Kelangkaan Pupuk: Kealpaan Beruntun

Jum'at, 16 Oktober 2020 - 06:10 WIB
loading...
A A A
Memang ada kekhawatiran perubahan mekanisme subsidi ini bakal membuat petani kesulitan mengakses pupuk karena harganya menjadi mahal. Kekhawatiran itu tidak perlu terjadi apabila pemerintah memiliki political will dengan menghargai jerih payah petani lewat penetapan harga pembelian yang layak dan menguntungkan. Kalau usaha tani menguntungkan, petani akan mengejar teknologi yang dibutuhkan untuk bisa berproduksi baik dan berlipat, termasuk penggunaan pupuk. Sebagai makhluk ekonomi, petani juga akan berhitung secara ekonomi apakah usaha taninya bakal untung atau tidak.

Agar ini bisa berjalan, ada syarat perlu (necessary condition) yang harus dipenuhi: tersedia data akurat. Terutama data pada tingkat rumah tangga, mencakup identitas, domisili, luas penguasaan dan pengusahaan lahan, pola tanam dan jenis tanaman yang diusahakan, serta perkembangan harga input dan output. Set data tersebut harus bersifat dinamis dan mampu menangkap setiap perubahan yang terjadi. Khusus untuk subsidi output, perlu tambahan data mengenai panen dari setiap petani menurut komoditas.

Konsekuensi lain dari perubahan mekanisme ini, terutama perubahan ke subsidi output, adalah PT Pupuk Indonesia akan kehilangan pasar tertawan (captive market) yang amat besar setiap tahunnya. Akan tetapi, hal ini tidak perlu dikhawatirkan karena petani tetap memerlukan pupuk produksi BUMN itu. Hanya, mekanisme baru ini mengharuskan PT Pupuk Indonesia untuk siap bertarung dengan produsen lain, termasuk dari luar negeri. Ini harus dimaknai perlunya produsen pupuk untuk melakukan efisiensi di segala lini. Jika itu dilakukan, produsen tetap eksis dan untung, petani juga untung.



(bmm)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1697 seconds (0.1#10.140)