Implementasi Pancasila dalam Kedaulatan Pangan

Kamis, 08 Oktober 2020 - 20:41 WIB
loading...
Implementasi Pancasila...
Prof Hariyono, saat menjadi narasumber dalam kegiatan rapat Koordinasi Peningkatan Aparatur Pemerintahan Kecamatan Perbatasan Tahun 2020 Regional II yang digelar oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) di Manado, Sulawesi Utara, Kamis, (8/10/2020)
A A A
MANADO - Pancasila tidak hanya sebuah ideologi. Namun juga merupakan cita-cita bangsa untuk mewujudkan negara yang sejahtera dengan kedaulatan yang dimiliki oleh warga negaranya. Salah satu kedaulatan yang urgen diwujudkan dengan berasaskan Pancasila adalah kedaulatan di bidang pangan.

Gagasan tersebut menjadi pokok pikiran Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof Hariyono, saat menjadi narasumber dalam kegiatan rapat Koordinasi Peningkatan Aparatur Pemerintahan Kecamatan Perbatasan Tahun 2020 Regional II yang digelar oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) di Manado, Sulawesi Utara, Kamis, (8/10/2020).

Dalam kegiatan itu, BNPP dan BPIP menyoroti urgensi peran camat di wilayah perbatasan sebagai fasilitator peningkatan karakter masyarakat menyangkut kedaulatan negara. Camat dalam hal ini didorong untuk kreatif merangkul masyarakat mengatasi persoalan budaya, ideologi, dan pangan.

Sebagai sebuah negara agraris, Indonesia kerap diidentikkan dengan pertanian padi. Sehingga, masyarakat berkeyakinan bahwa makanan pokok satu-satunya di Indonesia adalah beras. Anggapan ini tak sepenuhnya salah, namun menjadi kendala jika pangan beras harus disamaratakan di semua daerah.

Menurut Hariyono, dampak anggapan yang sudah diyakini secara turun-temurun itu berpotensi menimbulkan kesenjangan di wilayah yang lahan tanahnya tidak bisa ditumbuhi padi. Sebagai negara yang berasaskan Pancasila, mewujudkan keadilan sosial dalam hal pangan menuntut kreativitas para camat dan masyarakat.

Jika sebuah wilayah harus terus-menerus mendatangkan pangan beras dari wilayah lain, maka efek buruknya adalah terancamnya stok pangan manakala akses distribusi beras ke sebuah wilayah terganggu.

"Karena mereka sudah larut makanan pokoknya beras, sementara di pulau tertentu nggak ada sawah. Padahal, pada musim-musim tertentu, ketika musim angin itu tinggi, itu pelayaran nggak bisa (berjalan). Nah, kalau lebih dari satu bulan nggak ada pelayaran, kira-kira potensi kekurangan makan nggak?," ujar Hariyono.

Hariyono lantas mendorong para camat dan masyarakat di wilayah perbatasan agar tak sepenuhnya berpaku pada nasi. Sebab, setiap daerah, terutama yang dengan lahan yang tak bisa ditumbuhi padi, memiliki panganan yang bisa dijadikan makanan pokok.

"Di sinilah fungsinya camat bagaimana mengembangkan potensi makan yang sesuai dengan wilayah itu. Apakah itu menanam daun kelor, umbi-umbian, atau sagu. Atau seperti yang saya jelaskan, pantai tidak ditembok, tapi (dibentengi) dengan hutan bakau. Dengan hutan bakau, maka kepiting dan sebagainya itu bisa jadi makanan sehari-hari," jelasnya.

Hariyono menegaskan kedaulatan pangan adalah ketika pemerintah dan rakyatnya tak lagi bergantung pada komoditas di luar wilayah. "Berdaulat itu adalah bagaimana memenuhi kedaulatan pangan yang ada pada suatu daerah," ujarnya.

Kendati begitu, lanjut Hariyono, masyarakat yang didorong berdikari tersebut perlu mendapat fasilitas dari pemerintah. Pengembangan potensi pangan pada suatu wilayah tak akan berjalan jika pemerintah tak memberikan dukungan sarana dan prasarana, begitu pun sosialisasi dan bimbingan.

Guru Besar Universitas Negeri Malang ini menambahkan, saat pemerintah dan masyarakat bersama-sama bekerja mengatasi persoalan wilayahnya, maka di situlah nilai keadilan sosial Pancasila terimplementasi. Camat, sebagai garda pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat bawah, punya peran penting merealisasikan hal tersebut.

"Camat menjadi fasilitator untuk tumbuhnya inovasi dan kreativitas masyarakat," pungkasnya.
(srf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
Dewan Pakar BPIP: UU...
Dewan Pakar BPIP: UU TNI Perkokoh Ideologi Pancasila sesuai Asta Cita
BPIP dan ANRI Perkuat...
BPIP dan ANRI Perkuat Pemahaman Sejarah Nasional melalui Digitalisasi
Indonesia Hadapi Tantangan...
Indonesia Hadapi Tantangan Serius Terkait Moralitas Penyelanggara Negara
BPIP Sebut Pencabutan...
BPIP Sebut Pencabutan TAP MPRS No XXXIII Kembalikan Martabat Presiden Soekarno
Etika Penyelenggara...
Etika Penyelenggara Negara Rapuh Akibat Kaderisasi Pemimpin Tak Berjalan
BPIP Rekomendasikan...
BPIP Rekomendasikan Pembentukan UU Etika Kepresidenan
Program Transmigrasi...
Program Transmigrasi Solusi Benahi Kemiskinan di Indonesia
Pemberdayaan Ekonomi...
Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Masyarakat Solusi Atasi Kemiskinan
Presiden Terpilih Diharapkan...
Presiden Terpilih Diharapkan Jadi Panglima Pemberantasan Deforestasi
Rekomendasi
Pakistan Simpan Harta...
Pakistan Simpan Harta Karun Senilai Rp1.300 Triliun, Tak Habis dalam 37 Tahun
Prabowo: Swasembada...
Prabowo: Swasembada Pangan di Depan Mata, Produksi Beras-Jagung Tertinggi Sepanjang Sejarah
26 Buah Terbaik di Asia...
26 Buah Terbaik di Asia Tenggara, Manggis Indonesia Raih Peringkat Pertama
Berita Terkini
Haru dan Khidmat! Adzan...
Haru dan Khidmat! Adzan Pertama Berkumandang dari Masjid Indonesia di Kanada
Daftar Perwira Tinggi...
Daftar Perwira Tinggi TNI AL yang Dimutasi di Akhir April 2025, Ini Nama-namanya
Momen Prabowo Ngopi...
Momen Prabowo Ngopi saat Pidato di Kongres IV Tidar: Karena Diperintah Rakyat, Saya Minum
4 Pati TNI Angkatan...
4 Pati TNI Angkatan Udara Pensiun, Nomor 2 Lulusan AAU 1988
Menkes Budi Gunadi Sadikin...
Menkes Budi Gunadi Sadikin Dinilai Layak Diganti
Mahfud MD Blak-blakan...
Mahfud MD Blak-blakan Tak Mau Gugat Ijazah Jokowi, Ternyata Ini Alasannya
Infografis
Siapa Lebih Unggul Pakistan...
Siapa Lebih Unggul Pakistan atau India dalam Senjata Nuklir?
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved