PKS Ungkap Sekneg Ajukan 157 Perbaikan Naskah UU Ciptaker Pekan Lalu

Jum'at, 23 Oktober 2020 - 17:49 WIB
loading...
PKS Ungkap Sekneg Ajukan 157 Perbaikan Naskah UU Ciptaker Pekan Lalu
PKS mengungkapkan, Sekneg sempat mengajukan 158 perbaikan dalam naskah Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada 16 Oktober. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKS Mulyanto mengungkapkan, Sekretariat Negara (Sekneg) sempat mengajukan 158 perbaikan dalam naskah Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada 16 Oktober, setelah naskah 812 halaman diserahkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR ke Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno pada 14 Oktober.

(Baca juga: Antre Bansos, Ribuan Warga Ciampea Abaikan Protokol Kesehatan)

"Sebelumnya Sekretariat Negara mengusulkan perbaikan draf RUU Cipta Kerja sebanyak 158 item dalam dokumen setebal 88 halaman berdasarkan recall tanggal 16 Oktober 2020 kepada Baleg," kata Mulyanto kepada wartawan, Jumat (23/10/2020).

(Baca juga: Jadi Ikon Baru, Jokowi Puji Arsitektur Jembatan Teluk Kendari)

Karena itu, Mulyanto menduga, 158 usilan perbaikan itulah yang menyebabkan naskah UU Ciptaker bertambah menjadi 1.187 halaman saat berada di istana.

"Dugaan saya tindak lanjutnya adalah perbaikan dan setting akhir yang mengakibatkan penambahan halaman dokumen RUU tersebut," ujarnya.

Menurut anggota Komisi VII DPR ini, dalam dokumen setebal 905 halaman yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 5 Oktober lalu, Pasal 46 ayat 1-5 terkait BPH Migas tersebut masih ada, sehingga ketentuan itu dihapus sesuai keputusan Rapat Panitia Kerja (Panja) DPR demgan pemerintah.

Kemudian, sambung dia, dalam dokumen 12 Oktober setebal 812 halaman yang akan diserahkan DPR ke pemerintah hanya terhapus ayat 5 Pasal 46 saja. Sementara, Pasal 46 ayat 1-4 masih tertulis di naskah.

"Dalam dokumen terakhir, Pasal 46 tersebut ingin dihapus sesuai kesepakatan panja," terang Mulyanto.

Menurut politikus PKS ini, hal itu terjadi, karena RUU dibahas secara kejar tayang. Sehingga, dokumen tidak terkonsolidasi dengan baik, ada redaksi yang tidak tepat, substansi yang tercecer, termasuk kesalahan pengetikan atau typo yang semua perlu diperbaiki.

"Ini yang juga menjadi pertanyaan publik. Apakah bisa diterima pembentukan UU dengan cara ngebut seperti itu," tandas Mulyanto.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1879 seconds (0.1#10.140)