Nabil Haroen menilai bahwa pernyataan berdamai dengan Corona bisa dilihat dari dua perspektif. Pertama bahwa pemerintah harus lebih serius dan fokus dalam penanganan COVID-19.
"Kita masih melihat ada beberapa hal yang masih inkonsisten dan tidak terkoordinasi misal kebijakan antar kementerian yang tidak sinkron. Jadi, masyarakat menjadi bingung," ujar Nabil kepada SINDOnews, Senin (11/5/2020).
Kedua, lanjut Gus Nabil sapaan akrabnya, Presiden Jokowi menyampaikan itu dalam konteks agar masyarakat Indonesia bersiap pada tahapan-tahapan yang lebih luas dari penanganan COVID-19. Menurutnya, memang banyak prediksi kapan COVID-19 akan berakhir tapi tidak ada yang bisa memastikan.
"Maka diperlukan kesiapan bersama, untuk kasus yang terburuk. Di antara persiapan itu, dengan menjaga ketahanan di lingkup terkecil, yakni keluarga dan lingkungan sekitar," tutur dia.
Bicara apakah pemerintah sudah maksimal menangani virus ini, Politikus PDIP ini berpendapat bahwa kita memang tengah melalui periode yang tidak mudah. Untuk itu, pemerintah harus mengkoreksi banyak hal terkait dengan strategi, kebijakan maupun eksekusi program dari kementrian masing-masing. Koordinasi antar kementerian harus lebih rapi dengan eksekusi yang lebih baik dan sesuai dengan kepentingan rakyat.
Gus Nabil mengingatkan harus ada perbaikan, misalnya kita butuh lebih banyak tes. Jika dibandingkan dengan Vietnam, Indonesia tertinggal sangat jauh. "Vietnam mengklaim sukses mengendalikan penularan COVID-19. Negara ini memeriksa 22 orang per 1.000 penduduk dengan PCR, sedangkan Indonesia memeriksa 0,2 orang per 1.000 penduduk. Ini yang harus dikejar," tandasnya.
Menurut Gus Nabil, di antara yang menjadi penting yakni transparansi data sampai dengan membuka kurva yang berbasis data epidemiologis. Ini usulan dan pernyataan yang dia terima dari pakar epidemiologis. Karena menurutnya, jika data tidak terbuka, siapapun tidak akan bisa memprediksi secara pasti, selain pembiaran.
"Selain memang pemerintah harus bekerja keras lagi untuk memperbanyak tes, memperketat physical distancing, dan sembari mengatur agar sirkulasi ekonomi kerakyatan tetap berjalan," ucap Ketua Umum PP Pagar Nusa Nahdlatul Ulama (NU) itu.
(kri)