Langkah Tepat Polisi Sikapi Wawancara Kursi Kosong Najwa Shihab

Rabu, 07 Oktober 2020 - 18:32 WIB
loading...
Langkah Tepat Polisi Sikapi Wawancara Kursi Kosong Najwa Shihab
Najwa Shihab saat mewawancarai kursi kosong setelah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tidak memenuhi undangannya untuk diwawancara. Foto/Instagram Najwa Shihab
A A A
Algooth Putranto
Dosen Universitas Bina Sarana Informatika
Mantan Analis Konten Pemberitaan KPI Pusat

POLEMIK video Najwa Shihab terkait wawancara kursi kosong Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto yang ditayangkan di saluran YouTube milik Narasi TV pada 28 September 2020 berujung laporan yang dilayangkan Relawan Jokowi Bersatu ke pihak Polisi.

Polisi telah menolak laporan tersebut, Selasa 6 Oktober 2020 dan mengarahkan agar pihak pelapor terlebih dahulu mengadu ke Dewan Pers. Tindakan dalam menindaklanjuti kasus ini sangat tepat karena secara hukum Narasi TV sejak 28 November 2019 adalah perusahaan pers berbadan hukum pers yang terverifikasi administratif dan faktual.

Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi.

Sehingga dalam kasus ini Narasi TV terlindungi oleh Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang bersifat lex specialis terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) dan juga terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).

Hal ini dijelaskan dalam Pasal 15 UU Pers Ayat 2 D, yakni Dewan Pers melaksanakan fungsi "memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers".

Keputusan kepolisian juga merupakan bentuk penghormatan terhadap Nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 01/DP/MoU/II/2012 (Dewan Pers) dan 05/II/2012 (Polri) tentang 'Koordinasi Dalam Penegakan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers' yang ditandatangani pada 9 Februari 2012 yang membedakan penanganan perkara pers dengan perkara lain.

MoU tersebut diperjelas dalam Nota kesepahaman Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor: B/15/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

Penggiringan isu bahwa penyiaran Narasi TV yang menggunakan channel YouTube dapat ditarik sebagai pelanggaran UU ITE adalah tidak tepat mengingat status Narasi TV yang tercatat di Dewan Pers adalah media siber.

Demikian pula penggiringan isu bahwa konten penyiaran Narasi TV melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) sebagai acuan bagi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam melaksanakan UU Penyiaran adalah adalah tidak tepat mengingat konten layanan video over the top (OTT) tidak diatur oleh UU Penyiaran.

Pelanggaran P3SPS baru dapat diproses oleh KIP ketika konten Narasi TV yang dipermasalahkan tayang di stasiun televisi terestrial yang menjadi mitra Narasi TV, dalam hal ini Trans7 yang juga tercatat sebagai badan hukum pers Terverifikasi Administrasi sejak 4 September 2018.

Meski demikian, laporan masyarakat terhadap konten produk jurnalistik tidak boleh dihalangi maupun dinilai sebagai upaya mengganggu kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dilindungi oleh Konstitusi Negara Republik Indonesia karena Pasal 17 UU Pers menyebutkan "Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.’ Kegiatan tersebut dapat berupa ‘memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers".
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1536 seconds (0.1#10.140)