Membangkitkan Kepahlawanan Publik

Rabu, 11 November 2020 - 05:30 WIB
loading...
Membangkitkan Kepahlawanan...
Sudirman Said
A A A
Sudirman Said
Ketua Institut Harkat Negeri

KONSEP pahlawan secara mudah dipahami sebagai pengertian yang merujuk pada sosok yang memiliki sejumlah kemampuan, keberanian, dan kesediaan berkorban demi suatu tujuan yang melampaui kepentingan dirinya. Keberanian dan pengorbanan merupakan aspek kunci dari apa yang disebut sebagai kepahlawanan.

Berani, dalam pengertian ini, tentu bukan jenis sikap tindakan tidak mengenal rasa takut, tetapi suatu kualitas tindakan yang dilakukan atas dasar pengetahuan dan kesadaran bahwa tindakan tersebut memang harus dilakukan, karena demikian itulah hukum moral mengaturnya. Artinya dilakukannya suatu tindakan bukan pertama-tama karena yang melakukan bersedia mengambil risiko atas akibat yang ditimbulkannya, melainkan karena tindakan tersebut adalah tindakan yang benar menurut hukum moral.

Dengan kata lain berani dalam perspektif ini adalah tindakan yang dilakukan karena diyakini tindakan tersebut merupakan perbuatan benar. Ungkapan berani karena benar barangkali merupakan rumusan sederhana yang menggambarkan makna keberanian dalam jalur ini. Kisah perjuangan mengusir penjajah merupakan gambar konkret tindakan berani karena penjajahan melawan peri kemanusiaan dan peri keadilan.

Pengorbanan merupakan konsep tentang tindakan "memberi" dengan tidak menyediakan tempat sedikit pun bagi motif menerima imbal balik. Laku ini bukan bagian dari perbuatan yang tidak disengaja, sebaliknya adalah tindakan yang sepenuhnya disadari dan memang diadakan untuk itu. Para pejuang yang pergi ke medan juang merupakan gambaran nyata tentang pengorbanan. Mereka sadar bahwa tanpa kesediaan untuk pergi ke arena, tidak akan mungkin suatu cita-cita luhur dapat dicapai.

Sebagai bangsa yang pernah mengalami derita penjajahan dan menyaksikan bagaimana para pejuang (dalam suatu bentuk perjuangannya) "bertempur" mengusir kaum penjajah, tentu kita punya warisan nilai-nilai kepahlawanan yang kuat dan berakar. Tidak dapat diingkari bahwa dalam setiap momen sosial politik tertentu muncul harapan agar proses tersebut dapat melahirkan figur-figur dengan kualifikasi yang jika diteliti secara saksama sesungguhnya ia adalah representasi pahlawan atau figur yang pada dirinya bersemayam jiwa kepahlawanan.

Rahim Kepahlawanan
Adanya harapan bagi hadirnya pribadi-pribadi dengan jiwa kepahlawanan tentu akan mengundang pertanyaan yang mendalam: mengapa harapan tersebut muncul? Dapat dikatakan bahwa harapan merupakan saksi bahwa sesuatu belum ada dan karena itu diharapkan kehadirannya. Harapan merupakan energi yang daripadanya dapat diselenggarakan upaya untuk menghadirkan apa yang diinginkan.

Jika pandangan ini diterima, kita perlu menggali lebih jauh: mengapa hal demikian itu dapat terjadi? Apakah sebagai bangsa kita belum cukup menciptakan ruang pembelajaran yang sedemikian rupa sehingga jiwa kepahlawanan dapat bersemai dalam setiap pribadi Indonesia? Apakah letak masalah pada ketersediaan ruang pembelajaran ataukah pada metode pembelajaran dan ekosistem belajarnya? Konsep pembelajaran yang dimaksudkan di sini merupakan konsep yang lebih luas. Bahkan proses rekrutmen politik, yakni proses mendapatkan figur yang akan menempati jabatan publik, dapat pula dipandang sebagai bagian dari proses pembelajaran. Secara lebih umum kita hendak mengatakan bahwa keseluruhan kehidupan berbangsa dan bernegara sesungguhnya merupakan ruang pembelajaran yang daripadanya seharusnya lahir jiwa kepahlawanan pada diri setiap manusia Indonesia.

Apabila pengertian tersebut dapat digunakan, dapat dirumuskan secara lebih sederhana bahwa keseluruhan proses kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan rahim bagi pribadi Indonesia, yakni pribadi yang pada dirinya bersemayam jiwa kepahlawanan. Dengan cara pandang itu kita akan dapat melihat beberapa arena sekaligus. Pertama, dalam kenyataan, selama beberapa dekade ini, sebagai bangsa kita menjumpai demikian banyak masalah hukum yang menimpa para pejabat publik, mulai dari eksekutif, legislatif hingga yudikatif. Di luar itu catatan hukum juga memperlihatkan dijumpainya masalah-masalah hukum yang mencerminkan tidak atau belum bekerjanya jiwa kepahlawanan sebagaimana yang (telah) ditunjukkan dengan terjadinya problem-problem yang tidak kita inginkan terjadi di alam kemerdekaan. Mengapa perpindahan dari alam kolonial ke alam merdeka tidak dengan sendirinya mengubah karakter manusia-manusianya?

Kedua, dari berbagai peristiwa, baik di dalam jalur formal, yakni melalui lembaga peradilan, maupun jalur nonformal, terlihat jelas bahwa ada banyak kebijakan yang tidak mendapatkan penerimaan atau bahkan penolakan sejak dari proses hendak diadakan. Peristiwa tersebut layak untuk menjadi bahan refleksi mendalam. Tidak untuk keperluan politik sempit, melainkan untuk keperluan merenungkan kualitas kehidupan kita bersama sebagai sebuah bangsa dan negara. Tentu pertanyaan sederhana yang perlu diangkat sebagai bahan renungan adalah mengapa harus ada jarak antara kebijakan dengan keinginan publik?
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1302 seconds (0.1#10.140)