Masyarakat Semakin Takut Menyatakan Pendapat dan Berunjuk Rasa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat juga menjadi salah satu sorotan survei publik Indikator Politik Indonesia. Dalam rilis bertajuk "Politik, Demokrasi dan Pilkada di Era Pandemi" pada hari ini, mayoritas publik setuju bahwa orang semakin takut menyatakan pendapat dan sulit melakukan demonstrasi .
"Variabel lain setuju atau tidak setuju pendapat bahwa warga makin takut menyatakan pendapat. Yang mengatakan sangat setuju dengan pendapat ini 21,9 persen, yang cenderung atau setuju pendapat ini 47,7 persen. Yang menolak karena menganggap nggak ada apa apa itu 22 persen. Yang tidak setuju sama sekali 3,6 persen (sisanya tidak tahu dan tidak jawab)," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, Minggu (25/10/2020).
Burhanuddin menegaskan, ini alarm bagi demokrasi dan mengingatkan bahwa ada situasi yang ada di bawah alam sadar bahwa masyarakat mulai takut berbicara. Padahal, dalam konteks demokrasi partisipatorif liberatif, warga itu justru harus lebih berani untuk bicara apapun isinya, terlepas berkualitas tidak berkualitas, apapun pendapat mereka pro atau kontra. "Dalam demokrasi harus mendapatkan tempat yang sama dengan mereka yang pro pemerintah," terangnya.
(Baca: Generasi Milenial Merasa Indonesia Kurang Demokratis)
Demografinya, sambung Burhanuddin, warga kota dan desa memiliki pandangan yang kurang lebih sama. Warga pedesaan, 46,6% agak setuju publik makin takut bicara, 19,4% sangat setuju, 24,6% kurang setuju dan 4,1% sangat tidak setuju. Warga perkotaan, 48,7% agak setuju, 24,4% sangat setuju, 19,3% kurang setuju dan 3,1% sangat tidak setuju.
"Kota cenderung lebih sangat setuju dengan pernyataan bahwa warga semakin takut untuk ngomong. Dari sisi usia tidak terlalu berbeda jauh," ujar Burhanuddin.
(Baca: Survei Indikator Ungkap Lebih Banyak Masyarakat Minta Pilkada 2020 Ditunda)
Pertanyaan berikutnya yaitu apakah setuju atau tidak makin sulit melakukan demontrasi. Sebanyak 73,8% menyatakan bahwa saat ini makin sulit melakukan aksi demonstrasi.
"Menyatakan dengan sangat setuju (20,8 persen) itu imbang dengan kurang setuju (19,6 persen). Tapi yang mengatakan agak setuju itu mayoritas (53 persen). Dan sangat tidak setuju hanya 1,5 persen (sisanya tidak tahu dan tidak menjawab)," urainya.
Survei ini dilakukan dengan sampel sebanyak 1.200 responden yang dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020. Dengan asumsi metode simple random sampling, dan memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar ±2.9% pada tingkat kepercayaan 95%. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional dan survei dilakukan lewat telepon pada 24-30 September 2020.
"Variabel lain setuju atau tidak setuju pendapat bahwa warga makin takut menyatakan pendapat. Yang mengatakan sangat setuju dengan pendapat ini 21,9 persen, yang cenderung atau setuju pendapat ini 47,7 persen. Yang menolak karena menganggap nggak ada apa apa itu 22 persen. Yang tidak setuju sama sekali 3,6 persen (sisanya tidak tahu dan tidak jawab)," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, Minggu (25/10/2020).
Burhanuddin menegaskan, ini alarm bagi demokrasi dan mengingatkan bahwa ada situasi yang ada di bawah alam sadar bahwa masyarakat mulai takut berbicara. Padahal, dalam konteks demokrasi partisipatorif liberatif, warga itu justru harus lebih berani untuk bicara apapun isinya, terlepas berkualitas tidak berkualitas, apapun pendapat mereka pro atau kontra. "Dalam demokrasi harus mendapatkan tempat yang sama dengan mereka yang pro pemerintah," terangnya.
(Baca: Generasi Milenial Merasa Indonesia Kurang Demokratis)
Demografinya, sambung Burhanuddin, warga kota dan desa memiliki pandangan yang kurang lebih sama. Warga pedesaan, 46,6% agak setuju publik makin takut bicara, 19,4% sangat setuju, 24,6% kurang setuju dan 4,1% sangat tidak setuju. Warga perkotaan, 48,7% agak setuju, 24,4% sangat setuju, 19,3% kurang setuju dan 3,1% sangat tidak setuju.
"Kota cenderung lebih sangat setuju dengan pernyataan bahwa warga semakin takut untuk ngomong. Dari sisi usia tidak terlalu berbeda jauh," ujar Burhanuddin.
(Baca: Survei Indikator Ungkap Lebih Banyak Masyarakat Minta Pilkada 2020 Ditunda)
Pertanyaan berikutnya yaitu apakah setuju atau tidak makin sulit melakukan demontrasi. Sebanyak 73,8% menyatakan bahwa saat ini makin sulit melakukan aksi demonstrasi.
"Menyatakan dengan sangat setuju (20,8 persen) itu imbang dengan kurang setuju (19,6 persen). Tapi yang mengatakan agak setuju itu mayoritas (53 persen). Dan sangat tidak setuju hanya 1,5 persen (sisanya tidak tahu dan tidak menjawab)," urainya.
Survei ini dilakukan dengan sampel sebanyak 1.200 responden yang dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020. Dengan asumsi metode simple random sampling, dan memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar ±2.9% pada tingkat kepercayaan 95%. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional dan survei dilakukan lewat telepon pada 24-30 September 2020.
(muh)