Keseriusan Kejaksaan Agung Mengusut Jiwasraya
loading...
A
A
A
JAKA - Kejaksaan Agung (Kejagung) tampak tak main-main mengusut skandal penyelewengan dana asuransi Jiwasraya. Para terdakwa yang terseret dituntut Jaksa dengan hukuman seumur hidup, minimal 20 tahun penjara.
(Baca juga: UU Cipta Kerja Bukan Untungkan Pengusaha Menurut Penegasan Kadin)
Bak oase di tengah gurun. Perumpamaan itu sungguh layak ditujukan bagi putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis empat terdakwa kasus PT Asuransi Jiwasraya dengan hukuman seumur hidup, Senin (12/10/2020) silam.
(Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Ribuan Buruh Geruduk DPRD Jombang)
Betapa tidak. Kepercayaan publik terhadap peradilan kita saat ini berada di titik nadir. Tindakan korupsi yang disepakati sebagai kejahatan luar bisa saat ini tak ada bedanya dengan kriminalitas biasa. Para pencoleng uang negara yang sungguh menyengsarakan rakyat itu rata-rata hanya dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan.
Awal mula skandal ini terungkap dari laporan mantan Menteri BUMN Rini Soemarno pada 17 Oktober 2019 lalu. Kasus ini kemudian menyita perhatian publik karena diduga merugikan negara hingga belasan triliun rupiah.
Setelah Rini melapor, Kementerian BUMN di tangan Erick Thohir pada November 2019 juga melaporkan indikasi kecurangan di Jiwasraya ke Kejagung. Hal itu dilakukan setelah pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak transparan.
Bahkan Kementerian BUMN juga mensinyalir investasi Jiwasraya banyak ditaruh di saham-saham ‘gorengan’. Hal ini yang menjadi satu dari sekian masalah gagal bayar klaim Asuransi Jiwasraya. Hingga Kejagung dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menaikkan status pemeriksaan dari penyelidikan menjadi penyidikan pada kasus dugaan korupsi.
Kejagung bergerak cepat, enam orang yang terbelit jadi tersangka. Kejagung menaksir, potensi kerugian negara dari kasus ini bisa mencapai Rp16,8 triliun. Nilai tersebut berasal dari penyidikan atas berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018.
Adapun enam tersangka dari kasus Jiwasraya itu adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo.
Lalu, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, eks Kepala Divisi Investasi Keuangan Jiwasraya Syahmirwan dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Empat terdakwa yang ketiban sanksi maksimal itu adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo, serta mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto
Hukuman ini lebih berat dari tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum. Hendrisman dituntut 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, sedangkan Syahmirwan dituntut 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Untuk terdakwa Hary Prasetyo dan Joko Hartono Tirto, majelis hakim mengamini surat tuntutan jaksa penuntut umum dengan hukuman penjara seumur hidup.
Keempatnya terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri bersama Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat senilai Rp16,8 triliun. Dalam perkara ini, Benny Tjokro dan Heru Hidayat memang belum diputus bersalah karena keduanya dirawat di rumah sakit karena Corona (Covid-19).
Para terdakwa terbukti melanggar melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Selain itu, hakim juga menuturkan tiga mantan pejabat Jiwasraya ini menerima sejumlah suap dan fasilitas dari Benny Tjokro dan Heru Hidayat yang diberikan melalui Joko Hartono Tirto. Daftar suap yang diberikan beragam ada fasilitas menginap, tiket konser Coldplay di Melbourne, hingga sejumlah uang.
Beratnya sanksi bagi para terdakwa terkait erat dengan diterbitkannya Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 yang membuat koruptor Rp100 M dihukum penjara seumur hidup. Jaksa meyakini Benny dan Heru terbukti bekerjasama mengendalikan saham dengan cara tidak wajar.
"Sehingga ditemukan kerugian negara terhadap investasi saham sejumlah Rp4.650.283.375.000, dan kerugian negara atas investasi reksa dana senilai Rp12,157 triliun, sehingga total kerugian negara secara keseluruhan 16.807.283.375.000,00 triliun," kata jaksa.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor juga telah memvonis 4 terdakwa lain dalam kasus korupsi mega skandal Jiwasraya dengan hukuman pidana penjara seumur hidup. Padahal, tuntutan hakim berbeda-beda untuk 4 terdakwa tersebut.
