Sidang Pleidoi, Terdakwa Kasus Jiwasraya Heran Dituntut Seumur Hidup
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto menegaskan tidak memiliki kewenangan untuk mengendalikan 13 manajer investasi (MI) yang dikaitkan dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya (Persero) .
Hal itu tertuang dalam nota pembelaan atau pleidoi Joko Hartono Tirto, salah satu terdakwa dalam perkara pidana tindak pidana korupsi Nomor 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst itu.
Joko dalam pleidoinya menyebut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya (PT AJS) itu tidak terbukti dalam persidangan.
“Bahwa tuduhan penuntut umum kepada saya adalah mengendalikan dan mengatur 13 manajer investasi, tuduhan yang sudah terbantahkan dari fakta-fakta persidangan selama ini,” demikian nota pembelaan Joko Hartono Tirto yang dibacakan tim kuasa hukumnya dalam lanjutan persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas I A Khusus Jakarta Pusat, Kamis (1/10/2020).
Joko juga mempertanyakan bagaimana mungkin dirinya dapat mengendalikan dan mengatur 13 MI tersebut.Joko menegaskan bukan pemegang saham ataupun wakil pemegang saham, serta pejabat berwenang di korporasi-korporasi tersebut.( )
Dia juga mengaku tidak mengenal pemilik perusahaan tersebut. Sebaliknya, Joko menegaskan bahwa dirinya hanya menawarkan saham.
“Saya baru menyadari dengan menawarkan saham dapat didakwa mengendalikan, kemudian dijadikan tersangka, ditahan dan pada akhirnya dituntut seumur hidup,” katanya dalam pleidoi.
Menurut dia, fakta persidangan menunjukkan bahwa hampir sebagian besar MI tidak mengenal Joko Hartono Tirto. Selain itu, para MI pun melakukan analisa dalam pemilihan saham dan secara mandiri yang menginstruksikan broker untuk menjalankan transaksi.
Di sisi lain, sebut Joko dalam pleidoi, terdapat lebih dari 100 jenis saham, baik BUMN maupun swasta dalam portofolio reksadana milik PT AJS.
Dengan begitu, Joko kembali menegaskan bahwa dirinya tidak terbukti mengatur dan mengendalikan 13 MI, bahkan lebih dari 100 emiten. Sebaliknya, fakta persidangan itu, sambung Joko dalam pleidoi, menunjukkan tuduhan JPU terlalu mengada-ada, seperti khayalan belaka.
“Hal tersebut semakin menunjukkan ketidakpahaman dan ketidakmengertian penuntut umum mengenai dunia pasar modal serta arogansi dalam menunjukan kesewenang wenangannya.”
Tidak hanya itu, Joko Hartono Tirto menegaskan dalam pleidoi bahwa dia dituntut hukuman seumur hidup dengan tuduhan melakukan perbuatan dalam kurun waktu 2008-2018 yang merugikan PT AJS sebesar kurang lebih Rp16,8 triliun.
Kerugian dengan angka fantastis itu, jelasnya, terus menerus didengung-dengungkan sejak penyidikan dan membuatnya saya seakan-akan sudah di vonis bahkan sebelum persidangan dimulai. Namun, dia menegaskan bahwa berdasarkan fakta persidangan tudingan itu tidak terbukti, terutama dalam proses pemeriksaan saksi-saksi.
“Dari fakta-fakta yang terungkap selama proses pemeriksaan saksi ini, terungkap bahwa Jiwasraya tidak mengalami kerugian, terutama dalam tempus 2008-2018 yang didakwakan kepada saya,” urainya dalam pleidoi.
Fakta persidangan itu kembali disajikan Joko Hartono Tirto dalam bagian analisis fakta sebagai bagian dari pledoi yang merangkum keterangan para saksi yang dihadirkan JPU.
“Bahwa berdasarkan persesuaian keterangan para saksi dan data-data tersebut, diperoleh fakta hukum yang menunjukkan sebenarnya PT AJS telah mendapat keuntungan sebesar Rp1.132.472.383.385,06 dari 21 reksa dana,” demikian tertulis dalam analisis fakta di pledoi Joko Hartono Tirto.
Keterangan para saksi itu, kata Joko, juga membuktikan para MI penerbit 21 reksa dana itu telah menyatakan tidak pernah gagal membayar permintaan pencairan atau redemption PT AJS. Hal ini pun diakui saksi-saksi dari pihak PT AJS, antara lain Hexana Tri Sasongko dan Agustin. (Baca juga: Update Corona: Positif 291.182 Orang, 218.487 Sembuh dan 10.856 Meninggal)
Pada saat yang sama, selama persidangan tidak pernah terungkap alasan direksi baru PT AJS yang tidak melakukan redemption, sedangkan pihak MI menyatakan selalu dan wajib untuk memenuhi serta membayar apabila ada permintaan itu.
“Bahwa dengan demikian maka potensi kerugian yang dapat diderita PT AJS saat ini merupakan akibat tindakan direksi baru yang tidak mencairkan/redemption produk-produk Reksa Dana tersebut ketika nilainya berada di atas nilai perolehan,” demikian keterangan dalam pledoi itu.
Diketahui, pada 4 Oktober 2018, PT AJS di bawah kepemimpinan Direktur Utama Asmawi Syam dan Direktur Keuangan Hexana Tri Sasongko mengumumkan gagal bayar produk saving plan sebesar Rp 802 miliar.
