Pilkada Asimetris Dimungkinkan Dilaksanakan di Wilayah Kepulauan dan Terpencil
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai pemilihan kepala daerah (pilkada) asimetris bisa dilakukan di beberapa wilayah, seperti kepulauan dan terpencil. Salah satu, wilayah yang memungkinkan melaksanakan pilkada asimetris adalah Papua.
Sejak Indonesia menerapkan sistem pilkada langsung masih menimbulkan masalah, seperti sengketa hasil dan politik uang. Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri Akmal Malik mengatakan, sejak melaksanakan pilkada langsung pertama di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2005, hampir tiap tiga hari Indonesia menghelat kontestasi politik di daerah ini.
Akmal menyebut Indonesia sempat memperoleh rekor MURI sebagai negara yang paling banyak menggelar pemilihan. Sepuluh tahun kemudian, pemerintah akhirnya memutuskan menggelar pilkada serentak. Pilkada langsung dan serentak berikutnya pada tahun 2017, 2018, dan 2020 ini. Tahun ini, pilkada akan digelar di 270 daerah pada 9 Desember nanti.
Akmal memaparkan, diskursus mengenai pilkada yang sering dibahas publik dan media, seperti ongkos politik yang mahal, maraknya pelanggaran pemilihan, netralitas aparatur sipil negara (ASN), daftar pemilih sementara (DPS), dan daftar pemilih tetap. Masalah sering dibahas, tetapi sulit untuk dibuktikan adalah tentang biaya kursi, perahu, atau tiket dari partai politik (parpol) yang besar.
"Beberapa diskursus tentang hasil pilkada yang belum memuaskan. Banyak di antaranya yang terlibat persoalan hukum, fenomena pecah kongsi akibat rekrutmen secara berpasangan. Sekarang ada tren naik paslon tunggal, dan dinasti politik yang dianggap mencederai makna demokrasi," ujarnya dalam diskusi daring dengan teman 'Dinamika dan Evaluasi Pilkada di Tanah Papua', Jumat (16/10/2020).
(Baca Juga: pilkada
Dengan payung hukum itu, katanya, membuat pelaksanaan pilkada simetris atau sama di seluruh Indonesia. Padahal, Indonesia ini asimetris. "Ada perkotaan yang banyak penduduk, kepulauan, dan kultur barat yang maju dan Timur yang dalam perkembangan demokrasi. Ini diwadahi dalam UU yang sama," ujarnya.
Pilkada asimetris ini pertama kali diungkapkan oleh Mendagri Tito Karnavian. Jadi, nanti daerah yang indeks pembangunan manusia (IPM) dan kematangan demokrasinya sudah baik bisa melaksanakan pilkada langsung. Untuk yang belum, pilkadanya melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).( ).
Sejak Indonesia menerapkan sistem pilkada langsung masih menimbulkan masalah, seperti sengketa hasil dan politik uang. Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri Akmal Malik mengatakan, sejak melaksanakan pilkada langsung pertama di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2005, hampir tiap tiga hari Indonesia menghelat kontestasi politik di daerah ini.
Akmal menyebut Indonesia sempat memperoleh rekor MURI sebagai negara yang paling banyak menggelar pemilihan. Sepuluh tahun kemudian, pemerintah akhirnya memutuskan menggelar pilkada serentak. Pilkada langsung dan serentak berikutnya pada tahun 2017, 2018, dan 2020 ini. Tahun ini, pilkada akan digelar di 270 daerah pada 9 Desember nanti.
Akmal memaparkan, diskursus mengenai pilkada yang sering dibahas publik dan media, seperti ongkos politik yang mahal, maraknya pelanggaran pemilihan, netralitas aparatur sipil negara (ASN), daftar pemilih sementara (DPS), dan daftar pemilih tetap. Masalah sering dibahas, tetapi sulit untuk dibuktikan adalah tentang biaya kursi, perahu, atau tiket dari partai politik (parpol) yang besar.
"Beberapa diskursus tentang hasil pilkada yang belum memuaskan. Banyak di antaranya yang terlibat persoalan hukum, fenomena pecah kongsi akibat rekrutmen secara berpasangan. Sekarang ada tren naik paslon tunggal, dan dinasti politik yang dianggap mencederai makna demokrasi," ujarnya dalam diskusi daring dengan teman 'Dinamika dan Evaluasi Pilkada di Tanah Papua', Jumat (16/10/2020).
(Baca Juga: pilkada
Dengan payung hukum itu, katanya, membuat pelaksanaan pilkada simetris atau sama di seluruh Indonesia. Padahal, Indonesia ini asimetris. "Ada perkotaan yang banyak penduduk, kepulauan, dan kultur barat yang maju dan Timur yang dalam perkembangan demokrasi. Ini diwadahi dalam UU yang sama," ujarnya.
Pilkada asimetris ini pertama kali diungkapkan oleh Mendagri Tito Karnavian. Jadi, nanti daerah yang indeks pembangunan manusia (IPM) dan kematangan demokrasinya sudah baik bisa melaksanakan pilkada langsung. Untuk yang belum, pilkadanya melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).( ).
(zik)