Mereka adalah Hendrisman Rahim, Hary Pradetyo, Syahmirwan, dan Joko Hartono Tirto. Mereka terbukti melakukan tindak pidana korupsi sehingga merugikan negara hingga Rp16,8 triliun.
(Baca juga: UU Cipta Kerja Bukan Untungkan Pengusaha Menurut Penegasan Kadin)
Bak oase di tengah gurun. Perumpamaan itu sungguh layak ditujukan bagi putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis empat terdakwa kasus PT Asuransi Jiwasraya dengan hukuman seumur hidup, Senin (12/10/2020) silam.
(Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Ribuan Buruh Geruduk DPRD Jombang)
Betapa tidak. Kepercayaan publik terhadap peradilan kita saat ini berada di titik nadir. Tindakan korupsi yang disepakati sebagai kejahatan luar bisa saat ini tak ada bedanya dengan kriminalitas biasa. Para pencoleng uang negara yang sungguh menyengsarakan rakyat itu rata-rata hanya dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan.
Awal mula skandal ini terungkap dari laporan mantan Menteri BUMN Rini Soemarno pada 17 Oktober 2019 lalu. Kasus ini kemudian menyita perhatian publik karena diduga merugikan negara hingga belasan triliun rupiah.
Setelah Rini melapor, Kementerian BUMN di tangan Erick Thohir pada November 2019 juga melaporkan indikasi kecurangan di Jiwasraya ke Kejagung. Hal itu dilakukan setelah pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak transparan.
Bahkan Kementerian BUMN juga mensinyalir investasi Jiwasraya banyak ditaruh di saham-saham ‘gorengan’. Hal ini yang menjadi satu dari sekian masalah gagal bayar klaim Asuransi Jiwasraya. Hingga Kejagung dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menaikkan status pemeriksaan dari penyelidikan menjadi penyidikan pada kasus dugaan korupsi.
Kejagung bergerak cepat, enam orang yang terbelit jadi tersangka. Kejagung menaksir, potensi kerugian negara dari kasus ini bisa mencapai Rp16,8 triliun. Nilai tersebut berasal dari penyidikan atas berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018.
Adapun enam tersangka dari kasus Jiwasraya itu adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo.
Lalu, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, eks Kepala Divisi Investasi Keuangan Jiwasraya Syahmirwan dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Empat terdakwa yang ketiban sanksi maksimal itu adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo, serta mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto
Hukuman ini lebih berat dari tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum. Hendrisman dituntut 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, sedangkan Syahmirwan dituntut 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Untuk terdakwa Hary Prasetyo dan Joko Hartono Tirto, majelis hakim mengamini surat tuntutan jaksa penuntut umum dengan hukuman penjara seumur hidup.
Keempatnya terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri bersama Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat senilai Rp16,8 triliun. Dalam perkara ini, Benny Tjokro dan Heru Hidayat memang belum diputus bersalah karena keduanya dirawat di rumah sakit karena Corona (Covid-19).
Para terdakwa terbukti melanggar melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Selain itu, hakim juga menuturkan tiga mantan pejabat Jiwasraya ini menerima sejumlah suap dan fasilitas dari Benny Tjokro dan Heru Hidayat yang diberikan melalui Joko Hartono Tirto. Daftar suap yang diberikan beragam ada fasilitas menginap, tiket konser Coldplay di Melbourne, hingga sejumlah uang.
Beratnya sanksi bagi para terdakwa terkait erat dengan diterbitkannya Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 yang membuat koruptor Rp100 M dihukum penjara seumur hidup. Jaksa meyakini Benny dan Heru terbukti bekerjasama mengendalikan saham dengan cara tidak wajar.
"Sehingga ditemukan kerugian negara terhadap investasi saham sejumlah Rp4.650.283.375.000, dan kerugian negara atas investasi reksa dana senilai Rp12,157 triliun, sehingga total kerugian negara secara keseluruhan 16.807.283.375.000,00 triliun," kata jaksa.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor juga telah memvonis 4 terdakwa lain dalam kasus korupsi mega skandal Jiwasraya dengan hukuman pidana penjara seumur hidup. Padahal, tuntutan hakim berbeda-beda untuk 4 terdakwa tersebut.
Mereka adalah Hendrisman Rahim, Hary Pradetyo, Syahmirwan, dan Joko Hartono Tirto. Mereka terbukti melakukan tindak pidana korupsi sehingga merugikan negara hingga Rp16,8 triliun.
(maf)