Gatot Nurmantyo dan Moeldoko Masih Tebar Pesona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai, peluang dua mantan Panglima TNI, Moeldoko dan Gatot Nurmantyo , untuk maju Pilpres 2024 masih fifty-fifty. Keduanya saat ini masih mencari simpati publik.
"Bisa nyalon dan bisa juga tidak. Keduanya saat ini masih tebar pesona, masih mencari simpati publik. Dan itu hal yang wajar-wajar saja," kata Ujang saat dihubungi SINDOnews, Selasa (6/10/2020).
Ujang menuturkan, persoalan bagi keduanya adalah sama-sama tidak memiliki partai politik dan popularitas serta elektabilitas yang mumpuni. Moeldoko disebutnya masih mengandalkan posisinya sebagai Kepala Staf Presiden untuk mendulang elektoral. Sedangkan, Gatot melalui gerakan massa yang dibentuknya seperti Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) .
( ).
Lebih lanjut Ujang mengatakan, jika popularitas dan elektabilitas keduanya tinggi, partai akan datang. Namun sebaliknya, jika elektabilitasnya rendah, partai akan lari.
Di sisi lain, jika ambang batas pencalonan presiden dan wapres atau presidential threshold (PT) dihapuskan, peta politik akan berubah. Gatot maupun Moeldoko bisa bebas bermanuver menjadi bakal capres atau cawapres.
Saat ini, tokoh atau figur masih terbentur dengan PT 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sahpemilu secara nasional sebagai syarat untuk menjadi orang nomor satu dan dua di Indonesia.
"Namun saya berkeyakinan MK tak akan memutus PT nol persen," tandas analis politik asal Universitas Al Azhar Indonesia ini.
( ).
Lihat Juga: Menteri Rosan Harap Investasi ke Indonesia Meningkat usai Donald Trump Menangi Pilpres AS 2024
"Bisa nyalon dan bisa juga tidak. Keduanya saat ini masih tebar pesona, masih mencari simpati publik. Dan itu hal yang wajar-wajar saja," kata Ujang saat dihubungi SINDOnews, Selasa (6/10/2020).
Ujang menuturkan, persoalan bagi keduanya adalah sama-sama tidak memiliki partai politik dan popularitas serta elektabilitas yang mumpuni. Moeldoko disebutnya masih mengandalkan posisinya sebagai Kepala Staf Presiden untuk mendulang elektoral. Sedangkan, Gatot melalui gerakan massa yang dibentuknya seperti Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) .
( ).
Lebih lanjut Ujang mengatakan, jika popularitas dan elektabilitas keduanya tinggi, partai akan datang. Namun sebaliknya, jika elektabilitasnya rendah, partai akan lari.
Di sisi lain, jika ambang batas pencalonan presiden dan wapres atau presidential threshold (PT) dihapuskan, peta politik akan berubah. Gatot maupun Moeldoko bisa bebas bermanuver menjadi bakal capres atau cawapres.
Saat ini, tokoh atau figur masih terbentur dengan PT 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sahpemilu secara nasional sebagai syarat untuk menjadi orang nomor satu dan dua di Indonesia.
"Namun saya berkeyakinan MK tak akan memutus PT nol persen," tandas analis politik asal Universitas Al Azhar Indonesia ini.
( ).
Lihat Juga: Menteri Rosan Harap Investasi ke Indonesia Meningkat usai Donald Trump Menangi Pilpres AS 2024
(zik)