Pengamat Sebut UU Cipta Kerja Revolusi Legislasi di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keberadaan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law dinilai menjadi momentum revolusi dalam proses legislasi yang ada di Indonesia.
(Baca juga: Atlet Top Terjangkit Corona, dari Rossi hingga Ronaldo)
Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Kusnanto Anggoro mengatakan, ditilik dari tujuan awal pembuatan UU Cipta Kerja, pemerintah dan DPR ingin melakukan perombakan besar alam proses penyusunan undang-undang.
(Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Ribuan Buruh Geruduk DPRD Jombang)
"Kalau dari orientasi tujuannya harus diakui bahwa Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah 'revolution on legislation process'," kata Kusnanto, Senin (19/10/2020).
(Baca juga: Pollycarpus dari Mantan Terpidana Kasus Munir, Meninggal Dunia)
Kusnanto mengatakan, selama ini tidak ada UU yang menggabungkan beberapa ketentuan menjadi satu, setidaknya sampai sebelum ada Omnibus Law UU Cipta Kerja.
"Dulu-dulu enggak ada, UU yang menggabungkan beberapa ketentuan. Menghilangkan, menggabungkan ini dengan itu, dan seterusnya," ucap Kusnanto.
Padahal, kata Kusnanto, hampir semua UU yang diundangkan mulai 2000 hingga sekarang banyak yang bertabrakan satu sama lain karena masing-masing sektor membikin sendiri.
"UU Jalan Raya, misalnya, diajukan Departemen Perhubungan, melalui Ditjen Perhubungan Darat, UU Irigasi oleh Kementerian PUPR, atau UU Lingkungan Hidup oleh Kementerian LHK," jelasnya.
Kusnanto mengatakan, proses pembuatan UU memang melibatkan lintas sektor, dengan mengundang pihak terkait, termasuk lintas departemen. Tetapi prosesnya tidak mudah karena belum tentu mereka datang saat diundang atau jika datang bisa saja diwakilkan.
"Jadi, tidak mudah menemukan hati di antara pihak-pihak itu (pembuat UU). Akhirnya, UU yang ada sifatnya menjadi sangat sektoral," ujar Kusnanto.
(Baca juga: Atlet Top Terjangkit Corona, dari Rossi hingga Ronaldo)
Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Kusnanto Anggoro mengatakan, ditilik dari tujuan awal pembuatan UU Cipta Kerja, pemerintah dan DPR ingin melakukan perombakan besar alam proses penyusunan undang-undang.
(Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Ribuan Buruh Geruduk DPRD Jombang)
"Kalau dari orientasi tujuannya harus diakui bahwa Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah 'revolution on legislation process'," kata Kusnanto, Senin (19/10/2020).
(Baca juga: Pollycarpus dari Mantan Terpidana Kasus Munir, Meninggal Dunia)
Kusnanto mengatakan, selama ini tidak ada UU yang menggabungkan beberapa ketentuan menjadi satu, setidaknya sampai sebelum ada Omnibus Law UU Cipta Kerja.
"Dulu-dulu enggak ada, UU yang menggabungkan beberapa ketentuan. Menghilangkan, menggabungkan ini dengan itu, dan seterusnya," ucap Kusnanto.
Padahal, kata Kusnanto, hampir semua UU yang diundangkan mulai 2000 hingga sekarang banyak yang bertabrakan satu sama lain karena masing-masing sektor membikin sendiri.
"UU Jalan Raya, misalnya, diajukan Departemen Perhubungan, melalui Ditjen Perhubungan Darat, UU Irigasi oleh Kementerian PUPR, atau UU Lingkungan Hidup oleh Kementerian LHK," jelasnya.
Kusnanto mengatakan, proses pembuatan UU memang melibatkan lintas sektor, dengan mengundang pihak terkait, termasuk lintas departemen. Tetapi prosesnya tidak mudah karena belum tentu mereka datang saat diundang atau jika datang bisa saja diwakilkan.
"Jadi, tidak mudah menemukan hati di antara pihak-pihak itu (pembuat UU). Akhirnya, UU yang ada sifatnya menjadi sangat sektoral," ujar Kusnanto.
(maf)