Guru Ajak Pilih Calon Ketua OSIS Seagama, KPAI: Keberagaman Mulai Luntur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pernyataan seorang guru berinisial TS di grup WhatsApp Rohis 58 viral di media sosial. Pasalnya, pernyataannya berbau rasis yang diduga mengajak anggota grup tidak memilih calon Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang beragama nonmuslim.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai peristiwa yang terjadi di SMAN 58 Jakarta itu menunjukkan penghargaan terhadap keberagaman mulai luntur di negeri ini. Padahal, sekolah negeri seharusnya tempat menyemai keberagaman karena para siswanya sangat beragam baik agama, suku, status sosial, dan lain-lain.
“Sejatinya penghargaan atas keberagaman penting ditanamkan kepada para guru. Tujuannya supaya guru dapat membudayakan keberagaman dan mendorong para siswanya untuk menghargai keberagaman serta dapat hidup damai dalam perbedaan,” ujar Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan tertulis, Rabu (28/10/2020). (Baca juga: KPAI: Demonstrasi Bukan Mekanisme Penyampaian Pendapat yang Aman untuk Anak)
Dia menilai kuncinya menghargai perbedaan di sekolah ada di tangan guru. Tenaga pendidik seharusnya menunjukkan sikap menghargai keberagaman karena hal itu selaras dengan prinsip pluralisme. “Kebanyakan guru memilih bersikap abu-abu dalam menghargai keberagaman,” ucapnya.
NKRI dibangun di atas dasar kebhinekaan sehingga keputusan untuk menghargai keberagaman tidak bisa bersifat abu-abu. Keputusan menghargai harus bersifat hitam-putih. (Baca juga: Siswa Depresi karena PJJ Berujung Maut, KPAI: Kita Ingin Periksa Gurunya)
“Artinya, tidak boleh ada kata ‘tapi’ yang bersifat menoleransi tindakan antikeberagaman sekecil apapun yang terjadi di sekitar kita. Jadi, toleransi itu mutlak bukan sekadar menghargai perbedaan, tetapi lebih dari itu, tidak ada kebencian sedikit pun pada perbedaan,” tuturnya.
Mantan Kepala SMAN 3 Jakarta itu menambahkan jika guru mengajarkan kebencian atas keberagaman, maka kebencian itu akan benar-benar terwujud di kalangan para siswa dan menjadi budaya di sekolah. Sebab, apa yang diajarkan guru didengar murid-muridnya.
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai peristiwa yang terjadi di SMAN 58 Jakarta itu menunjukkan penghargaan terhadap keberagaman mulai luntur di negeri ini. Padahal, sekolah negeri seharusnya tempat menyemai keberagaman karena para siswanya sangat beragam baik agama, suku, status sosial, dan lain-lain.
“Sejatinya penghargaan atas keberagaman penting ditanamkan kepada para guru. Tujuannya supaya guru dapat membudayakan keberagaman dan mendorong para siswanya untuk menghargai keberagaman serta dapat hidup damai dalam perbedaan,” ujar Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan tertulis, Rabu (28/10/2020). (Baca juga: KPAI: Demonstrasi Bukan Mekanisme Penyampaian Pendapat yang Aman untuk Anak)
Dia menilai kuncinya menghargai perbedaan di sekolah ada di tangan guru. Tenaga pendidik seharusnya menunjukkan sikap menghargai keberagaman karena hal itu selaras dengan prinsip pluralisme. “Kebanyakan guru memilih bersikap abu-abu dalam menghargai keberagaman,” ucapnya.
NKRI dibangun di atas dasar kebhinekaan sehingga keputusan untuk menghargai keberagaman tidak bisa bersifat abu-abu. Keputusan menghargai harus bersifat hitam-putih. (Baca juga: Siswa Depresi karena PJJ Berujung Maut, KPAI: Kita Ingin Periksa Gurunya)
“Artinya, tidak boleh ada kata ‘tapi’ yang bersifat menoleransi tindakan antikeberagaman sekecil apapun yang terjadi di sekitar kita. Jadi, toleransi itu mutlak bukan sekadar menghargai perbedaan, tetapi lebih dari itu, tidak ada kebencian sedikit pun pada perbedaan,” tuturnya.
Mantan Kepala SMAN 3 Jakarta itu menambahkan jika guru mengajarkan kebencian atas keberagaman, maka kebencian itu akan benar-benar terwujud di kalangan para siswa dan menjadi budaya di sekolah. Sebab, apa yang diajarkan guru didengar murid-muridnya.
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
(jon)