Tiga Jamaah Positif COVID-19, DPR Minta Evaluasi Umrah Saat Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 3 jamaah umrah asal Indonesia yang diberangkatkan pada 1 November lalu, terkonfirmasi positif COVID-19 setelah dilakukan tes usap (swab test) di Arab Saudi. Padahal, calon jamaah sudah diseleksi ketat dan dilakukan dengan protokol kesehatan COVID-19 .
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VIII DPR, Ali Taher Parasong memahami bahwa semangat beribadah tak terbendung tapi tentu harus tetap berhati-hati di tengah pandemi COVID-19 sehingga jangan terlalu dipaksakan. (Baca juga: Gerindra Ingatkan Stakeholder Tak Saling Sandera soal Vaksin COVID-19)
"Skema yang ditawarkan ada 3, pertama normal, kedua pembatasan, ketiga tidak berangkat umrah maupun haji. Kita memang semangat beragama tidak bisa dibendung tetapi faktor kewaspadaan terhadap virus pandemi ini kan belum juga tuntas, ini kan sepertinya agak terlampau dipaksakan," ujar Ali kepada wartawan, Minggu (8/11/2020).
Oleh karena itu, menurut Ali, ibadah umrah di tengah pandemi COVID-19 ini perlu segera dievaluasi kembali. Saat bicara dengan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Oman Fathurahman, mereka sepertinya memiliki rencana agar jamaah umrah bisa diberangkatkan secara massal.
"Saya bilang jangan dulu, kita bicara dulu DPR nanti masuk setelah reses, kita bicarakan tuntas dulu perkembangan dan evaluasi perjalanan umrah yang kemarin diberangkatkan," tegasnya.
Politikus PAN ini melanjutkan DPR dan Kemenag juga perlu bicara sebelum juga menentukan sikap terhadap pelaksanaan ibadah haji di tahun 2021/1422 H mendatang. Karena, ada banyak cost item yang harus dibicarakan kembali di samping masalah pandeminya.
Ali menguraikan dengan ada pandemi ini harus ada physical distancing atau jarak di pesawat, cuci tangan dengan sanitizer, kemudian masker yang mana, satu masker medis itu maksimal penggunaan 4 jam dan butuh beberapa masker dalam 24 jam. Siapa yang menyediakan itu dan dari mana sumber anggarannya, sementara ongkos haji sudah ditetapkan sekitar Rp45 juta.
"Nah, kalau ada tambahan-tambahan cost itu menjadi kewenangan siapa yang menentukan dan item apa saja. Itu perlu dibicarakan, belum lagi soal pandeminya," kata Ali.
Oleh karena itu, Legislator Dapil Banten III ini menambahkan meskipun pada akhirnya berangkat tidak berangkat tergantung pada posisi Arab Saudi sebagai tuan rumah yang menentukan berjalan atau tidaknya ibadah haji dan umrah, Indonesia tetap menunggu perkembangannnya dan mempersiapkan diri secara maksimal. (Baca juga: MPR Ingatkan BPOM Jamin Keamanan Vaksin Covid-19)
"Tentu saja Arab Saudi juga sangat tergantung dengan informasi dari WHO (organisasi kesehatan dunia) terkait dengan persoalan pandemi ini. Perlu dikaji lagi, perlu dikaji kembali karena demi kemaslahatan bersama. Semangat perlu, tetapi kewaspadaan dan hati-hati sangat perlu," tandas Ali.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VIII DPR, Ali Taher Parasong memahami bahwa semangat beribadah tak terbendung tapi tentu harus tetap berhati-hati di tengah pandemi COVID-19 sehingga jangan terlalu dipaksakan. (Baca juga: Gerindra Ingatkan Stakeholder Tak Saling Sandera soal Vaksin COVID-19)
"Skema yang ditawarkan ada 3, pertama normal, kedua pembatasan, ketiga tidak berangkat umrah maupun haji. Kita memang semangat beragama tidak bisa dibendung tetapi faktor kewaspadaan terhadap virus pandemi ini kan belum juga tuntas, ini kan sepertinya agak terlampau dipaksakan," ujar Ali kepada wartawan, Minggu (8/11/2020).
Oleh karena itu, menurut Ali, ibadah umrah di tengah pandemi COVID-19 ini perlu segera dievaluasi kembali. Saat bicara dengan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Oman Fathurahman, mereka sepertinya memiliki rencana agar jamaah umrah bisa diberangkatkan secara massal.
"Saya bilang jangan dulu, kita bicara dulu DPR nanti masuk setelah reses, kita bicarakan tuntas dulu perkembangan dan evaluasi perjalanan umrah yang kemarin diberangkatkan," tegasnya.
Politikus PAN ini melanjutkan DPR dan Kemenag juga perlu bicara sebelum juga menentukan sikap terhadap pelaksanaan ibadah haji di tahun 2021/1422 H mendatang. Karena, ada banyak cost item yang harus dibicarakan kembali di samping masalah pandeminya.
Ali menguraikan dengan ada pandemi ini harus ada physical distancing atau jarak di pesawat, cuci tangan dengan sanitizer, kemudian masker yang mana, satu masker medis itu maksimal penggunaan 4 jam dan butuh beberapa masker dalam 24 jam. Siapa yang menyediakan itu dan dari mana sumber anggarannya, sementara ongkos haji sudah ditetapkan sekitar Rp45 juta.
"Nah, kalau ada tambahan-tambahan cost itu menjadi kewenangan siapa yang menentukan dan item apa saja. Itu perlu dibicarakan, belum lagi soal pandeminya," kata Ali.
Oleh karena itu, Legislator Dapil Banten III ini menambahkan meskipun pada akhirnya berangkat tidak berangkat tergantung pada posisi Arab Saudi sebagai tuan rumah yang menentukan berjalan atau tidaknya ibadah haji dan umrah, Indonesia tetap menunggu perkembangannnya dan mempersiapkan diri secara maksimal. (Baca juga: MPR Ingatkan BPOM Jamin Keamanan Vaksin Covid-19)
"Tentu saja Arab Saudi juga sangat tergantung dengan informasi dari WHO (organisasi kesehatan dunia) terkait dengan persoalan pandemi ini. Perlu dikaji lagi, perlu dikaji kembali karena demi kemaslahatan bersama. Semangat perlu, tetapi kewaspadaan dan hati-hati sangat perlu," tandas Ali.
(kri)