Pemerintah Diminta Perhatikan Pengelolaan Lingkungan Hidup
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aksi yang digelar DPP GMNI mengajukan sembilan poin tuntutan kepada Pemerintah dan DPR. Dari sembilan tuntutan itu, GMNI menyoroti tentang skema bank tanah yang tertuang pada Pasal 127 UU Cipta Kerja.
(Baca juga: Koalisi Buruh Migran Sebut Arus Deportasi PMI dari Sabah Meningkat Sejak Juni 2020)
Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi DPP GMNI, Aru Pratama MS mengatakan, pasal tersebut justru memperparah ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia.
(Baca juga: UU Ciptaker Disahkan, CSIS: Ini Bermanfaat terhadap Investasi)
"Bank Tanah diberikan hak pengelolaan untuk memberikan Hak Pakai, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan kepada pihak lain selama 90 tahun. Padahal saat ini, 1% Penduduk Indonesia menguasai 68% tanah di Indonesia," tutur Aru, Kamis (8/10/2020).
Selain itu pasal tersebut, Lanjut Aru, tutuntan DPP GMNI juga tentang UU Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang mana dapat menjerat pelaku pembakaran hutan dan lahan (Karhutla) justru dihapus oleh Pemerintah dan DPR RI melalui UU Cipta Kerja.
"Penghapusan redaksi 'tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan' pada Pasal 88 UU PPLH, sehingga Pasal 88 tersisa 'setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannya," jelas Aru.
(Baca juga: Koalisi Buruh Migran Sebut Arus Deportasi PMI dari Sabah Meningkat Sejak Juni 2020)
Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi DPP GMNI, Aru Pratama MS mengatakan, pasal tersebut justru memperparah ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia.
(Baca juga: UU Ciptaker Disahkan, CSIS: Ini Bermanfaat terhadap Investasi)
"Bank Tanah diberikan hak pengelolaan untuk memberikan Hak Pakai, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan kepada pihak lain selama 90 tahun. Padahal saat ini, 1% Penduduk Indonesia menguasai 68% tanah di Indonesia," tutur Aru, Kamis (8/10/2020).
Selain itu pasal tersebut, Lanjut Aru, tutuntan DPP GMNI juga tentang UU Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang mana dapat menjerat pelaku pembakaran hutan dan lahan (Karhutla) justru dihapus oleh Pemerintah dan DPR RI melalui UU Cipta Kerja.
"Penghapusan redaksi 'tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan' pada Pasal 88 UU PPLH, sehingga Pasal 88 tersisa 'setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannya," jelas Aru.
(maf)