Sejak Awal Gatot Nurmantyo Dingin Tanggapi Pemberian Bintang Mahaputera
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketidakhadiran mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo dalam penyerahan penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara mengundang banyak pertanyaan publik.
Gatot merupakan satu dari 32 orang yang menerima penghargaan dari negara. Padahal, menteri, pimpinan lembaga negara, mantan menteri, dan mantan pimpinan lembaga negara hadir dalam momen sakral tersebut.
Pemberian penghargaan juga menuai polemik. Berbagai spekulasi bermunculan menyikapi pemberian tanda jasa tersebut. Polemik muncul terkait sosok Gatot yang saat ini bergabung dengan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), organisasi yang anggotanya gencar mengkritisi pemerintah. (Baca: Amalan Doa Agar Rezeki Melimpah)
Tak salah ketidakhadiran Gatot sebagai manuver yang relatif aman terhadap masa depan langkah politiknya. Bintang Mahaputera dianggap sebagai upaya lunak ”menangkap” Gatot setelah penangkapan petinggi dan aktivis KAMI sebelumnya. Makanya, Rocky Gerung menyebut hanya ada dua motif mengapa pemerintah memberikan Bintang Mahaputera kepada Gatot. Kalau bukan pengakuan salah telah menangkap Syahganda Nainggolan dkk, berarti memang ada keinginan untuk memecah belah KAMI. “Ada yang diberi borgol, ada yang diberi penghargaan,” kata aktivis dan pengamat politik itu, dalam video di saluran YouTube.
Seperti jebakan, Bintang Mahaputera membuat Presidium KAMI berada di posisi dilematis. Ibarat bidak catur yang bisa dimakan gratis, Gatot bisa kehilangan perwira atau malah benteng pertahanan. Karena itu, Gatot memilih menghindar untuk mempertahankan “pasukannya” di satu sisi sembari tetap menjaga terbukanya peluang dari sisi lain. Dia juga memilih diam, membiarkan semua opini berkembang tanpa merespons.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyatakan hanya Tuhan dan Gatot sendiri yang tahu alasan ketidakhadirannya. Namun, Adi mengaku tidak kaget dengan sikap Gatot itu.
Sejak awal dia melihat Presidium KAMI itu menanggapi dingin rencana pemerintah memberikan penghargaan istimewa kepadanya. "Tapi, yang jelas sejak awal sepertinya Gatot datar saja merespons info yang menyebut dirinya bakal diberi penghargaan," ujar Adi. (Baca juga: Kemendikbud Dukung pelaksanaan Kampus Sehat Selama Pandemi)
Dia juga tak menampik adanya anggapan bahwa Gatot sedang memainkan manuver politik. Tapi, baginya, itu tidak berkaitan dengan konteks elektoral. "Tidak hadir terima penghargaan itu satu manuver karena jarang kejadian seperti ini,” kata analis politik asal UIN Jakarta ini.
Istana Berbeda Pandangan
Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono mengungkap alasan Gatot tidak datang ke Istana karena yang bersangkutan tidak setuju masih dalam kondisi pandemi Covid-19. "Mungkin isi suratnya ada beberapa yang beliau tidak setuju, mungkin kondisi Covid-19, dan harus banyak memberikan perhatian ke TNI di suratnya seperti itu dan itu haknya beliau," ujar Heru.
Dia menuturkan, jika Gatot tidak hadir, tanda jasa tersebut tidak diberikan dan kemungkinan akan dikembalikan ke negara. Terpenting, kata Heru, negara telah melaksanakan tugasnya untuk memberikan tanda jasa kepada para mantan menteri atau pejabat tinggi negara melalui Dewan Gelar Kehormatan sebagaimana aturan undang-undang.
"Yang jelas, negara melaksanakan tugas kewajiban untuk memberikan kepada para mantan menteri pejabat tinggi yang memang patut diberikan. Itu kan diproses di Dewan Gelar Kehormatan, ada dewan khusus dan itu sudah dilaksanakan," ujarnya. (Baca juga: Kiat Pangkas Berat Badan Selama Pandemi)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan Gatot tetap mendapatkan tanda jasa Bintang Mahaputera kendati yang bersangkutan tidak hadir di Istana Negara.
Pernyataan Mahfud ini berbeda dengan ucapan Kepala Heru Budi Hartono yang menyebut Gatot tak mendapat Bintang Mahaputera karena telah bersurat kepada Presiden Jokowi dan tidak hadir di hari H. "Iya, nanti dikirim melalui sesmil. Beliau (Gatot) mengatakan di sini menyatakan menerima sehingga hanya tak bisa hadir penyematannya," ujar Mahfud.
Mahfud mengungkap, dalam suratnya Gatot mengaku menerima Bintang Mahaputera itu kendati tidak bisa hadir di Istana pada saat penyematannya. Hal itu dikarenakan kondisi Covid-19. “Dari sekian yang dianugerahi Bintang Mahaputera itu ada yang tidak hadir, yaitu Bapak Gatot Nurmantyo. Tapi, dalam suratnya, Pak Gatot menerima pemberian bintang jasa ini, tetapi beliau tidak bisa hadir karena beberapa alasan," jelas Mahfud.
