Sinergi Kejagung-Polri Diharapkan Bikin Kasus Djoko Tjandra Transparan

Senin, 12 Oktober 2020 - 20:05 WIB
loading...
Sinergi Kejagung-Polri...
Sinergitas penegakan hukum antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Polri diharapkan mampu mengungkap kasus Djoko Tjandra secara transparan dan profesional. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sinergitas penegakan hukum antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Polri diharapkan mampu mengungkap kasus Djoko Tjandra secara transparan dan profesional .

(Baca juga: DPR Luruskan 12 Fakta tentang Omnibus Law Cipta Kerja)

Adapun kasus dugaan korupsi gratifikasi terkait penghapusan Red Notice dengan tersangka Djoko Soegiarto Tjandra memasuki babak baru setelah Kejagung melalui tim jaksa penuntut umum (JPU) di Direktorat Penuntutan pada Jampidsus menyatakan berkas lengkap atau P21 baik formil maupun materil.

(Baca juga: KSP Sesalkan Aksi Demo Tolak UU Ciptaker Rusak Fasilitas Umum)

Selain Djoko Tjandra, tersangka lainnya adalah Irjen Napoleon Bonaparte, Brigjen Prasetijo Utomo dan Tommy Sumardi. Guru besar hukum dari Universitas Indonesia Prof Indriyanto Seno Adji menilai para tersangka dapat mengungkap secara terbuka dan transparan didepan pengadilan.

"Dengan P21 berkas, kasus Djoko Tjandra segera disidangkan yang dilakukan secara terbuka dan transparan, jadi Djoko Tjandra diberikan pula kebebasan untuk mengungkapkan kasusnya luas," ujar Indriyanto, Senin (12/10/2020).

Adapun Djoko Tjandra juga turut tersandung kasus di Kejagung. Dia sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung. Dia diduga berperan sebagai pemberi suap, sehingga muncul wacana penggabungan surat dakwaan untuk tersangka Djoko Tjandra.

"Bentuk perbuatan berlainan walaupun sama mengenai delik suapnya. Misalnya saja Kepolisian menangani tentang dugaan suap untuk penghapusan Red Notice dan Surat Jalan, sedangkan Kejaksaan menangani dugaan Suap untuk Fatwa MA," ucapnya.

Dia berpendapat, berdasarkan KUHAP 141, penggabungan perkara Djoko Tjandra bisa saja dilakukan. Akan tetapi hal itu menjadi kewenangan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan mempertimbangkan kepentingan pemeriksaan.

"Penggabungan perkara dimungkinkan menurut KUHAP (141), tetapi kebijakan penggabungan perkara ini menjadi kebijakan penuntut umum dengan melihat urgensinya pemeriksaan. Dengan telah dilakukan pelimpahan perkara Pinangki dan P-21 DT, penggabungan tidak menjadi urgensinya," ungkapnya.

Dia juga menilai, penggabungan atau tidaknya dakwaan terhadap Djoko Tjandra tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan kasus itu. Dia percaya pengadilan bakal tetap menggelar sidang secara terbuka dan transparan.

"Sehingga, ada tidaknya penggabungan perkara, pengadilan tetap terbuka dan transparan, sehingga tidak ada halangan bagi Djoko Tjandra untuk ungkapkan kasusnya secara terbuka dan tuntas," pungkasnya.

Sekadar diketahui, Kejagung berencana menggabungkan berkas perkara tersangka tindak pidana korupsi Djoko Tjandra dengan berkas perkara tindak pidana penghapusan red notice di Bareskrim Polri. Saat ini, Kejagung tengah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menyelesaikan penyesuaian berkas perkara.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0930 seconds (0.1#10.140)