Disamakan dengan Khomeini di Iran, HRS Jadi Korban Sikap Halusinasi Para Pendukungnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch ( IPW ), Neta S Pane menilai isu kepulangan Imam Besar Front Pembela Islam ( FPI ), Habib Rizieq Shihab (HRS) ke Tanah Air sengaja digembar-gemborkan para pendukungnya. Dia melihat kelompok tertentu di sebagian masyarakat sudah merasa kehilangan figur atau tokoh.
"Sehingga mereka berhalusinasi untuk mencari figur tokoh. Bahkan ironisnya, kelompok ini mencoba menyamakan HRS dengan Imam Khomeini dalam Revolusi Iran," ujar Neta saat dihubungi SINDOnews, Senin (2/11/2020). (Baca juga: Soal Kepulangan HRS, Pengamat: Kalau Mau Pulang Silakan Saja)
Padahal, menurut Neta, budaya Iran dan Indonesia jauh berbeda. Iran saat itu menganut sistem kerajaan dan Indonesia adalah Republik.
Ia melihat setelah hengkangnya Prabowo Subianto dan bergabung dengan Pemerintahan Jokowi, kelompok-kelompok tersebut kehilangan arah, gamang, dan tidak percaya diri, serta tidak percaya lagi pada tokoh-tokoh yang ada. Apalagi tokoh yang baru muncul dengan membawa bawa isu PKI.
"Ini yang membuat mereka cenderung berhalusinasi dan tidak realistis. Sama seperti saat HRS pergi meninggalkan Indonesia, siapa yang menyarankan dan saran yang tidak realistis itu kenapa diikuti," jelas Neta.
Lebih lanjut Neta menuturkan dengan perginya Habib Rizieq ke Arab Saudi saat itu memunculkan opini negatif bahwa yang bersangkutan hendak menghindar dari proses hukum. Begitu Habib Rizieq kembali ke Indonesia, persoalan pertama yang harus dia hadapi adalah persoalan hukumnya dengan pihak kepolisian.
Apalagi, menurut Neta, salah satu tuduhan yang diarahkan ke Habib Rizieq adalah sangat negatif dan sangat memojokkan tokoh yang berperan besar lahirnya gerakan '411 dan 212' tersebut. (Baca juga: Diisukan Pulang ke Tanah Air, HRS Diprediksi Tidak Akan Terlalu Vokal)
"Lalu bagaimana HRS mau membawa revolusi seperti kepulangan Khomeini di Iran dulu. Inilah masalah yang dihadapi HRS. IPW sendiri merasa kasihan dengan nasib HRS. Dia sudah menjadi korban dari sikap halusinasi dan sikap tidak realistis para pendukungnya," pungkas dia.
"Sehingga mereka berhalusinasi untuk mencari figur tokoh. Bahkan ironisnya, kelompok ini mencoba menyamakan HRS dengan Imam Khomeini dalam Revolusi Iran," ujar Neta saat dihubungi SINDOnews, Senin (2/11/2020). (Baca juga: Soal Kepulangan HRS, Pengamat: Kalau Mau Pulang Silakan Saja)
Padahal, menurut Neta, budaya Iran dan Indonesia jauh berbeda. Iran saat itu menganut sistem kerajaan dan Indonesia adalah Republik.
Ia melihat setelah hengkangnya Prabowo Subianto dan bergabung dengan Pemerintahan Jokowi, kelompok-kelompok tersebut kehilangan arah, gamang, dan tidak percaya diri, serta tidak percaya lagi pada tokoh-tokoh yang ada. Apalagi tokoh yang baru muncul dengan membawa bawa isu PKI.
"Ini yang membuat mereka cenderung berhalusinasi dan tidak realistis. Sama seperti saat HRS pergi meninggalkan Indonesia, siapa yang menyarankan dan saran yang tidak realistis itu kenapa diikuti," jelas Neta.
Lebih lanjut Neta menuturkan dengan perginya Habib Rizieq ke Arab Saudi saat itu memunculkan opini negatif bahwa yang bersangkutan hendak menghindar dari proses hukum. Begitu Habib Rizieq kembali ke Indonesia, persoalan pertama yang harus dia hadapi adalah persoalan hukumnya dengan pihak kepolisian.
Apalagi, menurut Neta, salah satu tuduhan yang diarahkan ke Habib Rizieq adalah sangat negatif dan sangat memojokkan tokoh yang berperan besar lahirnya gerakan '411 dan 212' tersebut. (Baca juga: Diisukan Pulang ke Tanah Air, HRS Diprediksi Tidak Akan Terlalu Vokal)
"Lalu bagaimana HRS mau membawa revolusi seperti kepulangan Khomeini di Iran dulu. Inilah masalah yang dihadapi HRS. IPW sendiri merasa kasihan dengan nasib HRS. Dia sudah menjadi korban dari sikap halusinasi dan sikap tidak realistis para pendukungnya," pungkas dia.
(kri)