“Maka jelas penurunan NAB 21 Reksa Dana Terjadi Karena Pengumuman Gagal Bayar Dan Dibukanya Seluruh Portofolio Investasi PT AJS,” ungkap Joko dalam pleidoi.
Hal itu tertuang dalam nota pembelaan atau pleidoi Joko Hartono Tirto, salah satu terdakwa dalam perkara pidana tindak pidana korupsi Nomor 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst itu.
Joko dalam pleidoinya menyebut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya (PT AJS) itu tidak terbukti dalam persidangan.
“Bahwa tuduhan penuntut umum kepada saya adalah mengendalikan dan mengatur 13 manajer investasi, tuduhan yang sudah terbantahkan dari fakta-fakta persidangan selama ini,” demikian nota pembelaan Joko Hartono Tirto yang dibacakan tim kuasa hukumnya dalam lanjutan persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas I A Khusus Jakarta Pusat, Kamis (1/10/2020).
Joko juga mempertanyakan bagaimana mungkin dirinya dapat mengendalikan dan mengatur 13 MI tersebut.Joko menegaskan bukan pemegang saham ataupun wakil pemegang saham, serta pejabat berwenang di korporasi-korporasi tersebut.( )
Dia juga mengaku tidak mengenal pemilik perusahaan tersebut. Sebaliknya, Joko menegaskan bahwa dirinya hanya menawarkan saham.
“Saya baru menyadari dengan menawarkan saham dapat didakwa mengendalikan, kemudian dijadikan tersangka, ditahan dan pada akhirnya dituntut seumur hidup,” katanya dalam pleidoi.
Menurut dia, fakta persidangan menunjukkan bahwa hampir sebagian besar MI tidak mengenal Joko Hartono Tirto. Selain itu, para MI pun melakukan analisa dalam pemilihan saham dan secara mandiri yang menginstruksikan broker untuk menjalankan transaksi.
Di sisi lain, sebut Joko dalam pleidoi, terdapat lebih dari 100 jenis saham, baik BUMN maupun swasta dalam portofolio reksadana milik PT AJS.
Dengan begitu, Joko kembali menegaskan bahwa dirinya tidak terbukti mengatur dan mengendalikan 13 MI, bahkan lebih dari 100 emiten. Sebaliknya, fakta persidangan itu, sambung Joko dalam pleidoi, menunjukkan tuduhan JPU terlalu mengada-ada, seperti khayalan belaka.
“Hal tersebut semakin menunjukkan ketidakpahaman dan ketidakmengertian penuntut umum mengenai dunia pasar modal serta arogansi dalam menunjukan kesewenang wenangannya.”
Tidak hanya itu, Joko Hartono Tirto menegaskan dalam pleidoi bahwa dia dituntut hukuman seumur hidup dengan tuduhan melakukan perbuatan dalam kurun waktu 2008-2018 yang merugikan PT AJS sebesar kurang lebih Rp16,8 triliun.
Kerugian dengan angka fantastis itu, jelasnya, terus menerus didengung-dengungkan sejak penyidikan dan membuatnya saya seakan-akan sudah di vonis bahkan sebelum persidangan dimulai. Namun, dia menegaskan bahwa berdasarkan fakta persidangan tudingan itu tidak terbukti, terutama dalam proses pemeriksaan saksi-saksi.
“Dari fakta-fakta yang terungkap selama proses pemeriksaan saksi ini, terungkap bahwa Jiwasraya tidak mengalami kerugian, terutama dalam tempus 2008-2018 yang didakwakan kepada saya,” urainya dalam pleidoi.
Fakta persidangan itu kembali disajikan Joko Hartono Tirto dalam bagian analisis fakta sebagai bagian dari pledoi yang merangkum keterangan para saksi yang dihadirkan JPU.
“Bahwa berdasarkan persesuaian keterangan para saksi dan data-data tersebut, diperoleh fakta hukum yang menunjukkan sebenarnya PT AJS telah mendapat keuntungan sebesar Rp1.132.472.383.385,06 dari 21 reksa dana,” demikian tertulis dalam analisis fakta di pledoi Joko Hartono Tirto.
Keterangan para saksi itu, kata Joko, juga membuktikan para MI penerbit 21 reksa dana itu telah menyatakan tidak pernah gagal membayar permintaan pencairan atau redemption PT AJS. Hal ini pun diakui saksi-saksi dari pihak PT AJS, antara lain Hexana Tri Sasongko dan Agustin. (Baca juga: Update Corona: Positif 291.182 Orang, 218.487 Sembuh dan 10.856 Meninggal)
Pada saat yang sama, selama persidangan tidak pernah terungkap alasan direksi baru PT AJS yang tidak melakukan redemption, sedangkan pihak MI menyatakan selalu dan wajib untuk memenuhi serta membayar apabila ada permintaan itu.
“Bahwa dengan demikian maka potensi kerugian yang dapat diderita PT AJS saat ini merupakan akibat tindakan direksi baru yang tidak mencairkan/redemption produk-produk Reksa Dana tersebut ketika nilainya berada di atas nilai perolehan,” demikian keterangan dalam pledoi itu.
Diketahui, pada 4 Oktober 2018, PT AJS di bawah kepemimpinan Direktur Utama Asmawi Syam dan Direktur Keuangan Hexana Tri Sasongko mengumumkan gagal bayar produk saving plan sebesar Rp 802 miliar.
“Maka jelas penurunan NAB 21 Reksa Dana Terjadi Karena Pengumuman Gagal Bayar Dan Dibukanya Seluruh Portofolio Investasi PT AJS,” ungkap Joko dalam pleidoi.
(dam)