Anggota Fraksi PKS DPR Mardani Ali Sera berpandangan bahwa menerima atau menolak penghargaan negara itu merupakan hak dari setiap warga negara, termasuk Gatot. “Hak setiap orang untuk bersikap menerima atau menolak,walau penghargaan ini sebenarnya dari negara," kata Mardani. (Baca juga: Takut Pandemi, Transportasi Bus Jadi Kurang Laku)
Namun, anggota Komisi II DPR ini menduga, kemungkinan ada unsur politis, sehingga Gatot lebih memilih untuk menolak penghargaan itu di Istana Negara. "Tapi, boleh jadi ada unsur politisnya sehingga Pak Gatot menolak," ujarnya.
Menurut legislator asal DKI Jakarta ini, unsur politis itu karena Gatot enggan dikesankan oleh publik bahwa dia yang selama ini vokal telah ditaklukkan oleh pemerintah lewat sebuah penghargaan. “Bisa jadi (tak ingin dianggap takluk). Walau kalau menerima dan tetap bersikap kritis, juga bisa," tandasnya.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan, penghargaan tersebut diberikan pemerintah sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian putra-putri terbaik bangsa. Penghargaan tersebut merupakan hak warga negara yang oleh pemerintah dinilai layak untuk mendapatkan bintang Mahaputera.
“Nah untuk menerima atau menolak, itu kan hak dia. Jadi, kalau Pak Gatot tidak bersedia, itu hak dia. Yang penting kewajiban pemerintah sudah selesai untuk mengapresiasi salah satu putra terbaiknya dengan apa penghargaan berupa bintang Mahaputera itu," ujar Arsul.
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan bahwa sebagai mantan Panglima TNI, menerima atau tidak penghargaan yang diberikan negara menjadi hak pribadi. "Itu hak pribadi beliau karena setiap warga negara boleh menerima tanda jasa atau juga menolak tanda jasa,” kata Bamsoet. (Lihat videonya: Fenomena Pohon Pisang Berdaun Putih Gegerkan Warga Kudus)
Dia mengatakan, hal yang harus dijadikan perhatian bahwa negara telah menghargai pengabdian Gatot sebagai mantan Panglima TNI. "Beliau telah menjadi Panglima dan pengabdian beliau sebagai prajurit puluhan tahun, itulah bentuk penghargaan negara kepada yang bersangkutan. Bahwa yang bersangkutan menolak, itu juga merupakan hak sebagai warga negara," sebutnya. (Abdul Rochim/Kiswondari/Rakhmatulloh/ Fahreza Rizky)
Gatot merupakan satu dari 32 orang yang menerima penghargaan dari negara. Padahal, menteri, pimpinan lembaga negara, mantan menteri, dan mantan pimpinan lembaga negara hadir dalam momen sakral tersebut.
Pemberian penghargaan juga menuai polemik. Berbagai spekulasi bermunculan menyikapi pemberian tanda jasa tersebut. Polemik muncul terkait sosok Gatot yang saat ini bergabung dengan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), organisasi yang anggotanya gencar mengkritisi pemerintah. (Baca: Amalan Doa Agar Rezeki Melimpah)
Tak salah ketidakhadiran Gatot sebagai manuver yang relatif aman terhadap masa depan langkah politiknya. Bintang Mahaputera dianggap sebagai upaya lunak ”menangkap” Gatot setelah penangkapan petinggi dan aktivis KAMI sebelumnya. Makanya, Rocky Gerung menyebut hanya ada dua motif mengapa pemerintah memberikan Bintang Mahaputera kepada Gatot. Kalau bukan pengakuan salah telah menangkap Syahganda Nainggolan dkk, berarti memang ada keinginan untuk memecah belah KAMI. “Ada yang diberi borgol, ada yang diberi penghargaan,” kata aktivis dan pengamat politik itu, dalam video di saluran YouTube.
Seperti jebakan, Bintang Mahaputera membuat Presidium KAMI berada di posisi dilematis. Ibarat bidak catur yang bisa dimakan gratis, Gatot bisa kehilangan perwira atau malah benteng pertahanan. Karena itu, Gatot memilih menghindar untuk mempertahankan “pasukannya” di satu sisi sembari tetap menjaga terbukanya peluang dari sisi lain. Dia juga memilih diam, membiarkan semua opini berkembang tanpa merespons.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyatakan hanya Tuhan dan Gatot sendiri yang tahu alasan ketidakhadirannya. Namun, Adi mengaku tidak kaget dengan sikap Gatot itu.
Sejak awal dia melihat Presidium KAMI itu menanggapi dingin rencana pemerintah memberikan penghargaan istimewa kepadanya. "Tapi, yang jelas sejak awal sepertinya Gatot datar saja merespons info yang menyebut dirinya bakal diberi penghargaan," ujar Adi. (Baca juga: Kemendikbud Dukung pelaksanaan Kampus Sehat Selama Pandemi)
Dia juga tak menampik adanya anggapan bahwa Gatot sedang memainkan manuver politik. Tapi, baginya, itu tidak berkaitan dengan konteks elektoral. "Tidak hadir terima penghargaan itu satu manuver karena jarang kejadian seperti ini,” kata analis politik asal UIN Jakarta ini.
