Evaluasi Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf Amin, Politikus PKS Mardani Ali Sera Beri Nilai 5

Rabu, 21 Oktober 2020 - 09:32 WIB
loading...
Evaluasi Satu Tahun Jokowi-Maruf Amin, Politikus PKS Mardani Ali Sera Beri Nilai 5
Setahun Jokowi-Maruf Amin, politikus PKS Mardani Ali Sera beri nilai 5. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kemarin, pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin genap satu tahun dengan delapan bulan harus menghadapi pandemi Covid-19. Ada sejumlah catatan yang mengiringi jalannya Kabinet Indonesia Maju.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengungkapkan salah satu catatan besar kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf Amin terletak pada masalah penegakan hukum. PKS menyoroti kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung dalam menangani kasus Djoko Tjandra.

"Peranan KPK lebih sibuk dengan berita naiknya gaji pimpinan dan rencana pemberian mobil dinas yang sebenarnya bertentangan dengan konsep single salary-nya KPK. lalu, penanganan kasus Djoko Tjandra yang belum dibongkar semuanya kian menunjukkan kondisi penegakkan hukum yang masih jauh dari harapan," ujarnya melalui akun Twitter @MardaniAliSera, Rabu (21/10/2020).

( ).

Catatan buruk lain adalah mengenai kebebasan berekspresi. Kontras mencatat setidaknya ada 157 kasus selama satu tahun ini. Sejumlah aktivis ditangkap atas tuduhan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Mardani menyebut UU tersebut kerap menjadi dasar penangkapan para aktivis. "Seharusnya dudukkan proporsinya sesuai dengan hak dasar kebebasan menyampaikan pendapat dan hak berserikat," ucapnya.

Kritik partai oposisi ini tentunya menyasar pada pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). UU sapu jagat ini memang mendapatkan penolakan dari masyarakat. Demonstrasi dari sejumlah elemen masyarakat masih terjadi hingga Selasa kemarin (20/10/2020).

( ).

"Terlihat jelas tidak diinternalisasinya nilai-nilai demokrasi dalam tata kelola pemerintahan dan proses legislasi yang seharusnya menjadi wadah penampung aspirasi publik. Pembahasan yang dipaksakan di tengah keterbatasan kita dalam menghadapi Covid-19," tutur Mardani .

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjelaskan, pembahasan selama pandemi Covid-19 membuat terbatasnya partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan, koreksi, maupun penyempurnaan UU tersebut. Bahkan, pembahasannya cenderung tertutup dan minim transparansi.

Selain masalah legislasi, pemerintah Jokowi-Ma'ruf Amin juga dikritik dalam penanganan pandemi Covid-19. Pemerintah pusat dan daerah kerap berbeda kebijakan. Bahkan, saat awal pandemi merebak di Indonesia terjadi perdebatan antara lockdown atau tidak.

"Ditambah tidak sistematisnya penanganan yang pemerintah lakukan dan tidak diikuti dengan kebijakan publik berbasis sains. Kerap kali mengutak-atik gugus tugas ketimbang memperkuat Kemenkes dan Kemendagri. Imbasnya, angka (kasus) Covid-19 kian mengkhawatirkan," paparnya.

Pada awal masa periode kedua pemerintah Jokowi ini, perekonomian tidak menggeliat. Salah satunya, disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang mengharuskan beberapa kegiatan dibatas.

Namun, menurut Mardani, melihat kebijakan pro masyarakat miskin masih jauh panggang dari api. Dia mengutip data salah satu media nasional, angka kemiskinan di Indonesia pada Maret 2020 naik menjadi 9,78 persen atau 26,24 juta.

"Mungkin Pak Jokowi sudah bekerja keras, tapi sebagian kementerian terlihat gagap dan hilang fokus. Secara umum nilai yang didapat 5 dari skala 10 untuk satu tahun kepemimpinan Pak Jokowi dan Kiai Ma’ruf," pungkasnya.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1121 seconds (0.1#10.140)