Soal Tarif Tes Swab Rp900.000, PB IDI: Semestinya Rp1,2 Juta

Selasa, 06 Oktober 2020 - 17:04 WIB
loading...
Soal Tarif Tes Swab Rp900.000, PB IDI: Semestinya Rp1,2 Juta
Ketua Satgas Covid-19 dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban mengatakan, harga swab test semestinya Rp1,2 juta. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya mengatur biaya tertinggi untuk tes Covid-19 dengan metode real time polymerase chain reaction (RT-PCR) sebesar Rp900.000. Selama ini harga tes mandiri ditentukan oleh laboratorium atau rumah sakit yang menyediakan layanan tersebut.

Kebijakan itu juga telah tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR yang disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020. SE tersebut disahkan oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Abdul Kadir. (Baca juga: Biaya Tes Swab Rp900.000, Komisi IX Minta Rakyat Miskin Digratiskan)

Terkait kebijakan tersebut, Ketua Satgas Covid-19 dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban memberikan tanggapannya atas pemberlakuan harga baru tes usap tersebut dan target tes untuk masyarakat. “Harga Rp900.000 untuk tes PCR swab mungkin cukup bila reagensia dibantu pemerintah, yaitu untuk reagensi untuk ekstraksi dan reagensia PCR,” kata Zubairi dalam keterangannya, Selasa (6/10/2020). (Baca juga: Update COVID-19: Positif 311.176 Orang, 236.437 Sembuh dan 11.374 Meninggal)

Ada sejumlah alasan yang diungkapkan Guru Besar Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia (UI) itu. Dalam hitungan harian, lanjut Zubairi, Rp900.000 hanya cukup untuk biaya sarana seperti IPAL, desinfeksi, sterilisasi. Ditambah lagi dengan biaya alat seperti PME, kalibrasi, pemeliharaan dan bahan habis pakai meliputi flok swab, VTM, PCR tube, filter tip, microcentrifuge tube, plastik sampah infeksius, buffer. (Baca juga: Kemenkes: 69% Pesantren Telah Miliki Surat Kesehatan Aman COVID-19)

Perhitungan lainnya juga mencakup biaya alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan, hazmat, masker medis +N95, face shield; catridge (khusus tes cepat molecular atau TCM), dan pemeliharaan kesehatan. “Jika tidak ada subsidi dari pemerintah, maka harga swab PCR test semestinya adalah Rp1,2 juta,” jelas Zubairi memberikan tarif menurut perhitungannya.

Dia menilai harga tes usap tersebut sebaiknya diimbangi dengan target pemeriksaan yang diminta oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Indonesia harus mencapai target tes 30.000 orang setiap hari sesuai target Presiden Jokowi yang dicanangkan 2 bulan lalu. Kemudian, target perlu dinaikkan menjadi 50.000 setiap hari,” tukas dia.

Tak hanya IDI, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) juga berpendapat senada. Meski memahami kebijakan tersebut, asosiasi meminta pemerintah juga harus merinci dan mengatur standardisasi alat pendukung tes PCR.

Sekretaris Jenderal Iing ARSSI Ichsan Hanafi membeberkan, dalam proses pelaksanaan swab test PCR terdiri dari beberapa komponen seperti mesin PCR dan alat pendukung pemeriksaan lainnya seperti reagent, sumber daya manusia (SDM) yaitu dokter spesialis, analis dan pendukung lainnya, alat pelindung diri (APD), listrik, dan sebagainya. “Mengenai tarif PCR, karena sudah ditetapkan pemerintah seperti itu, tentunya kita ikut saja. Hanya saja, juga mendorong agar reagent juga distandarisasi agar bisa lebih efisien lagi,” ujar Ichsan.

Bagi RS yang tidak memiliki alat PCR, maka harus mengirim bahan atau sampel pemeriksaan ke RS atau laboratorium lain. Kemungkinan akan ada biaya tambahan seperti transportasi dan butuh waktu tempuh. “Tidak semua rumah sakit memiliki alat PCR sendiri. Mungkin terbatas sekali rumah sakit yang punya alat tersebut. Tentunya rumah sakit pasti bekerja sama dengan pihak lain,” imbuhnya.

Di sisi lain, Ichsan juga belum memahami penetapan tarif tersebut untuk tes PCR yang berapa hari. Sepengetahuannya, rata-rata hasil pengujiannya sampai 3 hari. “Kalau di rumah sakit tertentu, untuk (hasil) sehari keluar, mungkin harganya bisa lebih. Karena antrian ini cukup banyak. Alatnya terbatas,” jelasnya.

Menurutnya, tidak semua RS mampu menyediakan alat PCR karena keterbatasan anggaran. Sebab, penyediaan alat tersebut membutuhkan anggaran yang tidak kecil. Selain itu, distribusi pasien di rumah sakit tertentu tidak banyak sehingga untuk lebih ekonomis maka uji swab tersebut dikirimkan ke rumah sakit lain.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1641 seconds (0.1#10.140)