Pandemi Covid-19 dan Aksi Reuni 212 yang Tertunda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana Reuni 212 sempat mengemuka pasca kedatangan Habib Rizieq Shihab di Tanah Air pada 10 November lalu.
Rencananya perhelatan yang melibatkan massa super banyak itu digelar di Monas tepatnya pada 2 Desember 2020 nanti. Dalam perkembangannya, pemerintah tidak mengizinkan adanya keramaian karena saat ini masa pandemi Covid. Alhasil, Reuni 212 pun ditunda.
Menengok sekilas beberapa tahun lalu, Aksi 212 muncul di akhir tahun 2016 menuntut agar Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dipenjara karena dianggap menista agama.
Dua tahun kemudian, aksi massa 212 kembali digelar. Saat itu, Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab meminta massa reuni 212 tahun 2018 untuk mendukung Prabowo-Sandi di Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019. Pasangan calon hasil ijtimak ulama itu pun kalah.
Konstelasi politik berjalan dinamis. Bahkan tidak pernah dibayangkan sebelumnya jika akhirnya Prabowo menjadi anak buah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Prabowo ditunjuk menjabat Menteri Pertahanan. Partainya pun, Gerindra gabung di barisan pendukung Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.Ahok sudah bebas dari penjara lalu ditunjuk menjadi Komisaris Utama di Pertamina.
Ketua Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Razikin melihat rencana PA 212 menggelar reuni pada 2 Desember 2020 di Monas, Jakarta dari dua pendekatan. Pertama, kata Razikin, reuni, berkumpul atau berserikat untuk menyampaikan pendapat itu merupakan hak warga Negara yang dijamin konstitusi, Pasal 28 UUD 1945.
"Nah, jika dilihat dalam pendekatan itu, maka reuni atau apa pun namanya adalah hak dan kebebasan warga Negara yang harus dilindungi," ujar Razikin kepada SINDOnews, Selasa 17 November 2020.
Akan tetapi, kata Razikin, sekarang ini Indonesia tengah menghadapi Covid-19, sehingga perlu ada kesadaran untuk menaati protokol kesehatan.
"Kita semua berharap para tokoh 212 bisa memberikan keteladanan kepada para jamaahnya supaya kita dapat terhindar dari marabahaya Covid-19. Dalam Islam sendiri ada kaidah ushul fiqhi 'Menghindari mafsadat lebih diprioritaskan dari meraih maslahat'," ungkapnya.
Razikin mengatakan, tokoh-tokoh 212 itu orang yang paham Islam. "Masak sih memaksakan kehendak hanya untuk melampiaskan hasrat politik mereka?" Kata Razikin.( )
Razikin pun mengingatkan pandemi Covid-19 bukan hanya persoalan Indonesia, tetapi juga masalah bagi umat manusia di seluruh dunia. "Tetapi saya melihat rencana reuni PA 212 itu merupakan gerakan politik, di sana ada power struggle (perebutan kekuasaan-red)," ujarnya.
Razikin menjelaskan, Indonesia telah memilih jalan demokrasi. Dalam berdemokrasi, kata dia, disyaratkan adanya kedewasaan menerima perbedaan, tidak memaksakan kehendak, menghormati hak-hak orang lain, menghormati pemerintahan yang terbentuk melalui Pemilu, serta sirkulasi kekuasaan secara periodik.
"Karenanya, jika ada kelompok masyarakat seperti PA 212 itu mengadakan reuni silakan saja, namun hak-hak orang lain atau kelompok masyarakat lainnya harus juga dihormati. Tidak boleh ada satu kelompok yang merasa benar sendiri, penuh arogansi dan ambisi memperjuangkan haknya dengan cara melanggar kepentingan orang lain," pungkas Razikin.
Sementara itu, mantan politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menilai reuni 212 bukan lagi murni tentang sebuah kenangan berkumpulnya orang-orang yang dulu menentang dan melawan Ahok.
"Kalau dibuat reuni, saya yakin yang hadir mungkin lebih banyak peserta yang tak hadir saat 212 tahun 2017 lalu saat mendemo Ahok. Jadi yang dimaksud reuni disini sudah gugur," kata Ferdinand Hutahaean kepada SINDOnews secara terpisah.
Sehingga, Ferdinand menilai acara tersebut hanya memperalat kata reuni demi kepentingan politik yang ujung-ujungnya memberikan panggung politik pada orang-orang tertentu dan menyerang pemerintah dan pribadi Presiden Jokowi.
"Itu bukan murni reuni dalam makna sesungguhnya tapi hanya mencatut kata reuni saja sebagai pembenaran melakukan aksi politik identitas. Apa pentingnya reuni 212? Bukankah tujuannya dulu sudah tercapai? Ahok sudah dihukum dan Anies sudah menang Gubernur," kata Ferdinand.