Istana Berbeda Pandangan
Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono mengungkap alasan Gatot tidak datang ke Istana karena yang bersangkutan tidak setuju masih dalam kondisi pandemi Covid-19. "Mungkin isi suratnya ada beberapa yang beliau tidak setuju, mungkin kondisi Covid-19, dan harus banyak memberikan perhatian ke TNI di suratnya seperti itu dan itu haknya beliau," ujar Heru.
Dia menuturkan, jika Gatot tidak hadir, tanda jasa tersebut tidak diberikan dan kemungkinan akan dikembalikan ke negara. Terpenting, kata Heru, negara telah melaksanakan tugasnya untuk memberikan tanda jasa kepada para mantan menteri atau pejabat tinggi negara melalui Dewan Gelar Kehormatan sebagaimana aturan undang-undang.
"Yang jelas, negara melaksanakan tugas kewajiban untuk memberikan kepada para mantan menteri pejabat tinggi yang memang patut diberikan. Itu kan diproses di Dewan Gelar Kehormatan, ada dewan khusus dan itu sudah dilaksanakan," ujarnya. (Baca juga: Kiat Pangkas Berat Badan Selama Pandemi)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan Gatot tetap mendapatkan tanda jasa Bintang Mahaputera kendati yang bersangkutan tidak hadir di Istana Negara.
Pernyataan Mahfud ini berbeda dengan ucapan Kepala Heru Budi Hartono yang menyebut Gatot tak mendapat Bintang Mahaputera karena telah bersurat kepada Presiden Jokowi dan tidak hadir di hari H. "Iya, nanti dikirim melalui sesmil. Beliau (Gatot) mengatakan di sini menyatakan menerima sehingga hanya tak bisa hadir penyematannya," ujar Mahfud.
Mahfud mengungkap, dalam suratnya Gatot mengaku menerima Bintang Mahaputera itu kendati tidak bisa hadir di Istana pada saat penyematannya. Hal itu dikarenakan kondisi Covid-19. “Dari sekian yang dianugerahi Bintang Mahaputera itu ada yang tidak hadir, yaitu Bapak Gatot Nurmantyo. Tapi, dalam suratnya, Pak Gatot menerima pemberian bintang jasa ini, tetapi beliau tidak bisa hadir karena beberapa alasan," jelas Mahfud.
Anggota Fraksi PKS DPR Mardani Ali Sera berpandangan bahwa menerima atau menolak penghargaan negara itu merupakan hak dari setiap warga negara, termasuk Gatot. “Hak setiap orang untuk bersikap menerima atau menolak,walau penghargaan ini sebenarnya dari negara," kata Mardani. (Baca juga: Takut Pandemi, Transportasi Bus Jadi Kurang Laku)
Namun, anggota Komisi II DPR ini menduga, kemungkinan ada unsur politis, sehingga Gatot lebih memilih untuk menolak penghargaan itu di Istana Negara. "Tapi, boleh jadi ada unsur politisnya sehingga Pak Gatot menolak," ujarnya.
Menurut legislator asal DKI Jakarta ini, unsur politis itu karena Gatot enggan dikesankan oleh publik bahwa dia yang selama ini vokal telah ditaklukkan oleh pemerintah lewat sebuah penghargaan. “Bisa jadi (tak ingin dianggap takluk). Walau kalau menerima dan tetap bersikap kritis, juga bisa," tandasnya.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan, penghargaan tersebut diberikan pemerintah sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian putra-putri terbaik bangsa. Penghargaan tersebut merupakan hak warga negara yang oleh pemerintah dinilai layak untuk mendapatkan bintang Mahaputera.
“Nah untuk menerima atau menolak, itu kan hak dia. Jadi, kalau Pak Gatot tidak bersedia, itu hak dia. Yang penting kewajiban pemerintah sudah selesai untuk mengapresiasi salah satu putra terbaiknya dengan apa penghargaan berupa bintang Mahaputera itu," ujar Arsul.
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan bahwa sebagai mantan Panglima TNI, menerima atau tidak penghargaan yang diberikan negara menjadi hak pribadi. "Itu hak pribadi beliau karena setiap warga negara boleh menerima tanda jasa atau juga menolak tanda jasa,” kata Bamsoet. (Lihat videonya: Fenomena Pohon Pisang Berdaun Putih Gegerkan Warga Kudus)
Dia mengatakan, hal yang harus dijadikan perhatian bahwa negara telah menghargai pengabdian Gatot sebagai mantan Panglima TNI. "Beliau telah menjadi Panglima dan pengabdian beliau sebagai prajurit puluhan tahun, itulah bentuk penghargaan negara kepada yang bersangkutan. Bahwa yang bersangkutan menolak, itu juga merupakan hak sebagai warga negara," sebutnya. (Abdul Rochim/Kiswondari/Rakhmatulloh/ Fahreza Rizky)
(ysw)