Jokowi Tegur Kabinet soal Komunikasi UU Cipta Kerja karena Resah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Kantor Staf Presiden Jenderal TNI Purnawirawan Moeldoko mengungkapkan seluruh menteri ditegur Presiden Jokowi gara-gara UU Cipta Kerja. Jokowi menilai komunikasi publik pemerintah sangat buruk.
Direktur Eksekutif Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), Kunto Adi Wibowo menyebut ada beberapa makna dari teguran Jokowi tersebut. "Yang pertama, Pak Jokowi kelihatannya resah karena gelombang demonstrasi yang tidak surut dan mencapai momentum pada omnibus law ini," ujar Kunto kepada SINDOnews, Jumat (23/10/2020).
(Baca: Ray Rangkuti: Komunikasi Kabinet Jokowi Periode II Memang Buruk)
Kunto mengatakan, harus diakui bahwa sebelum disahkan menjadi UU, omnibus law Cipta Kerja sudah menuai pro dan kontra. Sayangnya pemerintah, baik para menteri maupun Presiden Jokowi sendiri, tampak canggung membuka ruang bagi diskusi public. ”Yang ada hanyalah komunikasi satu arah," katanya.
Dengan pola komunikasi searah itu, wajar publik menganggap pemerintah keras kepala. Padahal banyak akademisi, masyarakat sipil, mahasiswa dan kelompok-kelompok lain yang secara terbuka mengemukakan keberatan atas isi RUU, ingin berdialog tajam dan dalam. Sebab mereka sepakat bahwa ada problem besar berkaitan dengan birokrasi Indonesia yang rumit.
"Kita punya kesamaan titik berdiri bahwa melihat birokrasi ini terlalu rumit, cuma problemnya di tehnik bagaimana kemudian menyederhanakan birokrasi ini tanpa mengorbankan kepentingan buruh, lalu menjaga kelestarian sumber daya alam, dan kesinambungan pembangunan," ujar Kunto.
(Baca: Jokowi Tegur Kabinet Soal Buruknya Komunikasi Publik, Pengamat: Bisa Ada Reshuffle)
Di sisi lain, DPR juga membahas dan mengesahkan UU Cipta Kerja dengan kesan terburu-buru. Meskipun pemerintah dan DPR adalah dua entitas politik berbeda, akhirnya masyarakat menganggap keduanya sama saja. Lebih jauh, peluru tetap diarahkan kepada pemerintah.
Dia mengatakan komunikasi pemerintah dalam masalah omnibus law Cipta Kerja mirip dengan revisi UU KPK. Masyarakat justru merasa yang dilakukan pemerintah justru memperlemah KPK yang dianggap bertentangan dengan komitmen anti korupsi Pemerintahan Jokowi.
"Sama halnya seperti sekarang yang publik sekarang mempertanyakan sebenarnya pemerintah berpihak kepada siapa, apakah benar berpihak kepada pekerja dan pencari kerja atau jangan-jangan berpihak kepada pengusaha atau yang punya modal, Sehingga keberpihakan ini yang harus ditunjukkan pemerintah," katanya.
Direktur Eksekutif Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), Kunto Adi Wibowo menyebut ada beberapa makna dari teguran Jokowi tersebut. "Yang pertama, Pak Jokowi kelihatannya resah karena gelombang demonstrasi yang tidak surut dan mencapai momentum pada omnibus law ini," ujar Kunto kepada SINDOnews, Jumat (23/10/2020).
(Baca: Ray Rangkuti: Komunikasi Kabinet Jokowi Periode II Memang Buruk)
Kunto mengatakan, harus diakui bahwa sebelum disahkan menjadi UU, omnibus law Cipta Kerja sudah menuai pro dan kontra. Sayangnya pemerintah, baik para menteri maupun Presiden Jokowi sendiri, tampak canggung membuka ruang bagi diskusi public. ”Yang ada hanyalah komunikasi satu arah," katanya.
Dengan pola komunikasi searah itu, wajar publik menganggap pemerintah keras kepala. Padahal banyak akademisi, masyarakat sipil, mahasiswa dan kelompok-kelompok lain yang secara terbuka mengemukakan keberatan atas isi RUU, ingin berdialog tajam dan dalam. Sebab mereka sepakat bahwa ada problem besar berkaitan dengan birokrasi Indonesia yang rumit.
"Kita punya kesamaan titik berdiri bahwa melihat birokrasi ini terlalu rumit, cuma problemnya di tehnik bagaimana kemudian menyederhanakan birokrasi ini tanpa mengorbankan kepentingan buruh, lalu menjaga kelestarian sumber daya alam, dan kesinambungan pembangunan," ujar Kunto.
(Baca: Jokowi Tegur Kabinet Soal Buruknya Komunikasi Publik, Pengamat: Bisa Ada Reshuffle)
Di sisi lain, DPR juga membahas dan mengesahkan UU Cipta Kerja dengan kesan terburu-buru. Meskipun pemerintah dan DPR adalah dua entitas politik berbeda, akhirnya masyarakat menganggap keduanya sama saja. Lebih jauh, peluru tetap diarahkan kepada pemerintah.
Dia mengatakan komunikasi pemerintah dalam masalah omnibus law Cipta Kerja mirip dengan revisi UU KPK. Masyarakat justru merasa yang dilakukan pemerintah justru memperlemah KPK yang dianggap bertentangan dengan komitmen anti korupsi Pemerintahan Jokowi.
"Sama halnya seperti sekarang yang publik sekarang mempertanyakan sebenarnya pemerintah berpihak kepada siapa, apakah benar berpihak kepada pekerja dan pencari kerja atau jangan-jangan berpihak kepada pengusaha atau yang punya modal, Sehingga keberpihakan ini yang harus ditunjukkan pemerintah," katanya.
(muh)