Legislator Demokrat: Omnibus Law Cipta Kerja Banyak Rugikan Buruh

Senin, 05 Oktober 2020 - 13:55 WIB
loading...
Legislator Demokrat:...
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Santoso mengatakan bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja itu lebih banyak merugikan masyarakat dan buruh serta menguntungkan pemilik modal. FOTO/DOK.demokratdki
A A A
JAKARTA - Fraksi Partai Demokrat merupakan salah satu yang menolak membawa Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja ke Rapat Paripurna DPR untuk disetujui menjadi Undang-undang (UU). Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Santoso mengatakan bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja itu lebih banyak merugikan masyarakat dan buruh serta menguntungkan pemilik modal.

"Makanya RUU ini dinilai membela kaum kapitalis dan neoliberalis," kata Santoso kepada SINDOnews, Senin (5/10/2020).

Menurutnya, RUU Omnibus Law Cipta Kerja itu lebih banyak berorientasi pada peningkatan investasi. "Tapi tidak mempertimbangkan akibat negatif dari kerusakan lingkungan, hak-hak pekerja, akan membanjirnya tenaga asing, akan memberangus UMKM dan lain-lain," katanya. ( )

Legislator asal daerah pemilihan DKI Jakarta III ini mengatakan, di masa pandemi COVID-19 yang mengglobal ini harusnya pemerintah fokus menanganinya. "Karena musibah ini dapat mengakibatkan keruntuhan ekonomi dunia," katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, sekilas RUU itu baik karena memadukan UU lain dalam rangka mempercepat investasi. Padahal, lanjut dia, yang sesungguhnya memang ada peran pemerintah dalam hal pemberian pesangon dengan memberi 6 bulan gaji dan 19 gaji untuk pemberi kerja (jumlah 25 bulan gaji). "Padahal di UU Ketenagakerjaan pesangon itu 32 bulan gaji," katanya.

Dia mengatakan, bagi pelanggar di kawasan hutan, UU sebelumnya dikenakan pidana. Namun di RUU Omnibus Law Cipta Kerja itu, lanjut dia, bagi koorporasi dikenakan denda, sehingga jelas menguntungkan korporasi dan penyusun RUU itu, yakni pemerintah sudah bekerja sama dengan korporasi. ( )

"Saat ini kita tahu bahwa hampir semua korporasi melanggar dalam mengelola perkebunan," ucapnya.

Dia mengatakan, analisis dampak lingkungan (Amdal) hanya berlaku untuk giat usaha berisiko tinggi. "Sedangkan UU yang lama semua usaha harus memiliki amdal, ini jelas menguntungkan pengusaha dan merugikan lingkungan bagi masa depan bangsa," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1396 seconds (0.1#10.140)