Jadi, menurut dia, tak ada dasar yang bisa membenarkan aksi itu dilakukan lagi kecuali kepentingan politik ke depan, memberi panggung pada orang tertentu dan menyerang pemerintah.
"Kalau bicara penting atau tak penting, perlu atau tak perlu, semestinya tak penting dan tak perlu bila murni ke aksi 212 tahun 2017, misinya sudah selesai. Tapi kalau bicara kepentingan ke depan, tentu bagi mereka ini sangat perlu," pungkas Ferdinand.
Pengamat Politik, Boni Hargens menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya bersikap tegas dengan mengeluarkan larangan resmi untuk acara reuni 212 di Monas itu. Boni berpendapat, sekarang masyarakat kehilangankepercayaan karena ada perlakuan standar ganda.
Boni meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersikap konsisten dan tegas bagi semua warga Jakarta. Boni juga mengimbau aparat kepolisian bersikap tegas supaya tidak terjadi gejolak yang lain di tengah masyarakat. "Tindak tegas semua kelompok yang melanggar ketentuan kesehatan di masa pandemi. Tidak boleh ada pengecualian. Itu penting untuk menjaga wibawa negara," kata Boni.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rahmad Handoyo mengingatkan bahwa berdasarkan aturan yang dibuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, tidak ada ruang untuk reuni yang menghadirkan apapun kegiatan dan mengundang kerumunan. "Tapi kalau tidak berani menghentikan tinggal minta tolong aja gubernur kepada TNI Polri untuk membantu kerja pak gubernur," ujar Rahmad Handoyo.
Menyikapi situasi saat ini, akhirnya Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 memutuskan menunda sementara pelaksanaan Reuni 212 pada 2 Desember 2020 mendatang.
Pasalnya, kegiatan akbar tersebut tidak mendapatkan izin dari otoritas terkait dengan alasan pandemi corona belum berlalu. ( )
Ketua Umum PA 212, Slamet Maarif, mengatakan penundaan sementara Reuni 212 ambil mengamati pelaksanaan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 mendatang. Apabila ada pembiaran kerumunan, maka Reuni 212 tahun 2020 akan tetap digelar pada waktu yang tepat.
"Pelaksanaan Reuni 212 tahun 2020 ditunda untuk sementara dengan mengamati pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Jika ada pembiaran kerumunan oleh pemerintah maka Reuni 212 tahun 2020 akan tetap digelar di waktu yang tepat," ujar Slamet saat jumpa pers virtual melalui Front TV, Selasa 17 November 2020.
Rencananya perhelatan yang melibatkan massa super banyak itu digelar di Monas tepatnya pada 2 Desember 2020 nanti. Dalam perkembangannya, pemerintah tidak mengizinkan adanya keramaian karena saat ini masa pandemi Covid. Alhasil, Reuni 212 pun ditunda.
Menengok sekilas beberapa tahun lalu, Aksi 212 muncul di akhir tahun 2016 menuntut agar Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dipenjara karena dianggap menista agama.
Dua tahun kemudian, aksi massa 212 kembali digelar. Saat itu, Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab meminta massa reuni 212 tahun 2018 untuk mendukung Prabowo-Sandi di Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019. Pasangan calon hasil ijtimak ulama itu pun kalah.
Konstelasi politik berjalan dinamis. Bahkan tidak pernah dibayangkan sebelumnya jika akhirnya Prabowo menjadi anak buah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Prabowo ditunjuk menjabat Menteri Pertahanan. Partainya pun, Gerindra gabung di barisan pendukung Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.Ahok sudah bebas dari penjara lalu ditunjuk menjadi Komisaris Utama di Pertamina.
Ketua Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Razikin melihat rencana PA 212 menggelar reuni pada 2 Desember 2020 di Monas, Jakarta dari dua pendekatan. Pertama, kata Razikin, reuni, berkumpul atau berserikat untuk menyampaikan pendapat itu merupakan hak warga Negara yang dijamin konstitusi, Pasal 28 UUD 1945.
"Nah, jika dilihat dalam pendekatan itu, maka reuni atau apa pun namanya adalah hak dan kebebasan warga Negara yang harus dilindungi," ujar Razikin kepada SINDOnews, Selasa 17 November 2020.
Akan tetapi, kata Razikin, sekarang ini Indonesia tengah menghadapi Covid-19, sehingga perlu ada kesadaran untuk menaati protokol kesehatan.
"Kita semua berharap para tokoh 212 bisa memberikan keteladanan kepada para jamaahnya supaya kita dapat terhindar dari marabahaya Covid-19. Dalam Islam sendiri ada kaidah ushul fiqhi 'Menghindari mafsadat lebih diprioritaskan dari meraih maslahat'," ungkapnya.
