Jaksa KPK Eksekusi Terpidana Markus Nari ke Lapas Sukamiskin
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi terpidana kasus korupsi KTP elektronik, Markus Nari ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Sukamiskin untuk menjalani pidana penjara pada hari Kamis (1/10/2020).
(Baca juga: Din Syamsuddin ke Moeldoko: KAMI Bukan Orang-orang Pengecut)
Hal tersebut sesuai dengan putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1998 K/Pid.Sus/2020 tanggal 13 Juli 2020 jo Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor : 3/PID.SUS-TPK/2020/PT DKI tanggal 20 Februari 2020 jo Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 80/Pid.Sus-TPK/ 2019/PN. Jkt. Pst tanggal 11 November 2019.
(Baca juga: Moeldoko Sebut Seseorang Bisa Berbeda kalau Sudah Bicara Politik)
"Pada hari Kamis (1/10/2020) Rusdi Amin selaku Jaksa Eksekusi KPK telah melaksanakan eksekusi atas nama Terpidana Markus Nari Pidana dengan cara memasukkan terpidana Markus Nari ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Sukamiskin untuk menjalani pidana penjara selama 8 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat (2/10/2020).
Ali mengungkapkan, Mantan Anggota DPR itu juga di bebani membayar denda sebesar Rp300.000.000,- dengan ketentuan jika pidana denda tidak dibayar maka kepada Terdakwa dikenakan pidana pengganti berupa pidana kurungan selama 8 bulan serta pidana tambahan lainnya untuk membayar uang pengganti sebesar USD900.000.
Lalu jika Markus Nari tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun;
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," kata Ali.
Dalam kasus ini, Markus Nari menerima uang itu dari mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Sugiharto. Perbuatan Markus juga menguntungkan orang lain dan korporasi. Markus juga bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Markus juga sengaja mencegah atau merintangi pemeriksaan di persidangan terhadap Miryam S Haryani yang saat itu berstatus sebagai saksi dan Sugiharto yang kala itu berstatus sebagai terdakwa.
Markus awalnya dihukum 6 tahun penjara di PN Jakpus. Lalu diperberat menjadi 7 tahun penjara di tingkat banding. Kemudian Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman dari 7 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara.
(Baca juga: Din Syamsuddin ke Moeldoko: KAMI Bukan Orang-orang Pengecut)
Hal tersebut sesuai dengan putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1998 K/Pid.Sus/2020 tanggal 13 Juli 2020 jo Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor : 3/PID.SUS-TPK/2020/PT DKI tanggal 20 Februari 2020 jo Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 80/Pid.Sus-TPK/ 2019/PN. Jkt. Pst tanggal 11 November 2019.
(Baca juga: Moeldoko Sebut Seseorang Bisa Berbeda kalau Sudah Bicara Politik)
"Pada hari Kamis (1/10/2020) Rusdi Amin selaku Jaksa Eksekusi KPK telah melaksanakan eksekusi atas nama Terpidana Markus Nari Pidana dengan cara memasukkan terpidana Markus Nari ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Sukamiskin untuk menjalani pidana penjara selama 8 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat (2/10/2020).
Ali mengungkapkan, Mantan Anggota DPR itu juga di bebani membayar denda sebesar Rp300.000.000,- dengan ketentuan jika pidana denda tidak dibayar maka kepada Terdakwa dikenakan pidana pengganti berupa pidana kurungan selama 8 bulan serta pidana tambahan lainnya untuk membayar uang pengganti sebesar USD900.000.
Lalu jika Markus Nari tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun;
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," kata Ali.
Dalam kasus ini, Markus Nari menerima uang itu dari mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Sugiharto. Perbuatan Markus juga menguntungkan orang lain dan korporasi. Markus juga bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Markus juga sengaja mencegah atau merintangi pemeriksaan di persidangan terhadap Miryam S Haryani yang saat itu berstatus sebagai saksi dan Sugiharto yang kala itu berstatus sebagai terdakwa.
Markus awalnya dihukum 6 tahun penjara di PN Jakpus. Lalu diperberat menjadi 7 tahun penjara di tingkat banding. Kemudian Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman dari 7 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara.
(maf)