Manajemen Risiko Bencana Alam dan Asuransi Pertanian
loading...
A
A
A
Sesuai dengan amanat UU No 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, asuransi pertanian pun diperkenalkan. Disusul dengan Peraturan Menteri Pertanian No 40 Tahun 2015 yang lebih mengatur implementasi asuransi pertanian di Indonesia, maka di tahun 2015 program ini mulai dijalankan di Indonesia. Selain tentunya Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan yang berperan sebagai aktor utama asuransi ini, Kementan juga menggandeng PT Jasa Asuransi Indonesia sebagai penanggung dari program asuransi tersebut.
Sekilas tentang Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP)
Asuransi Pertanian ini salah satunya mengatur secara khusus mengenai lahan padi lewat Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). AUTP menyediakan perlindungan bagi kegagalan panen akibat banjir, kekeringan, dan organisme pengganggu tanaman. AUTP memberikan kompensasi maksimal sebesar Rp6 juta/ha kepada setiap petani per musim tanam. Total premi sebesar Rp180.000 dibayarkan 80% oleh subsidi pemerintah sebesar Rp144.000 dan sisanya 20% dibayarkan oleh petani sebesar Rp36.000/ha per musim tanam.
Akan tetapi tidak semua petani dapat mengikuti asuransi ini. Petani pendaftar haruslah mereka yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Selain itu kriteria petani lain untuk menjadi calon tertanggung AUTP adalah para petani penggarap yang memiliki atau tidak memiliki lahan usaha tani dan menggarap paling luas 2 ha lahan saja. Lahan sawah yang terlindungi oleh asuransi pun tidak banyak, yaitu lahan sawah irigasi, lahan pasang surut/lebak, dan lahan tadah hujan yang kesemuanya memiliki sumber air yang baik. Petani juga harus melewati serangkaian proses untuk dapat mendaftar dan mengajukan klaim asuransi nantinya.
Langkah AUTP ke Depan
Dengan sistem yang sudah disusun tersebut, AUTP pun nyatanya masih mengalami banyak kendala. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya jumlah lahan yang terdaftar dalam program asuransi. Semenjak diterapkan pada 2015, AUTP selalu menargetkan 1 juta ha lahan untuk terlindungi asuransi. Namun berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 31 Juli 2019, AUTP belum pernah mencapai targetnya. Yang terdekat ada pada 2017 dengan luas lahan sebesar 997.960,55 ha atau 99,80 dari target. Jumlah ini ternyata turun lagi pada 2018 ke angka 901.420,56 ha atau 90,14% dari target. Kekhawatiran petani pun cukup beralasan yang salah satunya juga disebabkan ketakutan lamanya klaim dibayarkan oleh penanggung asuransi.
Terlepas dari segala kekurangannya, patut dinantikan bagaimana Kementan terus menggalakkan program ini agar nantinya dapat menjadi pilihan utama petani demi melindungi lahan usaha taninya. Mau tidak mau, dampak perubahan iklim ini sangat nyata adanya dan tidak bisa kita hanya bergantung pada satu pihak saja dalam penanggulangannya.
Sekilas tentang Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP)
Asuransi Pertanian ini salah satunya mengatur secara khusus mengenai lahan padi lewat Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). AUTP menyediakan perlindungan bagi kegagalan panen akibat banjir, kekeringan, dan organisme pengganggu tanaman. AUTP memberikan kompensasi maksimal sebesar Rp6 juta/ha kepada setiap petani per musim tanam. Total premi sebesar Rp180.000 dibayarkan 80% oleh subsidi pemerintah sebesar Rp144.000 dan sisanya 20% dibayarkan oleh petani sebesar Rp36.000/ha per musim tanam.
Akan tetapi tidak semua petani dapat mengikuti asuransi ini. Petani pendaftar haruslah mereka yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Selain itu kriteria petani lain untuk menjadi calon tertanggung AUTP adalah para petani penggarap yang memiliki atau tidak memiliki lahan usaha tani dan menggarap paling luas 2 ha lahan saja. Lahan sawah yang terlindungi oleh asuransi pun tidak banyak, yaitu lahan sawah irigasi, lahan pasang surut/lebak, dan lahan tadah hujan yang kesemuanya memiliki sumber air yang baik. Petani juga harus melewati serangkaian proses untuk dapat mendaftar dan mengajukan klaim asuransi nantinya.
Langkah AUTP ke Depan
Dengan sistem yang sudah disusun tersebut, AUTP pun nyatanya masih mengalami banyak kendala. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya jumlah lahan yang terdaftar dalam program asuransi. Semenjak diterapkan pada 2015, AUTP selalu menargetkan 1 juta ha lahan untuk terlindungi asuransi. Namun berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 31 Juli 2019, AUTP belum pernah mencapai targetnya. Yang terdekat ada pada 2017 dengan luas lahan sebesar 997.960,55 ha atau 99,80 dari target. Jumlah ini ternyata turun lagi pada 2018 ke angka 901.420,56 ha atau 90,14% dari target. Kekhawatiran petani pun cukup beralasan yang salah satunya juga disebabkan ketakutan lamanya klaim dibayarkan oleh penanggung asuransi.
Terlepas dari segala kekurangannya, patut dinantikan bagaimana Kementan terus menggalakkan program ini agar nantinya dapat menjadi pilihan utama petani demi melindungi lahan usaha taninya. Mau tidak mau, dampak perubahan iklim ini sangat nyata adanya dan tidak bisa kita hanya bergantung pada satu pihak saja dalam penanggulangannya.
(bmm)