Pembubaran Kegiatan KAMI, Komnas HAM Diminta Turun Tangan

Selasa, 29 September 2020 - 12:14 WIB
loading...
Pembubaran Kegiatan KAMI, Komnas HAM Diminta Turun Tangan
Pemerhati Hukum Tata Negara, Said Salahudin menilai, bahwa pembubaran kegiatan KAMI di Surabaya kemarin merupakan tindakan yang tidak demokratis. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerhati Hukum Tata Negara, Said Salahudin menilai, pembubaran kegiatan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Surabaya kemarin merupakan tindakan yang tidak demokratis.

(Baca juga: Acara KAMI Dipersekusi, Fadli Zon Tegaskan Rakyat Mencatat dan Mengingat)

Said berpendapat, aksi itu dapat digolongkan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Maka itu kata dia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak boleh menutup mata terhadap kejadian tersebut.

(Baca juga: Acara KAMI Dihalangi Massa, Politikus PAN: Itu Tindakan Represif)

"Aksi blokade, sweeping, dan pengusiran oleh kelompok massa yang diikuti tindakan pembubaran oleh aparat telah mengoyak tiga pondasi hak-hak sipil dan politik warga negara, yaitu freedom of association atau hak dan kebebasan berserikat, freedom of assembly (hak untuk berkumpul), dan freedom of expression (hak serta kebebasan untuk menyatakan pendapat)," ujar Said Salahudin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/9/2020).

Dia mengatakan, dalam sebuah negara demokratis, hak-hak itu seharusnya diakui, dihormati, dilindungi, difasilitasi, serta dipenuhi oleh negara, bukan justru sebaliknya.

"Apa artinya 75 tahun kita merdeka jika prinsip-prinsip kebebasan itu tidak dapat diaktualisasikan oleh warga negara? there is no independence without freedom," ujar Direktur Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma) ini.

Dia melanjutkan, Gerakan KAMI itu kan gerakan yang ingin mengupayakan pembebasan sistem kenegaraan dari kungkungan struktur pemerintahan yang tidak adil. Dan salah satu fungsi dari konstitusi, kata dia, adalah membebaskan negeri ini dari struktur ketidakadilan di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.

Maka sambung dia, konstitusi kita disebut sebagai liberating constitution. "Kalaulah benar KAMI itu kelompok barisan sakit hati, mereka memiliki agenda politik untuk men-downgrade pemerintahan, dan sebagainya, apakah dengan sendirinya mereka kehilangan hak asasi untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapatnya di negeri ini? Kan semestinya tidak demikian," tuturnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, konstitusi telah tegas mengatakan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dalam konteks itu lanjut Said, perbedaan pandangan politik tidak boleh dijadikan sebagai alasan oleh kelompok yang tidak setuju pada gerakan KAMI untuk melakukan aksi pengadangan, blokade, pembubaran, atau pengusiran.

"Kalau tidak setuju dengan pemikiran KAMI, maka kelompok masyarakat itu boleh saja menyuarakan penolakan lewat berbagai cara. Melalui aksi demonstrasi pun boleh. Tetapi tidak semestinya diikuti dengan aksi persekusi," ujarnya.

Dia menjelaskan, dalam Undang-undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah dinyatakan bahwa setiap orang bebas untuk memilih dan meyakini pilihan politiknya. Dia menambahkan, setiap orang juga diberikan kebebasan untuk menyampaikan dan menyebarluaskan pendapat sesuai dengan hati nuraninya.

"Dalam UU 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik juga ditegaskan bahwa hak untuk berkumpul secara damai tidak boleh dibatasi kecuali untuk enam alasan," tuturnya.

Pertama, alasan keamanan nasional. Kedua, alasan keselamatan publik. Ketiga, alasan ketertiban umum. Keempat, alasan moral. Kelima, untuk melindungi hak dan kebebasan orang lain. "Unsur-unsur tersebut jelas tidak terpenuhi sehingga tidak dapat dimajukan sebagai alasan untuk membubarkan kegiatan KAMI," ungkapnya

Adapun terhadap alasan yang keenam, lanjut dia, yakni terkait dengan perlindungan kesehatan, bisa diperdebatkan panjang soal ini. "Sebab, dari video aksi pembubaran dapat dilihat bahwa para peserta kegiatan KAMI duduk dengan posisi menjaga jarak dan menggunakan masker. Jumlahnya pun terbatas," ujarnya.

Menurut dia, kalau alasan kesehatan dijadikan sebagai dasar pembubaran, bagaimana dengan kegiatan lain yang justru diperbolehkan seperti konser Dangdut di Tegal beberapa waktu lalu. Lalu ada lagi Pilkada, misalnya di sana ada kegiatan kampanye yang tetap memperbolehkan adanya kegiatan pertemuan.

Belum lagi, lanjut dia, pada saat pemungutan suara masyarakat yang berkumpul jumlahnya akan lebih banyak lagi. "Karena adanya perbedaan perlakuan itulah saya mendorong Komnas HAM untuk turun tangan atas kasus kegiatan KAMI di Surabaya," pungkasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1932 seconds (0.1#10.140)