Razikin mengatakan, tokoh-tokoh 212 itu orang yang paham Islam. "Masak sih memaksakan kehendak hanya untuk melampiaskan hasrat politik mereka?" Kata Razikin.( )
Razikin pun mengingatkan pandemi Covid-19 bukan hanya persoalan Indonesia, tetapi juga masalah bagi umat manusia di seluruh dunia. "Tetapi saya melihat rencana reuni PA 212 itu merupakan gerakan politik, di sana ada power struggle (perebutan kekuasaan-red)," ujarnya.
Razikin menjelaskan, Indonesia telah memilih jalan demokrasi. Dalam berdemokrasi, kata dia, disyaratkan adanya kedewasaan menerima perbedaan, tidak memaksakan kehendak, menghormati hak-hak orang lain, menghormati pemerintahan yang terbentuk melalui Pemilu, serta sirkulasi kekuasaan secara periodik.
"Karenanya, jika ada kelompok masyarakat seperti PA 212 itu mengadakan reuni silakan saja, namun hak-hak orang lain atau kelompok masyarakat lainnya harus juga dihormati. Tidak boleh ada satu kelompok yang merasa benar sendiri, penuh arogansi dan ambisi memperjuangkan haknya dengan cara melanggar kepentingan orang lain," pungkas Razikin.
Sementara itu, mantan politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menilai reuni 212 bukan lagi murni tentang sebuah kenangan berkumpulnya orang-orang yang dulu menentang dan melawan Ahok.
"Kalau dibuat reuni, saya yakin yang hadir mungkin lebih banyak peserta yang tak hadir saat 212 tahun 2017 lalu saat mendemo Ahok. Jadi yang dimaksud reuni disini sudah gugur," kata Ferdinand Hutahaean kepada SINDOnews secara terpisah.
Sehingga, Ferdinand menilai acara tersebut hanya memperalat kata reuni demi kepentingan politik yang ujung-ujungnya memberikan panggung politik pada orang-orang tertentu dan menyerang pemerintah dan pribadi Presiden Jokowi.
"Itu bukan murni reuni dalam makna sesungguhnya tapi hanya mencatut kata reuni saja sebagai pembenaran melakukan aksi politik identitas. Apa pentingnya reuni 212? Bukankah tujuannya dulu sudah tercapai? Ahok sudah dihukum dan Anies sudah menang Gubernur," kata Ferdinand.
Jadi, menurut dia, tak ada dasar yang bisa membenarkan aksi itu dilakukan lagi kecuali kepentingan politik ke depan, memberi panggung pada orang tertentu dan menyerang pemerintah.
"Kalau bicara penting atau tak penting, perlu atau tak perlu, semestinya tak penting dan tak perlu bila murni ke aksi 212 tahun 2017, misinya sudah selesai. Tapi kalau bicara kepentingan ke depan, tentu bagi mereka ini sangat perlu," pungkas Ferdinand.
Pengamat Politik, Boni Hargens menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya bersikap tegas dengan mengeluarkan larangan resmi untuk acara reuni 212 di Monas itu. Boni berpendapat, sekarang masyarakat kehilangankepercayaan karena ada perlakuan standar ganda.
Boni meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersikap konsisten dan tegas bagi semua warga Jakarta. Boni juga mengimbau aparat kepolisian bersikap tegas supaya tidak terjadi gejolak yang lain di tengah masyarakat. "Tindak tegas semua kelompok yang melanggar ketentuan kesehatan di masa pandemi. Tidak boleh ada pengecualian. Itu penting untuk menjaga wibawa negara," kata Boni.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rahmad Handoyo mengingatkan bahwa berdasarkan aturan yang dibuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, tidak ada ruang untuk reuni yang menghadirkan apapun kegiatan dan mengundang kerumunan. "Tapi kalau tidak berani menghentikan tinggal minta tolong aja gubernur kepada TNI Polri untuk membantu kerja pak gubernur," ujar Rahmad Handoyo.
Menyikapi situasi saat ini, akhirnya Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 memutuskan menunda sementara pelaksanaan Reuni 212 pada 2 Desember 2020 mendatang.
Pasalnya, kegiatan akbar tersebut tidak mendapatkan izin dari otoritas terkait dengan alasan pandemi corona belum berlalu. ( )
Ketua Umum PA 212, Slamet Maarif, mengatakan penundaan sementara Reuni 212 ambil mengamati pelaksanaan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 mendatang. Apabila ada pembiaran kerumunan, maka Reuni 212 tahun 2020 akan tetap digelar pada waktu yang tepat.
"Pelaksanaan Reuni 212 tahun 2020 ditunda untuk sementara dengan mengamati pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Jika ada pembiaran kerumunan oleh pemerintah maka Reuni 212 tahun 2020 akan tetap digelar di waktu yang tepat," ujar Slamet saat jumpa pers virtual melalui Front TV, Selasa 17 November 2020.
(dam)