Strategi End Game Donald Trump

Kamis, 05 November 2020 - 05:29 WIB
loading...
Strategi End Game Donald...
Negara-negara lain berharap siapa pun yang terpilih jadi presiden AS akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian, keamanan, dan politik global.
A A A
PENGHITUNGAN suara Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) masih berlangsung. Joe Biden masih unggul dibandingkan petahana Donald J Trump. Namun, kemenangan Biden tersebut berasal dari negara-negara bagian yang selama ini memang menjadi basis partai Demokrat AS atau yang dikenal dengan sebutan Blue State.

Seperti pendahulunya, Biden menyapu negara bagian dengan electoral college besar seperti California (55 elektoral) dan Washington (12 elektoral) dengan mengantongi 61-65% suara pemilih (popular vote), juga New York (29 elektoral) dengan kemenangan popular vote 55,5%. Donald Trump masih berjaya di Texas (38 elektoral), Ohio (18 elektoral), dan Florida (29 elektoral).

Biden memang diunggulkan oleh banyak pihak menggantikan Trump. Hal ini terjadi sejak pemilihan sela untuk memilih anggota Kongres dan Senat AS pada 2018. Dua tahun lalu beberapa negara bagian yang berstatus swing state yang pada Pemilu 2016 sebelumnya dikuasai Trump lepas ke Demokrat seperti Arizona, Michigan, Wisconsin, Ohio, dan Pennsylvania. Ditambah lagi, ketidakberpihakan media massa AS terhadap Trump membuat Partai Demokrat berada di atas angin.

Trump juga menjadi bulan-bulanan media massa AS saat dinilai tak mampu menangani pandemi Covid-19 yang menelan ratusan ribu jiwa meninggal dunia. Meskipun Trump berhasil mengurangi tingkat pengangguran dan memberikan kesempatan terhadap warga negara AS nonkulit putih untuk mendapatkan kesetaraan dalam memperoleh pekerjaan.

Dua kandidat menunjukkan persaingan sengit di sejumlah negara bagian kunci. Biden yang sangat diunggulkan dan meraih banyak dukungan dari kelompok-kelompok besar, yang oleh kubu Trump disebut juga termasuk media massa dan perusahaan teknologi seperti Facebook dan Twitter, membuat Trump frustrasi. Sebulan sebelum pemilihan berlangsung, Trump dan wakilnya, Mike Pence, intensif blusukan ke negara-negara bagian yang menjadi battle ground state seperti Michigan, Wisconsin, Florida, Pennsylvania, Georgia, dan North Carolina. Trump sengaja mengurangi kegiatan kampanye di negara-negara bagian dengan elektoral kecil. Trump bahkan sengaja untuk bermukim di Florida.

Strategi End Game Trump dengan mengorbankan Arizona, Nevada, dan Minnesota yang pada perhitungan suara sementara dimenangkan Biden, dan tidak menyentuh negara bagian yang dikuasai partai Demokrat, sedikit membuahkan hasil. Dari penghitungan yang sedang berlangsung, Trump menang besar di Florida, Pennsylvania, dan Georgia. Sedangkan di Michigan, Wisconsin, dan North Carolina, sementara Trump menang dengan margin yang sangat tipis.

Meskipun penghitungan suara belum selesai karena untuk Pemilu 2020 pemilih dimungkinkan untuk mengirimkan surat suara melalui pos, namun baik Biden maupun Trump sudah menyatakan optimismenya untuk menang. Dengan pengalamannya selama 47 tahun sebagai politisi, Biden cenderung kalem. Berbeda dengan Trump seperti biasanya melakukan deklarasi dengan menggebu-gebu. Bahkan keduanya menyatakan akan membawa hasil pemilu ke Mahkamah Agung AS (Supreme Court) jika terindikasi ada kecurangan dan merugikan salah satunya. Apabila Trump mengungkapkan hal itu dari mulutnya sendiri, maka Biden ”diwakili” oleh Nancy Pelosi, ketua DPR AS.

Pemenang pilpres bisa jadi baru diketahui dalam beberapa hari mendatang karena masih ada jutaan kertas suara yang masih dihitung. Kendati demikian, sebagai pemegang 30% perekonomian dunia, tentunya negara-negara lain berharap siapa pun yang terpilih akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian, keamanan, dan politik global. Kebijakan-kebijakan pemerintah AS selalu ditunggu dunia, mengingat sebagai negara adidaya, AS memiliki kekuatan besar untuk memengaruhi arah kebijakan sebuah negara maupun kawasan.

Kendati demikian, masyarakat sejumlah negara bagian di AS waswas akan terjadi kerusuhan pascapemilu, 3 November. Polarisasi masyarakat yang terbelah menjadi dua kubu sejak 2016 semakin tajam. Banyak warga AS yang menuding media massa menjadi biang perpecahan warga AS. Tak berlebihan memang, mengingat keberpihakan media massa AS terhadap salah satu kandidat sangat vulgar dan tanpa tedeng aling-aling. Keberpihakan media massa ternyata tak hanya terjadi di negara-negara berkembang, bahkan di negara yang menjunjung tinggi demokrasi seperti AS justru semakin tak terbendung. Padahal, opini yang disajikan berpotensi besar memecah belah masyarakat dan mencederai iklim demokrasi itu sendiri. (*)
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1269 seconds (0.1#10.140)